Paraplegia adalah gangguan fungsi sensorik atau motorik pada tungkai bawah (kaki). Fungsi motorik berperan menggerakkan bagian tubuh. Sementara fungsi sensorik berperan dalam merasakan sensasi.
Pada gangguan fungsi sensorik, kondisi ini dapat berupa hilangnya sensasi ataupun perubahan sensasi, seperti sensasi terhadap nyeri, suhu, dan sentuhan.
Paraplegia dikenal juga dengan sebutan paralisis parsial. Paraplegia disebabkan oleh kerusakan saraf tulang belakang (medulla spinalis) pada level tulang belakang toraks 1 (T1) sampai lumbar 5 (L5). Saraf tulang belakang merupakan saluran penghantar rangsangan dari otak menuju ke bagian tubuh sehingga anggota tubuh bisa digerakkan.
Sebaliknya, rangsangan berupa sensasi sentuhan, panas, dan getaran, masuk lewat kulit dan diantar melalui saraf tulang belakang menuju ke otak untuk dipersepsikan di otak. Jika terjadi kerusakan saraf otak maupun saraf tulang belakang, rangsangan tidak akan dapat diantarkan dengan baik.
Paraplegia merupakan kondisi yang tidak tetap. Seseorang dapat memiliki gejala yang berubah-ubah seiring berjalannya waktu.
Beberapa orang dapat sembuh dengan spontan, sedangkan pada sebagian penderita lainnya, tidak ada perbaikan meskipun telah menjalani terapi. Keadaan yang bervariasi tersebut dapat dipengaruhi oleh terapi maupun penyebab paraplegia itu sendiri.
Gejala paraplegia dirasakan pada tubuh bagian bawah, yakni dari pinggang hingga kaki. Sementara fungsi lengan dan tangan dalam batas normal. Gejala paraplegia meliputi:
Masalah lain yang dapat timbul pada orang dengan paraplegia adalah:
Paraplegia biasanya terkait dengan cedera pada otak atau saraf tulang belakang yang mencegah rangsangan saraf ke tubuh bagian bawah dan menyebabkan kelumpuhan. Penyebab cedera yang dapat memicu paraplegia adalah jatuh dan kecelakaan kendaraan bermotor. Penyebab lainnya adalah tindak kekerasan dan kecelakaan saat berolahraga.
Selain itu, paraplegia juga dapat disebabkan oleh kondisi kronis yang berlangsung lama. Penyebab paraplegia tersebut dapat berupa:
Paraplegia seringkali terkait dengan cedera saraf tulang belakang yang disebabkan oleh kecelakaan. Akan tetapi, beberapa faktor tertentu dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya cedera saraf tulang belakang yang dapat memicu paraplegia.
Beberapa faktor risiko paraplegia tersebut meliputi:
Cedera saraf tulang belakang dialami kebanyakan oleh laki-laki.
Kondisi ini paling sering dialami oleh orang-orang berusia 16-30 tahun.
Hal ini disebkan risiko jatuh yang paling sering dialami lansia.
Misalnya menyelam pada kedalaman yang terlalu dangkal atau berolahraga tanpa alat-alat keamanan yang memadai dan kurang berhati-hati. Kecelakaan kendaraan bermotor juga menjadi penyebab cedera saraf tulang belakang terbanyak bagi pasien berusia di bawah 65 tahun.
Cedera ringan dapat menyebabkan cedera saraf tulang belakang pada pasien dengan penyakit tulang atau sendi, seperti osteoporosis atau artritis (radang sendi).
Untuk menegakkan diagnosis paraplegia, dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan yang meliputi:
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai adanya infeksi, tumor, atau penyebab lain yang dapat menimbulkan paraplegia.
Pungsi lumbar adalah prosedur pengambilan cairan serebrospinal melalui tulang belakang bagian lumbar untuk diperiksa.
Pemeriksaan pencitraan yang dapat dilakukan meliputi:
Advertisement
Cedera pada saraf tulang belakang tidak selalu langsung diikuti oleh gejala yang nyata, seperti kebas atau kelemahan anggota gerak tubuh. Bahkan kerusakan lebih lanjut dapat terjadi jika ada perdarahan dan pembengkakan daerah tulang belakang.
Oleh karena itu, pertolongan medis sangat diperlukan dengan cepat jika terjadi cedera pada tulang belakang.
Terapi ditujukan pertama kali untuk mengatasi penyebab paraplegia. Jika terjadi cedera pada tulang belakang, bagian tulang belakang tidak boleh digerakkan karena akan memperparah kerusakan saraf tulang belakang.
Setelah itu, akan dilakukan terapi untuk membantu mengatasi keterbatasan pergerakan dengan memakai alat bantu. Contohnya, kursi roda dan fisioterapi.
Gangguan BAK dan BAB dapat diatasi dengan penggunaan kateter (selang urine) maupun program manajemen BAK dan BAB. Dengan program tersebut, penderita paraplegia dapat lebih mengendalikan pengeluaran BAK dan BAB.
Komplikasi paraplegia dapat berupa:
Cedera tulang belakang paling sering disebabkan oleh kecelakaan. Oleh sebab tu, pencegahan paraplegia dapat dilakukan dengan meminimalisir risiko cedera dengan cara memperhatikan lingkungan sekitar.
Menggunakan alat pelindung saat berolahraga dan memakai sabuk pengaman termasuk langkah penting untuk mencegah cedera serius yang diakibatkan oleh kecelakaan. Selain itu, hindari juga beraktivitas atau berkendara saat kondisi fisik kurang fit, mengantuk, atau di bawah pengaruh obat-obatan.
Cedera tulang belakang traumatik merupakan kegawatdaruratan. Ini berarti Anda harus segera mengunjungi fasilitas kesehatan terdekat jika mengalami cedera pada daerah tersebut.
Sebelum pemeriksaan, Anda dapat mempersiapkan beberapa hal di bawah ini:
Anda juga dapat meminta keluarga atau teman untuk mendampingi Anda saat berkonsultasi dengan dokter. Mereka bisa memberikan dukungan moral maupun membantu Anda dalam mengingat informasi yang disampaikan oleh dokter.
Dokter akan mengajukan sejumlah pertanyaan berikut:
Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan menganjurkan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis paraplegia. Dengan ini, penanganan bisa diberikan secara tepat.
Advertisement
Penyakit Terkait
Artikel Terkait
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved