1 Jun 2021
Ditinjau oleh dr. Karlina Lestari
Di Indonesia, sleep paralysis juga dikenal dengan istilah ketindihan
Sleep paralysis adalah kondisi yang ditandai dengan tubuh sulit bergerak saat awal tidur atau kesulitan saat akan bangun tidur. Ketika mengalaminya, kesadaran serta indra-indra penderita tetap bekerja, tapi tubuh terasa seperti ditekan sehingga penderita menjadi sulit bernapas. Kondisi ini juga dapat disertai oleh halusinasi dan rasa takut.
Di Indonesia, sleep paralysis sering disebut ketindihan saat tidur. Kondisi ini tidak membahayakan nyawa, namun bisa menimbulkan gangguan kecemasan. Sleep paralysis juga bisa timbul seiring dengan gangguan tidur lain seperti narkolepsi.
Gangguan tidur ini kerap mulai dialami saat penderita masih kecil. Lalu, pada usia 20-30 tahun, sleep paralysis menjadi lebih sering terjadi. Meski begitu, ketindihan bukanlah kondisi medis yang serius.
Gejala sleep paralysis bisa meliputi:
Gejala yang paling umum muncul biasa terjadi saat seseorang bangun tidur atau sedang terlelap. Penderita ketindihan bisa tetap sadar, tapi tidak mampu bergerak atau bicara.
Gejala ketindihan bisa terjadi selama beberapa detik hingga beberapa menit. Penderita akan kembali dapat bergerak dan berbicara seperti biasa setelahnya, tapi rasa cemas dan ketakutan untuk kembali tidur mungkin terus berlanjut.
Hingga kini, penyebab sleep paralysis belum diketahui dengan jelas. Namun para pakar enduga bahwa kondisi ini berkaitan dengan sejumlah faktor.
Faktor-faktor risiko sleep paralysis tersebut meliputi:
Kondisi ketindihan dipercaya berkaitan dengan gangguan pada siklus tidur. Saat tidur, manusia akan melalui berbagai tahap, termasuk REM (rapid eye movement).
Saat memasuki tahap REM, tubuh akan mengalami paralisis. Akibatnya, penderita tidak bisa menggerakan tubuh saat bermimpi. Pada kondisi ini, otot akan mengalami relaksasi yang dinamakan kondisi atonia.
Tidak hanya saat tidur, atonia juga dapat terjadi saat seseorang terjaga. Inilah yang membuat penderita tidak bisa bergerak meski sedang sadar dan digambarkan sebagai ketindihan.
Masalah psikologis diyakini berhubungan erat dengan sleep paralysis, seperti gangguan kecemasan, depresi, PTSD, serta serangan panik.
Orang yang menyalahgunakan obat-obatan dan alkohol dikatakan lebih rentan untuk mengalami ketindihan.
Pada kebanyakan kasus, sleep paralysis terjadi saat penderita tidur dengan posisi terlentang. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa gangguan tidur ini juga bisa terjadi pada orang yang tidur tengkurap dan miring.
Durasi tidur yang kurang dapat menjadi salah satu faktor risiko sleep paralysis. Begitu juga dengan orang yang memiliki jadwal tidur yang tidak teratur atau berubah-ubah.
Sleep paralysis dipercaya berhubungan dengan gangguan tidur lain, seperti apnea tidur, insomnia, dan narkolepsi.
Jika memiliki anggota keluarga kandung yang sering ketindihan, seseorang juga diduga dapat mengalami kondisi serupa.
Sleep paralysis umumnya tidak termasuk sebagai kondisi medis. Tapi jika kondisi ini sudah mengganggu rutinitas seseorang, konsultasi ke dokter mungkin diperlukan.
Dokter dapat melakukan langkah-langkah pemeriksaan di bawah ini untuk menentukan diagnosis sleep paralysis:
Dokter akan menanyakan hal-hal berikut: durasi dan frekuensi ketindihan, riwayat medis pasien maupun keluarga, serta penggunaan obat-obatan.
Polysomnogram atau sleep study diperlukan untuk mengumpulkan data tidur pasien agar bisa dianalisis. Metode ini dilakukan dengan mencatat gelombang otak, detak jantung, dan pernapasan pasien selama tidur.
Elektromiogram (EMG) akan menunjukkan aktivitas listrik di dalam otak pasien. Jika aktivitasnya sangat rendah, pasien kemungkinan besar mengalami ketindihan.
Metode MSLT bertujuan mengetahui seberapa cepat pasien bisa tidur siang. Kondisi ini dapat membantu dalam menunjukkan jenis tidur sekaligus ada tidaknya gejala narkolepsi.
Advertisement
Pengobatan sleep paralysis secara medis mungkin tidak dibutuhkan. Pasalnya, kondsi ini dapat membaik sendiri seiring waktu.
Dokter mungkin bisa menganjurkan penanganan sebagai berikut:
Sederet penanganan mandiri di bawah ini bisa Anda coba untuk mengurangi risiko munculnya ketindihan:
Jika diperlukan, dokter dapat merekomendasikan beberapa langkah penanganan berikut sleep paralysis tidak mengurangi kualitas tidur:
Sleep paralysys yang terus terjadi bisa menyebabkan komplikasi berupa:
Karena penyebabnya tidak diketahui, cara mencegah sleep paralysis juga belum tersedia. Namun Anda bisa mengurangi risikonya dengan langah-langkah berikut:
Pada kebanyakan kasus, sleep paralysis hanya terjadi sesekali. Kondisi ini juga tidak berbahaya dan umumnya bukan pertanda dari penyakit tertentu.
Meski begitu, tidak ada salahnya bila Anda memeriksakan diri ke dokter jika:
Sebelum melakukan kunjungan ke dokter, persiapkan beberapa hal di bawah ini:
Dokter kemungkinan akan mengajukan pertanyaan berikut:
Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan menganjurkan pemeriksaan penunjang. Langkah ini bertujuan memastikan diagnosis sleep paralysis agar penanganan yang tepat bisa diberikan.
Advertisement
Penyakit Terkait
Artikel Terkait
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved