Langerhans cell histiocytosis (histiositosis sel Langerhans, atau HSL) adalah penyakit langka yang terjadi ketika sel Langerhans tumbuh tanpa henti sehingga menumpuk di dalam tubuh.
Sel Langerhans adalah salah satu jenis sel darah putih yang berfungsi untuk mengatur sistem kekebalan dalam melawan infeksi. Sel Langerhans dapat ditemukan di seluruh tubuh, terutama di kulit, kelenjar getah bening, limpa, paru-paru, hati, dan sumsum tulang.
Histiositosis sel Langerhans umumnya disebabkan oleh mutasi atau perubahan yang terjadi pada gen yang mengontrol fungsi sel dendritik. Kondisi ini akan menyebabkan kelebihan sel Langerhans yang dapat merusak jaringan serta membentuk lesi, yaitu jaringan abnormal atau tumor yang disebut granuloma.
Kebanyakan lesi pada HSL dapat hilang dengan pengobatan yang tepat. Bahkan bisa hilang dengan sendirinya, apalagi jika lesi tersebut hanya terjadi di kulit. Namun, beberapa komplikasi dari kondisi tersebut, seperti diabetes insipidus atau efek lain dari kerusakan jaringan dan organ dapat bersifat permanen.
Baca juga: Mekanisme Sistem Imun (Daya Tahan Tubuh) dan Cara Meningkatkannya selama Pandemi
Gejala Langerhans cell histiocytosis dapat sangat bervariasi, tergantung pada seberapa banyak dan bagian tubuh mana yang terkena.
Kondisi ini dapat terjadi hampir di setiap organ, termasuk kulit, tulang, kelenjar getah bening, sumsum tulang, hati, limpa, paru-paru, saluran pencernaan, timus, sistem saraf pusat, dan kelenjar hormon.
Di bawah ini adalah gejala yang dapat muncul berdasarkan organ yang terpengaruh, antara lain:
1. Kulit
Langerhans cell histiocytosis pada kulit biasanya ditandai dengan munculnya papula (jenis jerawat) berwarna merah bersisik di area permukaan kulit yang sering bersentuhan atau bergesekan, misalnya lipatan kulit.
Pada bayi, gejala HSL sering muncul sebagai ruam merah bersisik, dan berkerak di kulit kepala. Akibatnya, dokter sering keliru menganggap kondisi ini sebagai cradle cap.
Pada anak-anak, ruam akibat kondisi ini sering dianggap sebagai gejala dermatitis seboroik atau eksim atopik. Pengobatan dermatitis seboroik atau eksim atopik tidak akan membuat gejala HSL membaik.
2. Tulang
Jaringan abnormal akibat Langerhans cell histiocytosis dapat mengenai tulang seperti tengkorak, tungkai bawah, tulang rusuk, panggul, atau tulang belakang. Kondis ini sering kali ditandai dengan rasa sakit, bengkak, terbatasnya gerakan, dan ketidakmampuan untuk menahan berat badan.
3. Kelenjar getah bening
Jika HSL menyerang sel Langerhans di kelenjar getah bening, beberapa gejala yang muncul umumnya berupa nyeri pada bagian kelenjar getah bening yang terdampak.
Kondisi ini dapat terjadi pada kelenjar getah bening di bagian mana pun. Akan tetapi, HSL paling umum terjadi di kelenjar getah bening serviks.
Biasanya, gejala ini muncul ketika histiositosis sel Langerhans kulit atau tulang telah menyebar ke kelenjar getah bening.
4. Hati
Jika menyerang hati, gejala yang dapat muncul meliputi asites, penyakit kuning, kadar protein rendah, dan waktu pembekuan darah yang lama.
5. Sistem saraf pusat (SSP) dan hormon
Gejala paling umum jika HSL menyerang sistem saraf pusat adalah munculnya masalah fungsi hormonal, seperti sering pipis (poliuria), merasa selalu haus (polidipsi), urin encer, dan hipernatremia.
6. Paru-paru
Langerhans cell histiocytosis pada paru sering terjadi pada orang dewasa dengan keberadaan jaringan abnormal pada paru sebagai satu-satunya gejala. Jika disertai dengan gejala lain, seperti batuk kronis, dispnea (kesulitan bernapas), nyeri dada, dan pneumotoraks berulang (adanya udara abnormal di rongga pleura antara paru-paru dan dinding dada) dokter mungkin mencurigai kondisi pasien sebagai salah satu penyakit paru.
Penyebab Langerhans cell histiocytosis tidak diketahui secara pasti dalam banyak kasus. Namun, berdasarkan data yang dihimpun dari Genetic and Rare Diseases Information Center, sekitar 50% kasus Langerhans cell histiocytosis disebabkan oleh mutasi somatik pada gen BRAF.
Normalnya, gen BRAF akan secara teratur memberikan instruksi untuk membuat protein yang mengontrol pertumbuhan dan perkembangan sel. Terjadinya mutasi somatik pada gen tersebut dapat menyebabkan protein BRAF di dalam sel yang terdampak menjadi terlalu aktif. Akibatnya, pada pasien Langerhans cell histiocytosis, sel Langerhans tumbuh dan membelah secara tidak terkendali.
Gen BRAF termasuk dalam kelas gen yang dikenal sebagai onkogen. Ketika bermutasi, onkogen berpotensi menyebabkan sel normal menjadi kanker.
Mutasi gen somatik pada HSL diperoleh selama masa hidup seseorang, yang berarti hal ini terjadi setelah pembuahan dan hanya ada dalam sel-sel tertentu. Kondisi ini bukanlah penyakit keturunan.
Selain itu, kasus histiositosis sel Langerhans juga dilaporkan dapat disebabkan oleh mutasi gen lain seperti MAP2K (sekitar 20%).
Baca juga: Penyakit Genetik Belum Tentu Turunan, Pastikan Anda Tahu Bedanya
Langerhans cell histiocytosis dapat terjadi pada semua usia tetapi paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir hingga usia 15 tahun.
Beberapa peneliti percaya bahwa faktor tertentu dapat meningkatkan risiko terjadinya histiositosis sel Langerhans, misalnya:
Langerhans cell histiocytosis umumnya didiagnosis melalui pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan untuk memeriksa tanda-tanda umum kesehatan, seperti benjolan atau hal lain yang tampak tidak biasa. Riwayat kebiasaan, kesehatan dan penyakit serta perawatan masa lalu pasien juga akan dianalisis.
Selain itu dokter juga akan melakukan sejumlah pemeriksaan penunjang seperti:
1. Pemeriksaan neurologis
Pasien akan mendapatkan serangkaian pertanyaan dan menjalani tes fungsi otak, sumsum tulang belakang, dan saraf. Pemeriksaan ini akan memeriksa status mental, koordinasi, dan kemampuan pasien untuk berjalan secara normal, serta seberapa baik otot, indra, dan refleks bekerja.
2. Hitung darah lengkap (CBC)
Pemeriksaan darah lengkap adalah sebuah prosedur pengambilan sampel darah untuk melihat dan menghitung beberapa komponen, seperti:
3. Pemeriksaan kimia darah
Tes ini dilakukan untuk mengukur jumlah zat tertentu yang dilepaskan ke dalam tubuh oleh organ dan jaringan dalam tubuh dalam sampel darah. Jumlah zat yang tidak biasa (lebih tinggi atau lebih rendah dari biasanya) dapat menjadi tanda penyakit.
4. Tes fungsi hati
Tes fungsi hati dilakukan dengan mengambil sampel darah untuk mengukur kadar zat tertentu yang dikeluarkan oleh hati. Tinggi atau rendahnya kadar zat ini bisa menjadi tanda adanya penyakit pada hati.
5. Tes gen BRAF
Tes laboratorium ini dilakukan dengan pengambilan sampel darah atau jaringan untuk mendeteksi adanya mutasi pada gen BRAF.
6. Urinalisis
Urinalisis adalah pemeriksaan urine yang dilakukan untuk melihat adanya zat tertentu dalam urine, seperti gula, protein, sel darah merah, dan sel darah putih.
8. Uji deprivasi air
Tes Ini dilakukan untuk memeriksa berapa banyak dan konsistensi urine yang diproduksi. Tes ini digunakan untuk mendiagnosis diabetes insipidus yang mungkin disebabkan oleh Langerhans cell histiocytosis.
8. Biopsi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memeriksa sampel sel atau jaringan yang diangkat untuk diperiksa di bawah mikroskop oleh ahli patologi. Jenis biopsi akan dipilih berdasarkan area yang terdampak, misalnya biopsi kulit, tulang, kelenjar getah bening, atau biopsi hati.
9. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memeriksa sampel sumsum tulang dan sepotong kecil tulang yang diambil dengan memasukkan jarum berlubang ke dalam tulang pinggul. Sampel tersebut kemudian akan diperiksa di bawah mikroskop untuk mencari tanda-tanda histiositosis sel Langerhans.
Tes tambahan berikut dapat dilakukan pada jaringan yang telah diangkat melalui Aspirasi dan biopsi sumsum tulang, antara lain:
10. Pemindaian tulang
Pemindaian tulang dengan rontgen dilakukan untuk memeriksa apakah ada sel yang membelah dengan cepat di tulang.
11. Rontgen (X-ray)
Rontgen yang dilakukan dengan sinar X dapat membantu dokter melihat organ dalam dengan lebih jelas.
12. Pemindaian MRI dan CT scan kepala
Pemeriksaan MRI dan CT scan dapat menghasilkan serangkaian gambar detail dari area di dalam tubuh, yang diambil dari berbagai sudut. Pemindaian MRI dan CT kepala dilakukan untuk mengevaluasi kemungkinan kelainan hipotalamus dan kelenjar pituitari.
13. Pemindaian positron-emission tomography (PET)
Positron Emission Tomography (PET) scan adalah tes pencitraan yang menghasilkan gambar 3D dari organ dan jaringan di dalam tubuh. Biasanya dilakukan untuk pasien yang menunjukkan lesi tulang.
14. Pemeriksaan USG
Prosedur di mana gelombang suara berenergi tinggi (ultrasound) dipantulkan dari jaringan atau organ internal untuk mendeteksi keberadaan tumor.
15. Tes fungsi paru (PFT)
Tes ini dilakukan untuk melihat seberapa baik paru-paru bekerja dengan mengukur berapa banyak udara yang dapat ditampung paru-paru dan seberapa cepat udara masuk dan keluar dari paru-paru.
16. Bronkoskopi
Bronkoskopi dilaksanakan untuk melihat bagian dalam trakea dan saluran udara besar di paru-paru untuk mencari area abnormal.
17. Endoskopi
Prosedur ini dilakukan untuk melihat organ dan jaringan di dalam tubuh untuk memeriksa area abnormal di saluran pencernaan atau paru-paru.
Baca jawaban dokter: Apakah setiap orang wajib melakukan Skrining genetik?
Advertisement
Pengobatan untuk Langerhans cell histiocytosis dapat berbeda pada tiap pasien, tergantung pada jenis dan tingkat keparahan kondisi serta bagian tubuh mana yang terpengaruh.
Dalam beberapa kasus, penyakit ini akan hilang dengan sendirinya tanpa pengobatan sama sekali.
Sementara pada kasus lain yang membutuhkan perawatan, terdapat beberapa pengobatan yang dapat membantu menghentikan pertumbuhan jaringan abnormal pada HSL.
Dilansir dari National Cancer Institute, terdapat pengobatan standar yang dapat diberikan untuk mengobati histiositosis sel Langerhans, antara lain:
1. Kemoterapi dosis rendah
Kemoterapi terapi obat-obatan untuk menghentikan pertumbuhan sel abnormal, baik dengan membunuh sel atau dengan menghentikan pembelahannya.
2. Pembedahan
Pembedahan dapat digunakan untuk menghilangkan lesi HSL dan sejumlah kecil jaringan sehat di dekatnya. Jenis operasi yang biasa dilakukan adalah kuretase yang dilakukan dengan menggunakan kuret (alat tajam berbentuk sendok) untuk mengikis sel Langerhans cell histiocytosis dari tulang.
Ketika ada kerusakan hati atau paru-paru yang parah akibat HSL, seluruh organ dapat diangkat dan diganti dengan hati atau paru-paru yang sehat dari donor.
3. Terapi radiasi
Terapi radiasi dengan sinar ultraviolet B (UVB) dapat diberikan dengan menggunakan lampu khusus yang diarahkan ke lesi Langerhans cell histiocytosis yang tumbuh di kulit.
4. Terapi fotodinamik
Terapi fotodinamik dilakukan dengan menggunakan obat dan jenis sinar laser tertentu untuk membunuh sel abnormal. Pada kasus Langerhans cell histiocytosis, sinar laser akan diarahkan pada kulit.
5. Imunoterapi
Imunoterapi adalah pengobatan yang menggunakan sistem kekebalan tubuh pasien untuk melawan sel abnormal. Perawatan ini adalah jenis terapi biologis yang memiliki beberapa jenis, di antaranya adalah interferon, thalidomide, dan imunoglobulin intravena (IVIG).
6. Terapi tertarget
Targeted therapy (terapi tertarget) adalah jenis pengobatan dengan obat-obatan yang secara spesifik ditargetkan untuk membunuh sel kanker. Ada berbagai jenis terapi tertarget pada Langerhans cell histiocytosis, antara lain:
7. Obat-obatan untuk menangani gejala Langerhans cell histiocytosis
8. Transplantasi sel induk (stem cell)
Transplantasi sel induk atau stem cell adalah pengobatan untuk menggantikan sel-sel pembentuk darah. Sel induk (sel darah yang belum matang) akan dikeluarkan dari darah atau sumsum tulang pasien atau donor untuk dibekukan.
Setelah pasien menyelesaikan kemoterapi, sel induk yang sebelumnya dibekukan akan dicairkan untuk diberikan kepada pasien melalui infus. Sel-sel induk ini tumbuh dan memulihkan sel-sel darah dalam tubuh.
Pasien histiositosis sel Langerhans rentan terhadap berbagai komplikasi yang meliputi:
juga cara pencegahan yang diketahui untuk mencegah kondisi tersebut.
Jika Anda memiliki riwayat keluarga dengan penyakit tiroid, Anda bisa melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin sebagai deteksi dini terhadap pertumbuhan sel Langerhans yang abnormal.
Beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko anak mengalami HSL juga dapat dihindari. Misalnya dengan membatasi paparan bahan kimia tertentu, tidak merokok, dan menerapkan pola hidup sehat agar dapat terhindar dari infeksi.
Berkonsultasilah dengan dokter jika mengalami berbagai gejala Langerhans cell histiocytosis.
Sebelum pemeriksaan ke dokter, Anda dapat mempersiapkan beberapa hal di bawah ini:
Dokter akan mengajukan sejumlah pertanyaan berikut:
Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan menganjurkan pemeriksaan penunjang. Langkah ini bertujuan memastikan diagnosis Langerhans cell histiocytosis agar penanganan yang tepat bisa diberikan.
Advertisement
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved