1 Jun 2021
Ditinjau oleh dr. Reni Utari
Hipogonadisme dapat memicu terlambat pubertas, rendahnya gairah seksual, dan rambut rontok
Hipogonadisme adalah kondisi medis yang terjadi ketika kelenjar seks menghasilkan sedikit hormon seks atau tidak sama sekali.
Kelenjar seks pada wanita adalah ovarium, sedangkan pada pria adalah testis. Hormon seks membantu dalam mengontrol ciri-ciri seks sekunder, seperti perkembangan payudara pada wanita dan perkembangan testis pada pria, maupun pertumbuhan rambut kemaluan.
Di sisi lain, hormon seks juga berperan penting dalam siklus menstruasi dan produksi sperma.
Jika tidak ditangani dengan tepat, hipogonadisme dapat menimbulkan komplikasi, seperti osteoporosis, infertilitas (gangguan kesuburan), gangguan suasana hati, hingga peningkatan berat badan.
Berdasarkan penyebabnya, hipogonadisme dibagi menjadi 3 jenis berikut:
Hipogonadisme primer dapat disebabkan oleh beberapa kondisi berikut:
Berikut beberapa hal yang bisa memicu timbulnya hipogonadisme sekunder:
Penyebab penyakit hipogonadisme hipogonadotropik meliputi:
Sebagai informasi, penyakit hipogonadisme termasuk kondisi yang bisa diturunkan dari keluarga.
Gejala hipogonadisme berbeda-beda, tergantung dari jenis kelamin pasien. Seperti apakah tanda-tandanya?
Untuk mendiagnosis hipogonadisme, pertama-tama dokter akan menanyakan gejala, faktor risiko, riwayat medis pasien dan keluarga, serta upaya pengobatan yang telah dilakukan oleh pasien.
Setelah itu, dokter dapat menganjurkan serangkaian pemeriksaan medis di bawah ini untuk memastikan diagnosis hipogonadisme:
Pemeriksaan fisik bertujuan melihat perkembangan seksual pasien berdasarkan usianya. Misalnya, massa otot, rambut kemaluan, dan organ seksual.
Tes hormon akan mengecek kadar hormon FSH dan LH dalam tubuh pasien. Kedua hormon reproduksi ini dihasilkan oleh kelenjar pituitari.
Selanjutnya, dokter akan memeriksa kadar hormon estrogen pada pasien wanita dan hormon testosteron pada pasien pria. Dokter juga akan melakukan analisis air mani untuk menghitung jumlah sperma pasien.
Tes darah dilakukan untuk membantu dalam mendiagnosis dan mengeliminasi penyebab hipogonadisme lainnya.
Pemeriksaan pencitraan untuk melihat ada tidaknya kista atau polycystic ovary syndrome juga dapat dianjurkan, seperti USG ovarium. Sedangkan prosedur MRI atau CT scan bisa dilakukan guna memeriksa kondisi kelenjar pituitari.
Pemeriksaan zat besi dilakukan guna mencari penyebab yang mendasari hipogonadisme.
Bila dibutuhkan, pemeriksaan lain juga akan dilakukan oleh dokter. Contohnya, biopsi dan tes genetik.
Cara mengobati hipogonadisme pada pria dan wanita berbeda. Berikut penjelasannya:
Tujuan penanganan hipogonadisme pada pasien wanita adalah meningkatkan jumlah hormon seksual wanita dengan cara:
Terapi estrogen
Terapi hormon estrogen akan diberikan jika pasien telah menjalani histerektomi atau operasi pengangkatan rahim.
Terapi estrogen dan progesteron
Terapi kombinasi estrogen dan progesteron dianjurkan bila pasien belum menjalani operasi histerektomi. Terapi progesteron bertujuan mengurangi risiko kanker endometrium yang dapat meningkat karena hormon estrogen.
Perawatan lain
Dokter juga dapat melakukan penanganan lain yang sesuai dengan gejala spesifik pada pasien. Contohnya,suntikan choriogonadotropin atau pil yang mengandung FSH untuk memicu ovulasi untuk jika pasien yang mengalami haid tidak teratur atau sulit hamil.
Sementara itu, perawatan hipogonadisme pada pria bisa berupa:
Terapi pengganti testoteron (TRT)
Terapi hormon testosteron dapat berupa suntikan, patch (koyo), gel, dan tablet.
Terapi hormon pelepas gonadotropin
Suntikan hormon pelepas gonadotropin akan diberikan guna memicu pubertas atau meningkatkan produksi sperma.
Perawatan hipogonadisme untuk pria dan wanita bisa saja serupa apabila ada tumor pada kelenjar pituitari. Dokter akan mengecilkan atau mengangkat tumor dengan prosedur radioterapi, obat-obatan, maupun operasi.
Perlu diketahui bahwa hipogonadisme adalah kondisi yang bersifat kronis dan mungkin memerlukan pengobatan seumur hidup, kecuali jika kondisi ini disebabkan oleh gangguan medis yang dapat disembuhkan.
Selain itu, kadar hormon seks pasien dapat menurun jika terapi hormon dihentikan.
Jika tidak ditangani dengan benar, hipogonadisme dapat menyebabkan komplikasi yang meliputi:
Tidak semua kasus hipogonadisme primer bisa dicegah. Namun, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah hipogonadisme sekunder.
Beberapa langkah pencegahan tersebut meliputi:
Advertisement
Advertisement
Penyakit Terkait
Artikel Terkait
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved