Sanfilippo syndrome, dikenal juga dengan nama mucopolysaccharidosis tipe III adalah kondisi genetik langka yang menyebabkan gangguan metabolisme sel tubuh. Kondisi ini menyebabkan penderitanya tidak dapat memetabolisme atau menghancurkan molekul gula tertentu.
Ada 4 subtipe dari Sanfilippo syndrome, yaitu subtipe A, B, C, dan D. Setiap subtipe tadi disebabkan oleh kekurangan suatu enzim dalam tubuh dan masing-masing memiliki tingkat keparahan yang berbeda. Gejala yang dialami tiap penderita juga berbeda-beda, tetapi pada umumnya bersifat progresif yaitu akan memburuk seiring waktu.
Dari ke-4 subtipe, Sanfilippo syndrome tipe A paling sering ditemui, dengan persentase lebih dari setengah dari semua kasus. Tipe B dan C lebih langka ditemui, begitu juga tipe D yang merupakan subtipe paling langka.
Penderita Sanfilippo syndrome umumnya tidak menampakkan gejala saat mereka lahir. Gejala baru akan muncul saat masa kanak-kanak. Kondisi ini ditandai dengan keterlambatan bicara serta masalah-masalah perilaku seperti hiperaktif, sering cemas, agresif, serta beberapa karakteristik autisme.
Penderita Sanfilippo syndrome memiliki angka harapan hidup yang berbeda tergantung subtipe yang mereka derita. Suatu penelitian mengindikasikan bahwa rata-rata umur penderita subtipe A dari kondisi ini berkisar antara 11-19 tahun. Penderita tipe B atau C memiliki angka harapan hidup yang lebih tinggi, dengan kisaran antara 11-34 tahun.
Penelitian yang sama tidak menyebutkan angka harapan hidup bagi penderita subtipe D, tetapi diperkirakan bahwa penderita subtipe ini dapat mencapai masa remaja atau masa awal dewasa. Belum ditemukan cara untuk mengobati Sanfilippo syndrome. Hingga sekarang para ahli kesehatan masih bekerja keras untuk mencari cara pengobatan yang efektif untuk kondisi ini.
Sanfilippo syndrome diderita seseorang sejak lahir, tetapi gejalanya baru akan muncul saat mereka berusia 2-6 tahun.
Gejala awal Sanfilippo syndrome dapat meliputi:
Gejala yang muncul dapat memburuk seiring anak bertambah usia, meskipun tingkat keparahan kondisinya dapat bervariasi. Masalah perkembangan pada penderita Sanfilippo syndrome dapat dibagi menjadi 3 tahap, antara lain:
Tubuh memproduksi sekumpulan molekul gula yang disebut glikosaminoglikan, atau disebut juga mukopolisakarida. Molekul ini memiliki beberapa fungsi, yaitu:
Tubuh memproduksi glikosaminoglikan secara terus-menerus, dan setelah molekul ini menjalankan fungsinya, tubuh akan menghancurkannya lewat proses metabolisme.Satu jenis dari glikosaminoglikan adalah heparan sulfat.
Sanfilippo syndrome dapat terjadi apabila terdapat mutasi pada gen yang bertugas membuat enzim yang dapat menghancurkan heparan sulfat. Mutasi ini dapat menyebabkan enzim tadi terganggu fungsinya atau sama sekali tidak ada dalam tubuh.
Hal ini lantas menyebabkan penumpukan heparan sulfat dalam sel tubuh, khususnya pada lisosom. Lisosom adalah suatu bagian sel yang berfungsi mengurai protein, karbohidrat, dan sel tubuh lain yang telah mati.
Terganggunya fungsi lisosom tadi kemudian akan menyebabkan sekumpulan kondisi yang disebut gangguan penyimpanan lisosom. Akibatnya, fungsi sel tubuh pun terganggu dan mulai menunjukkan sejumlah gejala Sanfilippo syndrome.
Berdasarkan tipenya, berikut jenis gen bermutasi yang memicu gejala Sanfilippo syndrome:
Mutasi gen pada Sanfilippo syndrome dapat diturunkan dengan pola autosomal resesif. Hal ini berarti seorang anak dapat mengalami Sanfilippo syndrome jika mewarisi satu salinen gen yang bermutasi dari masing-masing orangtua.
Tiap anak yang dilahirkan dari pasangan yang memiliki gen bermutasi memiliki peluang sebesar 25% untuk menjadi penderita Sanfilippo syndrome.
Baca juga: Mengenal Proses Metabolisme Tubuh Hingga Gangguannya
Seseorang yang memiliki keluarga dengan riwayat Sanfilippo syndrome memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kondisi tersebut.
Dalam mendiagnosis Sanfilippo syndrome, dokter akan melakukan sejumlah pemeriksaan berikut:
Baca jawaban dokter: Apakah setiap orang wajib melakukan skrining genetik?
Advertisement
Hingga saat ini belum diketahui cara untuk mengobati Sanfilippo syndrome hingga betul-betul sembuh. Tetapi, para peneliti telah melakukan berbagai percobaan stem cell atau sel punca pada binatang dan sel.
Percobaan-percobaan tadi menunjukkan hasil bahwa terapi penggantian enzim serta terapi gen dapat membantu meringankan gejala yang dialami pasien sekaligus meningkatkan kualitas hidup mereka.
Terapi penggantian enzim dilakukan lewat suntikan atau infus diduga dapat menstabilkan kondisi pasien. Pasalnya, enzim yang dimasukkan dapat membantu tubuh memetabolisme heparan sulfat sampai terapi selanjutnya.
Sementara itu, terapi gen dapat menggantikan gen pasien yang bermasalah dengan gen yang sehat. Hal ini memungkinkan tubuh pasien dapat memetabolisme heparan sulfat dengan sendirinya. Meski begitu, kedua metode tadi masih memerlukan lebih banyak penelitian terutama terhadap pasien manusia.
Jika tidak ditangani, Sanfilippo syndrome dapat menyebabkan berbagai komplikasi seperti:
Baca juga: Penyakit Genetik Bukan Kiamat, Hidup Tetap Bisa Berkualitas
Sanfilippo syndrome tidak dapat dicegah karena kondisi ini bersifat diturunkan. Tetapi, Anda dapat meminimalkan peluang terjadinya kondisi ini dengan memeriksa riwayat medis keluarga Anda.
Jika Anda khawatir anak Anda menjadi penderita Sanfilippo syndrome, segera hubungi dokter spesialis anak. Dokter dapat mengevaluasi kondisi anak Anda dan membahas langkah-langkah penanganan yang tepat untuk anak Anda.
Sebelum pemeriksaan ke dokter, Anda dapat mempersiapkan beberapa hal di bawah ini:
Dokter akan mengajukan sejumlah pertanyaan berikut:
Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan menganjurkan pemeriksaan penunjang. Langkah ini bertujuan memastikan diagnosis Sanfilippo syndrome agar penanganan yang tepat bisa diberikan.
Advertisement
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved