Skrining TBC adalah prosedur pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi tuberkulosis (TBC) atau tidak.
Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri serius. Infeksi ini terutama menyerang paru-paru, tapi juga dapat terjadi pada bagian lain tubuh. Misalnya, otak, tulang belakang, dan ginjal.
Tidak semua pasien yang terpapar bakteri TBC akan mengalami gejala. Karena itu, TBC dibagi menjadi dua jenis berikut:
Pasien yang terpapar dapat mengalami penyakit TB atau TBC laten. TBC laten artinya pasien tidak menunjukkan gejala TBC apa pun tapi bakteri penyebabnya tetap berada di dalam tubuh dalam keadaan "tertidur". Kondisi ini umumnya tidak menularkan penyakit.
Penyakit TBC laten dapat menjadi aktif bila sistem kekebalan tubuh penderita terganggu. Pasien TBC aktif akan mengalami gejala dan dapat menularkannya pada orang lain.
Gejala yang muncul bisa berupa batuk kronis selama tiga minggu, penurunan berat badan, demam, dan berkeringat di malam hari.
Tanpa pengobatan yang benar, TBC aktif bisa menimbulkan komplikasi serius bahkan kematian. Karena itu, skrining TBC dibutuhkan untuk mendeteksi infeksi ini sedini mungkin.
Pada anak, skrining TBC dilakukan dengan tes Mantoux. Sementara pasien dewasa akan menjalani tes dahak atau sputum dan rontgen dada.
Skrining TBC dibutuhkan bagi pasien yang mengalami gejala (TBC aktif) atau memiliki kondisi tertentu yang dapat meningkatkan risiko TBC.
Gejala tuberkulosis aktif meliputi:
Kondisi-kondisi di bawah ini juga bisa meningkatkan risiko seseorang untuk terkena TBC:
Terdapat beberapa jenis tes yang dilakukan untuk mendeteksi tuberkulosis. Bagi anak-anak, skrining TBC umumnya dilakukan dengan tes Mantoux. Sedangkan pada pasien dewasa, pemeriksaan ini bisa berupa tes dahak dan rontgen dada.
Karena jenisnya berbeda-beda, persiaoan untuk skrining TBC juga berlainan. Berikut penjelasannya:
Sebelum tes Mantoux, dokter akan mengajukan beberapa pertanyaan di bawah ini:
Untuk pemeriksaan rontgen dada maupun tes dahak, tidak ada persiapan khusus yang perlu dilakukan oleh pasien.
Prosedur skrining TBC bisa bervariasi dan tergantung pada jenis pemeriksaan yang akan dilakukan. Berikut penjelasannya:.
Pada pasien anak-anak, pemeriksaan TBC yang dilakukan umumnya adalah tes Mantoux. Prosedur ini dilakukan dalam dua tahap di bawah ini:
Pada tahap pertama, dokter akan menyuntikkan zat khusus bernama purified protein derivative (PPD) ke bawah kulit pasien, biasanya di bagian lengan. Zat ini juga dikenal dengan nama tuberkulin.
Setelah tuberkulin disuntikkan, benjolan kecil berwarna pucat akan muncul pada area penyuntikan.
Pada 24-72 jam sesudah penyuntikan, dokter akan melihat kondisi kulit pasien guna memastikan ada tidaknya reaksi terhadap tuberkulin. Reaksi kulit yang timbul akan menandakan infeksi kuman TB pada pasien.
Apabila pasien baru kembali ke dokter pada lebih dari 72 jam setelah penyuntikan, tes Mantoux harus diulangi.
Jika tidak ada reaksi yang timbul kulit yang menjalani pada tes Mantoux dan ini merupakan tes pertama pasien, pemeriksaan perlu diulangi dalam 1-3 minggu kemudian. Langkah ini bertujuan memastikan bahwa hasilnya benar-benar negatif.
Pada pasien dewasa, pemeriksaan yang dilakukan bisa berupa rontgen dada dan tes dahak (sputum).
Prosedur rontgen dada umumnya hanya membutuhkan waktu sekitar 10 hingga 15 menit.
Pada tes dahak (sputum), pasien akan diminta untuk batuk agar bisa mengeluarkan dahak dari paru-parunya. Wadah kecil untuk menampung dahak akan diberikan pada pasien. Prosedur pengambilan sampel dahak ini biasanya dilakukan di pagi hari.
Untuk memudahkan pengeluaran darah, dokter bisa menyarankan hal-hal berikut:
Sama seperti prosedurnya, hasil skrining TBC juga bervariasi dan tergantung pada jenis tes yan dialani oleh pasien.
Pada tes Mantoux, dokter akan melihat keberadaan reaksi kulit pada area penyuntikan. Reaksi ini berupa benjolan kecil yang menebal pada kulit, dan disebut indurasi.
Hasil positif atau negatif tergantung pada ukuran indurasi yang muncul pada kulit pasien. Berikut penjelasannya:
Hasil positif didapatkan apabila ukuran indurasi lebih besar dari batas normal. Ini menandakan bahwa pasien telah terinfeksi oleh bakteri TB.
Pemeriksaan lain perlu dilakukan untuk memastikan jenis tuberkulosis yang dialami oleh pasien, yakni TB aktif atau TB laten.
Hasil negatif diperoleh jika ukuran indurasi lebih kecil dari batas normal. Hasil ini menandakan pasien tidak terinfeksi oleh bakteri tuberkulosis.
Akan tetapi, pasien yang memiliki riwayat kontak dengan penderita TBC dalam waktu dekat perlu melakukan tes ulang pada 8-12 minggu setelah pemeriksaan sebelumnya.
Hasil negatif juga bisa muncul pada pasien yang yang sebenarnya mengalami infeksi TB. Misalnya, pada pasien dengan kondisi kurang sehat, memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, atau baru saja menerima vaksin BCG.
Pada rontgen dada, dokter spesialis radiologi akan menganalisis hasilnya dan mencari tanda-tanda yang mengindikasikan infeksi bakteri tuberkulosis.
Pada tes dahak, sampel dahak akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa di bawah mikroskop. Sampel ini kemudian diletakkan pada wadah khusus berisi nutrisi guna menumbuhkan bakteri pada dahak.
Dokter akan melakukan analisis untuk menentukan jenis bakteri yang terdapat pada sampel dahak dari pasien.
Tidak ada hal khusus yang perlu diperhatikan setelah skrining TBC.
Hasil skrining TBC yang positif menandakan kemungkinan infeksi TBC. Karena itu, dokter akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan diagnosis.
Ketika diagnosis TBC sudah pasti, dokter akan meresepkan obat antibiotik untuk mengatasi infeksi tuberkulosis yang dialami oleh pasien.
Baik TB laten maupun aktif sama-sama perlu diobati. Pasalnya, TB laten dapat berkembang menjadi TB aktif di kemudian hari.
Risiko tiap tes pada skrining TBC berbeda-beda dan tergantung pada tes yang Anda jalani. Berikut penjelasannya:
Tes Mantoux merupakan pemeriksaan yang aman dan umumnya tidak menimbulkan efek samping. Jikapun ada, efek sampingnya bisa meliputi reaksi kulit terhadap tuberkulin yang berupa pembengkakan dan kemerahan pada lengan.
Reaksi tersbeut lebih sering terjadi pada pasien yang pernah menjalani vaksin BCG atau pernah mengalami tuberkulosis.
Risiko dari rontgen dada adalah paparan radiasi dalam jumlah kecil. Prosedur ini akan diatur dan dipantau oleh radiilog, sehingga kadar radiasi untuk menghasilkan gambar sangat minim.
Ibu hamil dan anak-anak biasanya lebih sensitif terhadap risiko rontgen dada. Namun manfaat pemeriksaan ini dinilai lebih besar daripada risiko yang ditimbulkannya.
Pada tes dahak, batuk mungkin dapat membuat pasien merasa kurang nyaman. Keluhan ini khususnya terasa di bagian dada setelah menjalani prosedur.
Medline Plus. https://medlineplus.gov/lab-tests/tuberculosis-screening/
Diakses pada 21 April 2020
CDC. https://www.cdc.gov/tb/topic/testing/tbtesttypes.htm
Diakses pada 21 April 2020
Healthy WA. https://healthywa.wa.gov.au/Articles/S_T/Tuberculin-Skin-Test
Diakses pada 21 April 2020
Healthline. https://www.healthline.com/health/what-does-a-positive-tb-test-look-like
Diakses pada 21 April 2020
Healthline. https://www.healthline.com/health/routine-sputum-culture
Diakses pada 21 April 2020
Johns Hopkins Medicine. https://www.hopkinsmedicine.org/health/treatment-tests-and-therapies/chest-xray
Diakses pada 21 April 2020
WebMD. https://www.webmd.com/heart-disease/guide/diagnosing-chest-x-ray
Diakses pada 21 April 2020
Medicine Net. https://www.medicinenet.com/tuberculosis_skin_test_ppd_skin_test/article.htm
Diakses pada 21 April 2020