1 Jun 2021
Ditinjau oleh dr. Anandika Pawitri
Inkontinensia urine bukan penyakit, tapi gejala dari kondisi tertentu
Inkontinensia urine adalah kondisi ketika seseorang tidak dapat mengontrol buang air kecil. Kondisi ini sebenarnya umum, namun bisa menjadi pengalaman yang memalukan. Tingkat keparahannya juga dapat bervariasi.
Terdapat banyak jenis inkontinensia urine. Penyebab yang paling umum adalah stress incontinence yang terjadi saat seseorang batuk atau bersin.
Seseorang juga bisa mengalami dorongan untuk buang air kecil secara mendadak dan di luar kendali, sehingga menyebabkan penderita mengompol.
Inkontinensia urine dapat berlangsung untuk waktu singkat maupun bertahun-tahun. Durasi ini tergantung pada penyebabnya.
Walau umumnya tidak berbahaya, inkontinensia urine juga dapat menandakan gangguan medis yang serius. Contohnya, infeksi, pembesaran kelenjar prostat, batu ginjal, dan kanker.
Gejala inkontinensia urine bisa berbeda-beda dan tergantung pada jenisnya. Berikut penjelasannya:
Stress incontinence disebabkan oleh kandung kemih yang mengalami tekanan ekstra. Misalnya, saat seseorang batuk keras, bersin, tertawa, mengangkat barang berat, dan berolahraga berat.
Jumlah urine yang keluar pada stress incontinence biasanya sedikit. Namun bila isi kandung kemih penuh, air seni yang keluar bisa saja banyak.
Urge incontinence terjadi ketika seseorang merasakan dorongan buang air kecil yang kuat dan tiba-tiba, tapi tidak bisa menahannya sebelum sampai ke toilet.
Dorongan buang air kecil tersebut dapat dipicu oleh perubahan posisi tubuh, mendengar suara aliran air, atau mengalami orgasme dalam hubungan seks.
Jenis inkontinensia urine ini termasuk dalam kumpulan gejala yang disebut overactive bladder symptoms. Pada kondisi ini, otot kandung kemih menjadi lebih aktif.
Salah satu gejala overactive bladder symptoms adalah keinginan buang air kecil yang sering, termasuk beberapa kali saat tidur malam.
Kondisi ini muncul saat seseorang mengalami gejala inkontinensia urine, baik jenis stress incontinence maupun urge incontinence.
Inkontinensia urine ini juga disebut retensi urine kronis. Air seni yang tertampung dalam kandung kemih tidak dapat dikosongkan secara total ketika seseorang buang air kecil, sehingga memicu pembengkakan kandung kemih.
Gejala overflow incontinence meliputi aliran urine kecil seperti menetes dan buang air kecil yang terasa tidak tuntas.
Inkontinensia urine ini merupakan jenis yang berat dan berlangsung terus-menerus. Gejalanya berupa sering buang air kecil dalam jumlah sangat banyak (bahkan saat tidur malam).
Penderita juga bisa buang air kecil hanya sesekali dalam jumlah sangat banyak dan diselingi sedikit mengompol di antara frekuensi ini.
Mungkin saja ada tanda dan gejala inkontinensia urine yang tidak disebutkan. Bila Anda memiliki kekhawatiran akan gejala tertentu, konsultasikanlah dengan dokter.
Baca jawaban dokter: Kenapa pipis terus?
Inkontinensia urine bukanlah penyakit, melainkan gejala dari keadaan yang harus dicari pemicunya. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kebiasaan, kondisi medis tertentu, atau masalah fisik.
Oleh karena itu, penyebab inkontinensia urine akan tergantung pada jenis-jenisnya di bawah ini:
Jenis inkontinensia urine yang paling umum ini dialami oleh kebanyakan orang, terutama pada wanita yang pernah melahirkan atau sudah menopause.
Beberapa hal yang bisa menyebabkan stress incontinence meliputi batuk, bersin, tertawa, mengangkat barang berat, dan berolahraga dengan intensitas tinggi.
Urge incontinence disebabkan oleh kontraksi otot dinding kandung kemih yang tidak dapat dikendalikan. Akibatnya, keinginan pipis tidak bisa ditahan.
Penyebab inkontinensia urine meliputi perubahan posisi tubuh yang tiba-tiba, mendengar bunyi air mengalir, dan orgasme.
Jenis inkontinensia urine ini lebih sering dialami oleh pria dengan gangguan prostat, kerusakan kandung kemih, atau sumbatan pada uretra. Penyebab utamanya adalah pembesaran prostat.
Pada functional incontinence, penderita mengetahui dirinya mengalami keinginan berkemih, tapi tidak bisa ke toilet. Sebagai akibatnya, ia mengompol.
Penyebab jenis inkontinensia urine ini adalah gangguan pergerakan tubuh, kondisi linglung, dementia, masalah penglihatan, gangguan keseimbangan dan koordinasi, serta gangguan mental.
Jjenis inkontinensia urine ini disebabkan oleh kelainan bawaan serta cedera pada saraf pada sumsum tulang belakang.
Selain penyebab di balik tiap inkontinensia urine tersebut, obat-obatan di bawah ini juga bisa menjadi pemicu:
Obat-obatan tersebut bisa mengganggu proses penyimpanan dan pembuangan urine, atau meningkatkan jumlah urine yang diproduksi oleh tubuh.
Ada sejumlah faktor yang bisa meningkatkan risiko inkontinensia urine. Faktor-faktor ini meliputi:
Kaum wanita lebih berisiko mengalami stress incontinence daripada pria. Kehamilan, proses persalinan, menopause, dan struktur sistem reproduksi wanita turut andil meningkatkan risiko kondisi ini.
Sementara kaum pria yang mengalami masalah prostat lebih berisiko untuk terkena urge dan overflow incontinence.
Kondisi kegemukan atau obesitas dapat meningkatkan tekanan pada kandung kemih dan otot di sekelilingnya, sehingga risiko stress incontinence akan berambah.
Merokok juga diyakini bisa meningkatkan risiko inkontinensia urine.
Orang yang memiliki anggota keluarga kandung dengan inkontinensia urine juga berisiko lebih tinggi untuk mengalami kondisi yang sama.
Ada beberapa penyakit lain yang turut berperan dalam meningkatkan risiko inkontinensia urine. Misalnya, penyakit saraf atau diabetes.
Baca Juga: Benarkah Konsumsi Vitamin Minyak Ikan untuk Pria Dewasa Bisa Picu Kanker Prostat?
Diagnosis inkontinensia urine dapat dipastikan berdasarkan langkah-langkah di bawah ini:
Dokter akan menanyakan gejala, riwayat medis, serta faktor risiko inkontinensia urine pada pasien.
Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk mencari tanda inkontinensia urine. Contohnya, pemeriksaan vagina dan evaluasi kekuatan otot dasar panggul.
Dokter juga bisa melakukan pemeriksaan colok dubur untuk menentukan ada tidaknya pembesaran prostat pada pasien pria.
Dokter akan meminta Anda untuk meningkatkan tekanan terhadap kandung kemih misalnya dengan batuk, sebagai manuver sederhana untuk melihat adanya inkontinensia atau tidak.
Dokter bisa meminta pasien untuk mencatat frekuensi minum dalam sehari, jenis minuman, frekuensi buang air kecil, jumlah urine, keinginan dan intensitas buang air kecil, serta jumlah episode inkontinensia yang dialami oleh pasien.
PVR measurement adalah pengukuran sisa urine. Pasien akan diminta untuk buang air kecil dalam khusus dan jumlah urine ini akan diukur.
Setelah itu, dokter akan menghitung jumlah sisa urine dalam kandung kemih pasien dengan kateter atau USG. Jika banyak sisa urine yang ditemukan dalam kandung kemih, berarti ada sumbatan pada uretra atau gangguan otot maupun saraf kandung kemih.
Tes darah dilakukan untuk mengevaluasi fungsi ginjal.
Tes urine atau urinalisis bertujuan mengetahui tanda-tanda infeksi atau kelainan lain.
Dipstick test dilakukan pada kasus infeksi saluran kemih akibat bakteri.
Prosedur ini akan mendeteksi ada tidaknya kondisi abnormal pada organ di dalam rongga panggul.
Pemerksaan ini dapat menentukan tingkat tekanan yang bisa ditahan oleh kandung kemih dan otot sfingter saluran kemih pasien.
Sistogram adalah pemeriksaan dengan sinar X untuk mengevaluasi kondisi kandung kemih.
Sistoskopi merupakan pemeriksaan untuk menentukan ada tidaknya kondisi abnormal pada saluran kemih. Pada tes ini, dokter akan memasukkan selang tipis dengan kamera dan lampu di ujung, ke dalam uretra.
Advertisement
Cara mengobati inkontinensia urine akan tergantung dari jenis, penyebab, dan tingkat keparahannya. Kombinasi dari beberapa langkah pengobatan mungkin diperlukan. Jika ada penyakit tertentu yang menyebabkan inkontinensia urine, kondisi ini harus ditangani lebih dulu.
Ada dua jenis penanganan inkontinensia urine yang bisa menjadi pilihan, yaitu tanpa operasi dan dengan operasi. Berikut penjelasannya:
Metode penanganan inkontinensia urine tanpa pembedahan adalah sebagai berikut:
Senam Kegel adalah latihan otot dasar panggul seperti menahan buang air kecil. Sebagai langkah awal, lakukan gerakan ini dan tahan selama lima detik. Lalu biarkan otot rileks selama lima detik.
Setelah itu, ulangi gerakan senam Kegel setidaknya tiga set tiap hari, dan 10 kali gerakan dalam tiap set.
Biasakan diri untuk melakukan latihan otot dasar panggul ini setiap hari hingga pasien terbiasa menahannya selama 10 detik.
Bladder training adalah latihan untuk kandung kemih agar pasien terlatih menunggu lebih lama sebelum buang air kecil.
Membuat jadwal rutin untuk buang air kecil supaya lebih teratur. Misalnya dengan pipis tiap dua jam sekali daripada menunggu desakan buang air kecil.
Langkah ini bisa dilakukan dengan menurunkan berat badan, mengurangi konsumsi kafein dan alkohol, serta minum air dalam jumlah cukup.
Stimulasi elektrik bertujuan merangsang dan memperkuat otot-otot dasar panggul. Dokter akan memasukkan elektroda ke dalam rektum atau vagina pasien, yang menghantarkan sinyal listrik tegangan rendah.
Pilihan obat yang biasa diberikan untuk mengatasi inkontinensia urine meliputi:
- Alpha blocker
Alpha blocker biasa diberikan pada pasien pria. Obat ini bisa mengendurkan otot-otot leher kandung kemih dan kelenjar prostat, sehingga mengurangi penyumbatan saluran kemih dan mempermudah pengosongan kandung kemih.
Contoh obat golongan ini meliputi tamsulosin, alfuzosin, silodosin, doxasozin, dan terazosin.
- Obat antikolinergik
Obat ini akan mengurangi gerakan otot kandung kemih yang terlalu aktif. Contohnya, oxybutynin, tolterodine, darifenacin, fesoterodine, solifenacin, dan trospium.
- Mirabegron
Mirabegron diberikan untuk mengatasi gejala overflow incontinence. Obat ini akan melemaskan otot kandung kemih, meningkatkan jumlah urine yang tertahan dalam kandung kemih dan dapat dikeluarkan. Dengan ini, pengosongan kandung kemih dengan lebih efektif.
- Estrogen
Estrogen oles dosis rendah bisa diberikan untuk pasien wanita. Obat ini akan meremajakan jaringan uretra dan area vagina
Namun hormon estrogen dalam bentuk pil tidak disarankan. Pasalnya, obat ini dapat memperburuk gejala inkontinensia urine.
Salah satu alat medis yang bisa digunakan adalah urethral insert. Alat ini berfungsi sebagai penyumbat untuk mencegah kebocoran.
Urethral insert berbentuk seperti tampon yang dimasukkan ke dalam uretra sebelum muncul aktivitas yang memicu inkontinensia urine. Alat ini juga dapat dipasang dan dibuang sebelum pasien pipis.
Alat lainnya adalah pessary untuk membantu dalam menahan posisi kandung kemih. Dengan ini, kebocoran urine dapat dicegah.
Pessary berupa cincin kaku yang dipakai dengan memasukkannya ke dalam vagina agar bisa digunakan sepanjang hari.
Suntuk botox termasuk terapi interenti yang bisa digunakan untuk menghambat kandung kemih yang terlalu aktif. Namun suntikan ini hanya dilakukan jika obat-obatan lain terbukti tidak efektif dalam menangani inkontinensia urine.
Bahan pengisi berbahan sintetis juga bisa dipakai untuk menutup uretra dan mengurangi kebocoran urine. Bahan ini dapat disuntikkan pada jaringan sekitar uretra.
Meski demikian, terapi intervensi umumnya kurang efektif jika dibandingkan dengan penanganan berupa operasi. Prosedur ini juga biasanya harus diulang.
Dokter dapat memancarkan impuls listrik pada saraf yang mengendalikan kandung kemih.
Jika penanganan nonbedah tidak dapat efektif atau pasien tidak bisa menjalaninya, dokter bisa menganjurkan operasi. Beberapa jenis operasi ini meliputi:
Sling adalah potongan yang bisa berasal dari jaringan tubuh pasien sendiri, orang lain, hewan, atau materi sintetik. Alat ini berguna untuk membantu agar uretra tetap tertutup, terutama ketika batuk atau bersin yang biasa memisu stress incontinence.
Bladder neck suspension dilakukan untuk menyokong uretra dan leher kandung kemih.
Prolapsed surgery dilakukan pada wanita yang mengalami lebih dari satu jenis inkontinensia urine lebih bersamaan dengan kondisi keluarnya organ panggul dari vagina (prolapse).
Prosedur ini biasanya dilakukan pada pasien laki-laki dengan stress incontinence dan jarang dilakukan pada pasien wanita.
Jika tidak diatasi dengan benar, inkontinensia urine dapat menyebabkan komplikasi berupa:
Cara mencegah inkontinensia urine yang dapat dilakukan adalah mengurangi faktor risikonya dengan langkah-langah berikut:
Segera periksakan diri ke dokter apabila Anda mengalami gejala inkontinensia urine yang:
Sebelum pemeriksaan ke dokter, Anda dapat mempersiapkan beberapa hal di bawah ini:
Dokter umumnya akan mengajukan sejumlah pertanyaan berikut:
Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik atau pemeriksaan lainnya. Langkah ini bertujuan memastikan diagnosis inkontinensia urine agar penanganan yang tepat bisa diberikan.
Advertisement
Dokter Terkait
Penyakit Terkait
Artikel Terkait
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved