1 Jun 2021
Ditinjau oleh dr. Reni Utari
Sindrom mielodisplasia umumnya menyerang kalangan lanjut usia
Sindrom mielodisplasia adalah kondisi yang ditandai dengan adanya kegagalan pembentukan sel darah yang normal. Kondisi ini disebabkan oleh kelainan pada sumsum tulang, dan umumnya menyerang orang di atas 65 tahun.
Sumsum tulang merupakan bagian berongga di dalam tulang, seperti tulang panggul, paha, dan tulang belakang, Sumsum tulang berfungsi menghasilkan berbagai jenis sel darah, seperti:
Sumsum tulang harus memproduksi sel darah dalam jumlah dan bentuk yang tepat agar dapat berfungsi dengan baik. Pasien dengan sindrom mielodisplasia mengalami kelainan pada sumsum tulang, sehingga produksi sel darah tidak berjalan dengan baik. Pada kondisi ini, sel darah yang dihasilkan berjumlah tidak normal atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Sindrom ini dikelompokkan tergolong satu jenis kanker darah yang langka. Tidak hanya satu jenis, sindrom mielodisplasia dibagi lagi menjadi beberapa tipe berbeda. Sebagian dapat terus berada dalam fase ringan selama bertahun-tahun, namun sebagian lagi bisa berkembang menjadi kondisi yang lebih serius.
Kondisi ini dapat terjadi perlahan-lahan atau secara agresif. Pada beberapa orang, sindrom mielodisplasia bahkan dapat berkembang menjadi salah satu jenis leukimia bernama acute myeloid leukemia (AML).
Gejala sindrom mielodisplasia tergantung pada jenisnya. Pada sebagian besar pasien, keluhan bersifat ringan atau bahkan tidak bergejala pada tahap awal. Gejala kemudian memburuk seiring waktu.
Gejala yang muncul akibat kegagalan pembentukan sel darah merah dapat berupa:
Gejala yang muncul akibat kegagalan pembentukan sel darah putih dapat berupa tubuh yang lebih sering mengalami infeksi.
Gejala yang muncul akibat kegagalan pembentukan keping darah dapat berupa:
Pada beberapa pasien, sindrom mielodisplasia tidak menimbulkan gejala apapun dan baru terdeteksi setelah menjalani tes darah untuk keperluan medis lainnya.
Pada beberapa kasus, penyebab sindrom mielodisplasia tidak diketahui. Pada orang normal, sumsum tulang menghasilkan sel darah muda yang akan menjadi sel darah matur (dewasa) seiring waktu.
Sindrom mielodisplasia diperkirakan terjadi karena ada gangguan proses pematangan sel darah tersebut. Akibatnya, sel darah mati dalam sumsum tulang atau sesaat setelah memasuki pembuluh darah.
Semakin lama, sel darah muda semakin banyak ditemukan dalam pembuluh darah daripada sel darah dewasa yang normal. Inilah yang akan menimbulkan berbagai gejala pada penderita sindrom mielodisplasia.
Para pakar kesehatan menduga bahwa ada beberapa faktor yang bisa memengaruhi risiko seseorang untuk mengalami sindrom mielodisplasia. Faktor-faktor tersebut meliputi:
Berdasarkan tipe sel darah yang terlibat, World Health Organization (WHO) mengelompokkan sindrom mielodisplasia ke dalam beberapa jenis berikut:
Pada jenis ini, hanya satu jenis sel darah saja yang mengalami gangguan. Gangguan berupa jumlah yang sedikit dan tampak tidak normal ketika dilihat dengan mikroskop.
Pada jenis ini, 2 atau 3 sel darah yang mengalami gangguan.
Karakteristik khas dari sindrom mielodisplasia jenis ini adalah adanya sel darah merah dalam sumsum tulang yang mengandung zat besi berlebih berbentuk cincin yang dikenal dengan sebutan ring sideroblasts.
Pasien dengan sindrom mielodisplasia jenis ini memiliki sel darah merah dalam jumlah sedikit dengan mutasi pada DNA-nya.
Pada sindrom mielodiplasia jenis ini, sel darah merah, sel darah putih, atau keping darah berjumlah sedikit dan tampak tidak normal ketika dilihat dengan mikroskop.
Selain itu, sel blast, (sel darah yang sangat muda) ditemukan di pembuluh darah dan sumsum tulang.
Jenis sindrom mielodisplasia ini sangat jarang ditemukan. Pada jenis ini, terdapat satu jenis sel darah yang berjumlah sedikit dan sel darah putih atau keping darah yang tampak tidak normal ketika dilihat dengan mikroskop.
Untuk memastikan diagnosis sindrom mielodisplasia, dokter akan melakukan langkah-langkah di bawah ini:
Dokter akan menanyakan gejala dan riwayat medis pasien serta keluarga.
Pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk mencari kemungkinan penyebab lain dari gejala yang dialami oleh pasien.
Tes darah dilakukan untuk melihat jumlah masing-masing sel darah pasien.
Dokter akan mengambil sampel sumsum tulang pasien, biasanya dari tulang panggul atau tulang dada. Sampel ini lalu diperiksa di bawah mikroskop.
Pemeriksaan genetik dari sel sumsum tulang pasien dilakukan bila dibutuhkan.
Advertisement
Cara mengobati sindrom mielodisplasia tergantung pada jenis, risiko acute myeloid leukemia (AML), dan kondisi medis lain yang dimiliki oleh pasien. Pengobatan ini bertujuan mengembalikan jumlah serta jenis sel darah dalam pembuluh darah agar normal sekaligus mengatasi gejala yang muncul.
Bila sindrom mielodisplasia memiliki risiko rendah untuk berkembang menjadi AML, pasien mungkin tidak memerlukan pengobatan pada tahap awal penyakit. Dokter akan memantau kondisinya melalui tes darah rutin.
Terapi suportif dilakukan untuk meredakan gejala yang dirasakan. Terapi suportif tersebut meliputi:
Beberapa jenis obat yang dapat diberikan meliputi:
Lenalidomide adalah obat yang dapat mempengaruhi fungsi sistem kekebalan tubuh. Obat ini diberikan pada penderita sindrom mielodisplasia yang mengalami kelainan kromosom berupa penghilangan kromosom 5q.
Kelainan kromosom tersebut biasanya memicu anemia berat yang membutuhkan transfusi darah rutin.
Azaticidine adalah obat jenis hypomethylating agent yang disuntikkan di bawah kulit. Obat ini diberikan pada pasien dengan sindrom mielodisplasia berat untuk memperbaiki produksi sel darah dan memperlambat perburukan penyakit.
Penderita sindrom mielodisplasia yang berisiko terkena AML mungkin akan disarankan untuk menjalani kemoterapi. Prosedur ini melibatkan pemberian obat yang dapat menghancurkan sel darah muda dengan menghentikan pertumbuhannya.
Setelah kemoterapi, perawatan dapat dilanjutkan dengan prosedur transplantasi sumsum tulang. Prosedur ini melibatkan penggantian sel darah abnormal dengan sel darah normal dari pendonor.
Jika dibiarkan, sindrom mielodisplasia dapat menyebabkan komplikasi berupa:
Jumlah sel darah merah yang rendah dapat menyebabkan kondisi anemia. Kondisi ini menyebabkan pasien merasa lelah.
Jumlah sel darah putih yang terlalu sedikit akan membuat risiko terjadinya infeksi meningkat.
Sel keping darah berperan dalam pembekuan darah dan menghentikan perdarahan. Jumlah keping darah yang rendah dapat memicu terjadinya perdarahan berlebih.
Beberapa pasien dengan sindrom mielodisplasia mungkin mengalami kanker darah (leukimia) di kemudian hari.
Hingga saat ini, cara mencegah sindrom mielodisplasia belum tersedia. Namun beberapa hal di bawah ini dipercaya dapat membantu dalam menurunkan risikonya:
Kebiasaan merokok dipercaya dapat meningkatkan risiko seseorang untuk terkena sindrom mielodisplasia serta kanker lainnya.
Bahan kimia seperti benzena, dapat menyebabkan kanker. Jadi perlu dihindari sebisa mungkin.
Radioterapi maupun kemoterapi juga dikatakan dapat meningkatkan risiko sindrom mielodisplasia. Namun manfaat kedua metode pengobatan kanker ini umumnya lebih besar daripada kemungkinan terjadinya sindrom mielodisplasia.
Oleh karena itu, radioterapi dan kemoterapi tetap mungkin untuk dianjurkan untuk mengaasi kanker.
Periksakan diri Anda ke dokter apabila Anda merasa mengalami gejala yang serupa dengan kondisi ini.
Sebelum pemeriksaan, Anda dapat mempersiapkan beberapa hal di bawah ini:
Dokter akan mengajukan sejumlah pertanyaan berikut:
Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan menganjurkan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis sindrom mielodisplasia. Dengan ini, penanganan bisa diberikan secara tepat.
Advertisement
Dokter Terkait
Penyakit Terkait
Artikel Terkait
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved