1 Jun 2021
Ditinjau oleh dr. Anandika Pawitri
Intoleransi laktosa dapat memicu gejala berupa kembung, diare, dan kram perut
Intoleransi laktosa adalah gangguan pencernaan akibat tubuh yang tidak mampu mencerna dan menyerap laktosa. Senyawa ini merupakan kandungan utama dalam produk susu.
Pengidap intoleransi laktosa tidak dapat menghasilkan enzim laktase dalam usus halusnya. Enzim ini berfungsi mencerna dan menyerap laktosa.
Sebagai akibatnya, laktosa akan terus berada di usus penderita tanpa tercerna dengan baik. Kondisi ini lalu memicu berbagai gejala gangguan pencernaan seperti kembung, diare, dan kram perut.
Kedua kondisi kerap dikira sama, padahal berbeda. Sederet perbedaan utama intoleransi laktosa dan alergi susu meliputi:
Intoleransi laktosa lebih sering dialami oleh orang dewasa. Sedangkan alergi susu lebih
Intoleransi laktosa terjadi karena tubuh kekurangan enzim laktase. Penyebabnya bisa berupa faktor genetik dan kerusakan usus halus akibat infeksi bakteri maupun virus.
Sementara alergi susu terjadi karena reaksi alergi terhadap protein yang terkandung dalam susu atau produk susu.
Gejala intoleransi laktosa biasanya lebih ringan daripada alergi susu. Gejala intoleransi laktosa juga umumnya muncul dalam 30 menit hingga dua jam setelah seseorang mengonsumsi susu atau produk olahannya.
Sedangkan gejala alergi susu dapat muncul dalam hitungan menit sampai beberapa jam setelah seseorang mengkonsumsi susu.
Pada alergi susu, gejalanya tak hanya gangguan pencernaan. Keluhan lain bisa berupa ruam kulit, pembengkakan pada bibir atau tenggorokan, serta kesulitan bernapas.
Secara umum, gejala intoleransi laktosa meliputi:
Gejala dari intoleransi laktosa biasanya dimulai pada 30 menit sampai dua jam setelah seseorang mengonsumsi produk yang mengandung laktosa. Jenis-jenis bahan pangan ini meliputi susu, roti, permen, sereal, margarin, keju, dan banyak lagi.
Tingkat keparahan gejala intoleransi laktosa bisa berbeda-bada pada tiap penderita. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah laktosa yang dikonsumsi dan toleransi tubuh pengidap terhadap laktosa.
Mungkin saja ada tanda dan gejala intoleransi laktosa yang tidak disebutkan. Bila Anda memiliki kekhawatiran akan gejala tertentu, konsultasikanlah dengan dokter.
Penyebab utama intoleransi laktosa adalah tubuh yang tidak bisa mencerna enzim laktosa. Pemicu di balik kondisi ini dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis berikut:
Intoleransi laktosa primer adalah intoleransi laktosa yang paling umum. Kondisi ini disebabkan oleh penurunan produksi laktase seiring bertambahnya usia seseorang.
Sebagai akibatnya, laktosa makin susah diserap oleh tubuh. Selain itu, kelainan genetik turut berpengaruh.
Intoleransi laktosa sekunder dapat terjadi pada usia berapapun. Penyebabnya adalah kondisi-kondisi tertentu, seperti penyakit celiac, gastroenteritis, penyakit Crohn, kolitis ulseratif, efek samping kemoterapi, serta efek samping konsumsi antibiotik jangka panjang.
Peradangan pada dinding usus akibat kondisi-kondisi tersebut dapat menyebabkan penurunan sementara dalam produksi enzim laktase. Konsisi ini bisa bersifat sementara maupun permanen.
Meski jarang, intoleransi laktosa juga bisa terjadi sejak lahir dan disebut intoleransi laktosa kongenital. Kondisi ini diturunkan oleh kedua orang tua yang memiliki gen tertentu, yang memicu intoleransi laktosa pada sang anak.
Beberapa faktor bisa meningkatkan risiko terjadinya intoleransi laktosa. Apa sajakah itu?
Intoleransi laktosa lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan bayi dan anak-anak
Orang keturunan Afrika, Asia, Hispanik, dan Indian memiliki risiko intoleransi laktora yang lebih tinggi.
Bayi yang lahir prematur lebih berisiko mengalami intoleransi laktosa. Pasalnya, jumah enzim laktase dalam tubuhnya lebih rendah daripada bayi cukup bulan.
Risiko intoleransi laktora akan meningkat pada orang dengan penyakit atau kondisi medis yang menyebabkan masalah pada usus halus. Misalnya, pertumbuhan bakteri yang tidak terkendali, penyakit Celiac, atau penyakit Crohn.
Orang yang menjalani terapi kanker tertentu pada bagian perut dapat memiliki risiko intoleransi laktosa yang lebih tinggi. Contohnya, radioterapi dan kemoterapi.
Diagnosis intoleransi laktosa dapat ditegakkan dengan wawancara, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Berikut penjelasannya:
Dokter akan menanyakan gejala dan faktor risiko intoleransi laktosa yang dimiliki oleh pasien.
Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk mencari tanda dan gejala intoleransi laktosa.
Tes ini akan mengukur reaksi tubuh pasien terhadap cairan yang tinggi laktosa. Pasien terlebih dahulu akan diminta untuk tidak makan dan minum selama delapan jam sebelum pemeriksaan.
Pasien lalu diminta untuk meminum cairan mengandung laktosa. Dua jam setelahnya, pasien akan menjalani tes darah untuk mengukur jumlah glukosa dalam tubuhnya.
Jika tingkat glukosa tidak naik, ini berarti tubuh pasien tidak mencerna dan menyerap cairan laktosa dengan benar.
Pasien akan diminta meminum cairan laktosa, lalu napasnya akan diperiksa selama beberapa kali. Kadar hidrogen yang tinggi dalam napas pasien kemungkinan menandakan kondisi intoleransi laktosa.
Tes keasaman tinja biasanya digunakan ketika pasien tidak dapat menjalani tes-tes lain, misalnya anak-anak. Fermentasi laktosa yang tidak tercerna dengan baik akan menghasilkan asam laktat dan asam lain yang dapat dideteksi dalam sampel tinja.
Advertisement
Cara mengobati intoleransi laktosa umumnya tergantung pada tingkat keparahan dan seberapa lama pasien mengalami kondisi tersebut. Hingga sekarang, belum ada langkah untuk meningkatkan produksi enzim laktase dalam tubuh.
Pasien bisa mengendalikan gejala intoleransi laktosa dengan mengubah pola makannya. Namun pasien juga perlu memperhatikan kandungan nutrisi, vitamin, dan mineral dalam pola makan bebas laktosa yang ia jalani.
Apabila terlalu ketat melakukan diet bebas laktosa, masalah baru berupa kekurangan vitamin dan mineral tertentu juga dapat timbul.
Beberapa makanan mengandung laktosa yang sebaiknya Anda kurangi atau hindari adalah:
Selain susu dan produk olahan susu, Anda juga perlu berhati-hati dan tidak mengkonsumsi bahan pangan berikut:
Pastikan untuk selalu membaca komposisi pada kemasan makanan dan minuman. Kata laktosa mungkin tidak tertera pada kemasan makanan, sehingga Anda mungkin perlu lebih teliti mencari ada tidaknya kandungan susu, tepung, dan produk olahan susu.
Untuk menghindari kekurangan nutrisi, vitamin, dan mineral akibat diet bebas laktosa, pasien dapat mengganti susu dengan makanan lain yang mengandung vitamin D.
Penggunaan probiotik juga dapat dicoba untuk mengatasi intoleransi laktosa. Probiotik adalah mikroorganisme yang hidup dalam usus dan membantu dalam menjaga kesehatan sistem pencernaan. Bakteri baik ini bisa ditemukan dalam yogurt maupun suplemen.
Beberapa bahan pangan alternatif yang dapat dikonsumsi meliputi:
Tentu tidak mudah untuk mengganti pola makan yang sudah dijalani ke diet bebas laktosa. Tips di bawah ini mungkin dapat membantu pasien:
Komplikasi intoleransi laktosa yang mungkin terjadi adalah kekurangan vitamin, protein, dan mineral ketika menjalani diet bebas laktosa yang tidak tepat. Kondisi ini tentu dapat berujung pada masalah kesehatan lain. Beberapa di antaranya meliputi:
Cara mencegah intoleransi laktosa yang utama adalah menghindari atau mengurangi konsumsi produk yang mengandung laktosa. Berikut contohnya:
Berkonsultasilah dengan dokter bila Anda mengalami gejala intoleransi laktosa. Dengan ini, dokter bisa menentukan diagnosis dengan akurat.
Pasalnya, gejala intoleransi laktosa bisa mirip dengan gangguan pencernaan lain. Karena itu, diagnosisnya perlu dipastikan sebelum menerakan diet bebas laktosa.
Sebelum pemeriksaan ke dokter, Anda dapat mempersiapkan beberapa hal di bawah ini:
Dokter umumnya akan mengajukan sejumlah pertanyaan berikut:
Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan menganjurkan pemeriksaan penunjang. Langkah ini bertujuan memastikan diagnosis intoleransi laktosa agar penanganan yang tepat bisa diberikan.
Advertisement
Dokter Terkait
Penyakit Terkait
Artikel Terkait
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved