Amniosentesis adalah pengambilan sampel air ketuban pada ibu hamil untuk mengetahui kelainan pada janin. Melalui prosedur ini, kelainan genetik pada janin dapat diketahui sejak bayi masih dalam kandungan. Misalnya, sindrom Down. Prosedur ini juga dapat dilakukan guna menentukan apakah paru-paru janin sudah berkembang dengan sempurna. Prosedur ini biasanya dilakukan setelah kehamilan trimester kedua atau ketiga.
Hasil amniosentesis akan membantu pasien dalam membuat keputusan terkait kehamilan dan calon buah hatinya. Namun prosedur ini memiliki beberapa risiko bagi janin, sehingga tidak direkomendasikan untuk semua wanita hamil.
Air ketuban atau cairan amnion merupakan cairan yang mengelilingi janin dan berfungsi untuk melindunginya selama berada dalam kandungan. Cairan ini mengandung sel janin dan berbagai protein lainnya. Sehingga apabila ada gangguan yang terjadi pada janin, susunan sel maupun kandungan lain dalam cairan ketuban juga akan berubah.
Prosedur amniosentesis umumnya dilakukan untuk:
Sampel air ketuban akan diambil melalui amniosentesis dan diperiksa untuk mendeteksi ada tidaknya kelainan genetik. Contohnya, sindrom Down.
Amniosentesis dapat dilakukan untuk memeriksa kondisi pematangan paru janin. Pemeriksaan ini akan mendeteksi apakah paru-paru janin sudah berkembang dan bisa berfungsi dengan baik saat persalinan. Contohnya pada bayi yang harus dilahirkan secara prematur.
Pada beberapa kasus, amniosentesis bertujuan memeriksa ada tidaknya infeksi atau kondisi medis lain pada janin. Contohnya, anemia pada janin dengan inkompatibilitas rhesus.
Polihidramnion adalah kondisi medis yang ditandai dengan jumlah cairan ketuban yang berlebih. Amniosentesis dilakukan untuk mengeluarkan air ketuban yang berlebihan tersebut dari dalam rahim.
Amniosentesis dapat dilakukan sebagai tes DNA untuk memperoleh DNA dari janin dan membandingkannya dengan DNA calon ayah.
Prosedur amniosentesis yang dilakukan untuk memeriksa kondisi genetik janin biasanya dilakukan saat usia kehamilan memasuki 15-20 minggu. Prosedur ini disarankan bagi pasien dengan kondisi-kondisi berikut:
Amniosentesis dilakukan untuk konfirmasi adanya kelainan genetik bagi pasien dengan hasil skrining genetik yang positif.
Pasien yang memiliki riwayat kelainan genetik atau defek tabung saraf (kondisi medis yang ditandai dengan kelainan pada otak dan saraf tulang belakang janin) akan disarankan untuk melakukan pemeriksaan ini.
Bayi yang lahir dari ibu berusia 35 tahun atau lebih memiliki risiko lebih tinggi mengalami kelainan genetik, seperti sindrom Down.
Selain dapat mengidentifikasi sindrom Down dan defek tabung saraf seperti spina bifida, amniosentesis juga dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit genetik lainnya.
Pasien dengan hasil pemeriksaan ultrasonografi yang tidak normal juga dianjurkan melakukan amniosentesis untuk memastikan kelainan yang dimiliki janin.
Pada kondisi tertentu, ibu hamil bisa disarankan untuk melahirkan lebih cepat guna menyelamatkan janin maupun diri sendiri. Saat hal ini terjadi, dokter dapat menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan amniosentesis untuk melihat apabila paru-paru janin sudah memungkinkan untuk berfungsi normal di luar rahim.
Pemeriksaan ini umumnya dilakukan antara minggu ke-32 dan ke-39 guna mencegah komplikasi selama kelahiran.
Pasien yang berencana menjalani amniosentesis pada usia kehamilan di bawah 20 minggu perlu menjaga agar kandung kemihnya penuh selama prosedur. Kondisi ini bertujuan menyokong rahim. Pasien akan disarankan untuk banyak minum air putih sebelum amniosentesis.
Sementara itu, pasien yang akan menjalani amniosentesis pada usia kehamilan di atas 20 minggu perlu mengosongkan kandung kemih. Langkah ini dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan tertusuknya kandung kemih selama prosedur.
Prosedur amniosentesis biasanya dilakukan di rumah sakit atau klinik. Prosedur ini hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit dengan langkah-langkah di bawah ini:
Setelah amniosentesis, rawat inap lanjutan tidak diperlukan dan pasien bisa pulang ke rumah di hari yang sama.
Sesudah amniosentesis, dokter akan terus memantau denyut jantung janin dengan ultrasonografi. Pasien mungkin akan merasa nyeri atau kram pada perut pascaprosedur.
Pasien dapat kembali melakukan aktivitas normal segera setelah prosedur. Namun olahraga berat dan aktivitas seksual perlu dihindari selama 1-2 hari setelah amniosentesis.
Dokter akan membawa sampe cairan ketuban ke laboratorium dan hasil akan keluar beberapa hari atau minggu setelahnya. Segera hubungi dokter yang memeriksa apabila setelah prosedur Anda mengalami gejala komplikasi seperti:
Tiap tindakan medis tetap memiliki risiko tersendiri, termasuk amniosentesis. Meski jarang terjadi, sederet risiko amniosentesis di bawah ini perlu diwaspadai:
Medline Plus. https://medlineplus.gov/ency/article/003921.htm
Diakses pada 29 April 2020
NHS. https://www.nhs.uk/conditions/amniocentesis/
Diakses pada 29 April 2020
Mayo Clinic. https://www.mayoclinic.org/tests-procedures/amniocentesis/about/pac-20392914
Diakses pada 29 April 2020
Healthline. https://www.healthline.com/health/amniocentesis
Diakses pada 29 April 2020
Harvard Health Publishing. https://www.health.harvard.edu/medical-tests-and-procedures/amniocentesis-a-to-z
Diakses pada 29 April 2020