Kelainan kongenital adalah penyebab utama penyakit kronis, kecacatan, serta kematian bayi dan anak-anak. Setiap tahun. WHO mencatat bahwa bayi yang meninggal dalam waktu 28 hari karena kondisi ini sekitar 295.000. Pada tahun 2016, kematian bayi akibat kelainan kongetal persisnya ada di angka 295.498.
Kelainan kongenital merupakan kelainan struktural atau fungsional, termasuk gangguan metabolisme tubuh. Kondisi ini dapat ditemukan sejak sebelum kelahiran, saat lahir, dan/atau pada saat bayi, misalnya saja tuli.
Kelainan kongenital dapat dibedakan berdasarkan daerah yang menimpanya. Berdasarkan hal itu, berikut klasifikasi kelainan kongetal:
Beberapa contoh kelainan kongenital yang sering kita temui, misalnya:
Terdapat berbagai jenis kelainan kongenital tergantung kelompok organ yang terjangkit dan penyebabnya. Setiap gejala kelainan kongenital tergantung pada jenis kondisi yang dialaminya.
Beberapa contoh kondisi kelainan kongetal dan gejalanya antara lain:
Pergelangan kaki terputar ke dalam biasanya tidak menimbulkan nyeri hingga bayi mulai berlatih berdiri dan berjalan.
Bibir sumbing biasanya ditandai dengan lekukan di bibir atas dan biasanya hingga hidung.
Anemia sel sabit memiliki gejala lesu dan biasanya merusak organ vital lain.
Fenilketonuria merupakan kelainan bawaan yang ditandai dengan gejala hilangnya enzim penting guna memecah protein fenilalanin. Jika tak diobati, kondisi ini bisa menyebabkan keterbelakangan mental.
Penyebab kelainan kongenital masih belum diketahui dengan pasti. Namun para pakar menduga bahwa ada berbagai faktor yang dianggap berperan dalam terjadinya kondisi ini.
Faktor-faktor risiko kelainan kongenital tersebut meliputi:
Faktor genetik yang dianggap berperan misalnya mutasi (perubahan gen) berperan dalam terjadinya kelainan kongenital. Perkawinan antar saudara sedarah (konsanguinitas) juga meningkatkan risiko kelainan kongenital.
Kemiskinan merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko kelainan kongenital. Ibu hamil dengan pendapatan rendah cenderung tidak mendapatkan nutrisi yang baik bagi kehamilannya.
Selain itu, usia ibu hamil yang terlalu tua juga dapat meningkatkan risiko kelainan kongenital akibat gangguan kromosom, seperti sindrom down.
Beberapa infeksi kehamilan, seperti sifilis dan rubella, dapat menyebabkan kelainan kongenital. Contohnya, virus Zika dapat menginfeksi bayi sehingga bayi bisa lahir dalam kondisi mikrosefali (ukuran kepala di bawah normal).
Nutrisi yang dibutuhkan bayi saat di dalam kandungan sangat memengaruhi pertumbuhan bayi. Kondisi seperti kekurangan iodium, kekurangan asam folat, obesitas, diabetes melitus (kencing manis), dan konsumsi vitamin A dosis tinggi saat hamil muda dapat menyebabkan kelainan kongenital.
Paparan pestisida, obat, tembakau, atau rokok pada masa kehamilan akan memengaruhi pertumbuhan janin. Ibu hamil yang tinggal di lingkungan pabrik, limbah, dan tambang memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena kelainan kongenital.
Kelainan kongenital perlu diidentifikasi lebih awal untuk menentukan perawatan dan konseling genetik. Meskipun tidak semua kelainan kongenital dapat didiagnosis atau terdeteksi dini, namun terdapat beberapa pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk mendiagnosis kelainan kongenital, misalnya:
Skrining kelainan bawaan dapat dilakukan mulai usia kehamilan 10 minggu. Pemeriksaan ini dirancang untuk mengidentifikasi bayi yang tidak memiliki kelainan kongenital.
Jika tes skrining tidak mendeteksi adanya kelainan, selanjutnya dapat melakukan tes diagnostik, seperti ultrasonografi (USG), tes darah, atau tes urine, untuk mendeteksi adanya kelainan pada janin.
Chorionic villus sampling (CVS) merupakan tes yang biasanya dilakukan pada 10 hingga 13 minggu kehamilan ketika tes skrining menunjukkan bahwa bayi mungkin memiliki kelainan kongenital.
CVS dapat digunakan untuk mendiagnosis bayi dengan sindrom Down atau kondisi genetik lainnya. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sedikit sampel sel dari plasenta untuk diuji di laboratorium.
Amniosentesis dilakukan setelah 15 minggu kehamilan. Tes ini dapat memastikan apakah bayi menderita sindrom Down atau kelainan bawaan lainnya setelah melalui tes CVS.
Pemeriksaan ini dimulai dengan mengambil cairan amnion yang berada di sekitar janin dan diuji di laboratorium. Namun, terdapat risiko kecil keguguran pada tes amniosentesis dan CVS.
Setelah bayi lahir, dokter atau bidan akan memeriksa kondisi anatomi tubuh, pendengaran, kondisi jantung, dan darah, metabolisme dan gangguan hormon untuk mendeteksi dini terhadap masalah-masalah kelainan kongenital.
Hal ini dapat mencegah menjadi kecacatan fisik, intelektual, visual, atau pendengaran yang lebih serius.
Advertisement
Beberapa kelainan kongenital tidak dapat diobati dan bersifat permanen. Namun, ada juga penyakit yang dapat mendapatkan pengobatan. Adapun pengobatan kelainan kongetal sangat bervariasi tergantung kondisi yang dialami.
Beberapa pengobatan yang bisa dilakukan berdasarkan penyakitnya antara lain:
Kelainan bawaan bisa menyebabkan berbagai komplikasi karena jenisnya yang beragam. Sebagai contoh, sindrom Down akan memicu gangguan intelektual pada anak yang mengalaminya.
Sementara penyakit jantung bawaan bisa mengakibatkan tumbuh kembang anak yang lamban, bahkan kematian jika tidak ditangani dengan saksama.
Pencegahan kelainan kongenital pada bayi dapat dicegah dengan melakukan beberapa hal berikut:
Kelainan kongenital dapat ditemukan saat setelah bayi dilahirkan. Namun, beberapa kelainan muncul seiring dengan pertumbuhan bayi. Segera cari pertolongan medis jika:
Sebelum melakukan kunjungan ke dokter, persiapkan beberapa hal di bawah ini:
Dokter kemungkinan akan mengajukan pertanyaan berikut:
Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan menganjurkan pemeriksaan penunjang. Langkah ini bertujuan memastikan diagnosis kelainan kongetal agar penanganan yang tepat bisa diberikan.
Advertisement
Dokter Terkait
Penyakit Terkait
Artikel Terkait
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved