1 Jun 2021
Ditinjau oleh dr. Karlina Lestari
PTSD dapat menimbulkan kenangan buruk yang membuat stres dan terkadang dapat menjurus ke depresi.
Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) atau gangguan stress pascatrauma adalah gangguan psikologis yang dialami oleh seseorang setelah mengalami kejadian traumatis.
Kejadian traumatis yang dapat memicu PTSD bisa berbagai hal, misalnya mengalami kekerasan fisik atau kekerasan seksual, menjadi korban bencana alam, hingga terlibat atau menyaksikan kejadian yang mengerikan, seperti peperangan, kecelakaan, terorisme, dan insiden lainnya yang mengancam nyawa. Orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dekat dengan kematian, seperti dokter forensik atau penyidik kepolisian, juga mungkin berisiko mengalami PTSD.
Penderita PTSD umumnya akan mengingat kembali pengalaman traumatis mereka secara terus menerus, baik itu dalam mimpi buruk atau kilas balik (flashback). Hal ini dapat menyebabkan orang tersebut memiliki emosi yang kurang stabil atau bahkan tidak mampu memunculkan emosi sama sekali.
Gangguan stres pascatrauma bisa berlangsung selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah insiden terjadi. Maka dari itu, kebanyakan orang dengan PTSD bisa menghadapi kesulitan menjalani kehidupan yang normal. Meski demikian, psikoterapi dan obat-obatan seringkali bekerja efektif dalam menangani kondisi ini.
PTSD tidak hanya dapat berdampak pada orang-orang yang mengalami peristiwa traumatis tersebut. Menyaksikan sebuah kejadian mengerikan juga dapat menyebabkan psikis terguncang dan memunculkan gejala PTSD serupa dengan orang yang mengalaminya secara langsung.
Tidak semua orang yang mengalami atau menyaksikan kejadian traumatis akan mengalami PTSD. Secara umum, seseorang dikatakan mengalami gangguan stres pascatrauma jika setelah satu bulan setelah insiden masih terus teringat dan merasakan efek stresnya.
Apabila dalam jangka waktu satu bulan orang tersebut berhasil lepas dari trauma dan efeknya, kondisi yang dialami bukanlah PTSD melainkan gangguan stress akut.
Meski begitu, gangguan stress akut yang dialami bisa saja berkembang menjadi PTSD sewaktu-waktu.
Berdasarkan panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders – Fifth Edition (DSM-5) yang dipergunakan oleh Asosiasi Psikiater Amerika (American Psychiatrist Association), gejala PTSD dapat digolongkan dalam empat kategori:
1. Gejala terkait trauma dan ingatan terhadap trauma tersebut.
Untuk lebih spesifik, terdapat adanya pemicu yang menyebabkan gejala berikut:
Gejala-gejala tersebut dapat dipicu oleh kata-kata, benda, tempat, atau situasi yang mengingatkan penderita akan traumanya. Gejala bahkan juga dapat dipicu oleh pikiran penderita sendiri.
2. Gejala terkait tindakan penghindaran.
Penghindaran adalah salah satu mekanisme coping untuk mengelak dari situasi atau masalah yang berisiko menimbulkan stres dan dapat memicu ingatan mengenai trauma.
Oleh karena itu, penderita PTSD akan cenderung::
Gejala ini menyebabkan adanya perubahan rutinitas atau kegiatan sehari-hari secara drastis. Misalnya, penderita yang mengalami PTSD akibat tabrakan mobil menjadi tidak ingin menyetir atau bahkan tidak ingin masuk ke dalam mobil.
3. Gejala terkait stimulus panca indera (arousal).
Gejala kategori ini terkait dengan gangguan kecemasan yang dialami penderita. Gejala-gejala tersebut diantaranya:
4. Gejala terkait perubahan kognitif dan suasana hati.
PTSD adalah gangguan kejiwaan yang dapat memengaruhi kestabilan emosi dan kemampuan kognitif penderita. Gejala yang dapat muncul terkait perubahan ini adalah:
Gangguan PTSD bisa juga terjadi pada anak-anak.
Selain gejala umum di atas, ada beberapa gejala yang khusus tampil hanya pada anak-anak. Gejala yang muncul pun bisa tergantung pada usia anak saat mengalaminya.
Pada anak berusia dibawah enam tahun, gejala tambahan yang bisa dialami antara lain:
Sedangkan untuk anak usia 6-11 tahun, gejala tambahan yang dialami bisa berupa:
Selain gejala tambahan tersebut, anak-anak tetap bisa merasakan gejala yang dialami oleh orang dewasa.
Munculnya beberapa gejala-gejala tersebut setelah mengalami kejadian traumatis memang normal. Namun apabila gejala tersebut tetap berlanjut atau bertambah parah setelah satu bulan, mengganggu kehidupan sehari-hari, dan tidak disebabkan oleh obat-obatan, penyakit, atau hal-hal lain kecuali trauma tersebut, gejala yang dialami merupakan pertanda gangguan PTSD.
Biasanya, gangguan stres pascatrauma juga diikuti dengan gangguan mental lainnya, seperti depresi dan kecemasan.
Penyebab munculnya PTSD setelah mengalami kejadian trauma belum diketahui pasti. Berdasarkan buku Essentials of Abnormal Psychology Edisi ke-8, PTSD cenderung terjadi apabila kondisi mental atau fisik seseorang tidak dalam keadaan baik pada saat mengalami trauma.
Meski begitu, tidak semua orang yang kondisi mental atau psikisnya rentan pasti akan selalu mengalami PTSD. Di sisi lain, orang-orang yang sehat secara mental dan fisik pun juga bisa mengalami stres berat setelah melalui kejadian traumatis.
Pasalnya, cara kerja otak setiap orang untuk memproduksi bahan kimia dan hormon yang dilepaskan sebagai respons terhadap stres bisa berbeda-beda.
Umumnya kejadian-kejadian yang bisa menyebabkan trauma di antaranya adalah:
Gangguan stres pascatrauma adalah gangguan mental yang dapat memengaruhi siapa pun tanpa pandang usia, status, dan jenis kelamin setelah mengalami kejadian mengerikan.
Mengalami, melihat, atau mengetahui tentang suatu peristiwa yang melibatkan kematian atau ancaman kematian yang nyata baik pada diri sendiri atau orang terdekat juga dapat menjadi trauma.
Risiko trauma berkembang menjadi gangguan akan semakin tinggi jika ada faktor-faktor berikut:
Seseorang akan didiagnosis mengalami PTSD jika:
Diagnosis PTSD hanya dapat ditegakkan oleh dokter spesialis kejiwaan atau psikiater.
Advertisement
Apabila seseorang sudah didiagnosa mengalami gangguan PTSD, orang tersebut akan diberikan pengobatan secara psikologis. Terapi jenis psikoterapi bisa bermacam-macam, namun yang paling sering dipergunakan adalah:
Apabila diperlukan, penderita gangguan PTSD juga bisa mendapat bantuan melalui pemberian obat, seperti antidepresan berupa sertraline, fluoxetine, venlafaxine dan paroxetine untuk membantu mengendalikan emosi, mengurangi rasa cemas, dan kesulitan tidur.
Pada beberapa kasus, dokter dapat meresepkan obat untuk mencegah mimpi buruk yaitu prazosin.
Obat-obatan tersebut bisa diberikan sambil menjalani terapi psikologis.
Beberapa latihan dan kegiatan berikut dipercaya dapat membantu meringankan gejala yang mungkin muncul akibat PTSD, meliputi:
Jika Anda memiliki orang terdekat yang mengalami PTSD, beberapa cara berikut dapat Anda lakukan untuk membantu mereka menjalani keseharian dengan lebih baik.
Gejala gangguan PTSD dapat mengganggu kehidupan sehari-hari, terutama dalam berinteraksi dengan orang lain. Gangguan stress yang parah tidak dapat hilang begitu saja, dan jika dibiarkan dapat berdampak besar pada segala aspek dan kualitas hidup.
Tak hanya itu, gangguan PTSD pun dapat menyebabkan atau memperparah gangguan mental lainnya, seperti:
PTSD dapat muncul akibat kejadian traumatik yang dialami seseorang, sehingga pencegahan gangguan mental ini tidak bisa dilakukan dengan mudah. Meski demikian, efek dan berapa lama seseorang mengalami gangguan ini bisa diminimalisasi dengan dukungan mental.
Dukungan tersebut dapat berupa kesempatan dimana penderita gejala PTSD bisa mencurahkan emosinya. Curahan emosi ini dapat membantu kondisi mental tetap stabil. Dukungan bisa muncul dari hasil konsultasi dengan ahli, atau dari saling curah pikiran dengan teman, keluarga, dan kolega.
Merasakan trauma setelah mengalami kejadian yang mengerikan adalah hal yang normal. Akan tetapi apabila trauma terus menerus terngiang-ngiang, mulai mengganggu pikiran, dan sudah berlangsung lebih dari satu bulan, ada baiknya konsultasikan ke psikolog terdekat.
Sebelum berkonsultasi dengan dokter dan ahli kesehatan mental lainnya, Anda dapat membuat daftar berisikan gejala-gejala yang anda alami beserta lamanya gejala tersebut berlangsung, peristiwa-peristiwa yang membuat Anda merasakan ketakutan dan ketidakberdayaan yang sangat hebat (baik itu peristiwa baru-baru ini ataupun yang sudah lama berlalu), hal-hal yang berhenti dilakukan atau dihindari karena stres, informasi kesehatan fisik dan mental, obat-obatan atau zat-zat yang dikonsumsi beserta dosisnya.
Selain itu, Anda juga bisa menanyakan pertanyaan-pertanyaan berikut kepada dokter dan ahli kesehatan mental lainnya, seperti:
Dokter dan ahli kesehatan mental mungkin akan menanyakan beberapa pertanyaan berikut ini:
Advertisement
Dokter Terkait
Penyakit Terkait
Artikel Terkait
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved