1 Jun 2021
Ditinjau oleh dr. Reni Utari
Hipertensi pulmonal terjadi karena penyempitan pembuluh darah arteri paru-paru
Hipertensi pulmonal adalah kondisi tekanan darah tinggi yang terjadi pada pembuluh darah arteri pulmonalis. Arteri ini membawa darah minim oksigen dan kaya karbon dioksida dari bilik kanan jantung, kembali ke paru-paru.
Pada kondisi normal, angka tekanan arteri pulmonalis berkisar antara 8-20 mmHg. Menurut Simposium Hipertensi Pulmonal Dunia tahun 2018 di Perancis, seseorang dianggap mengalaminya jika memiliki peningkatan tekanan darah arteri pulmonalis lebih dari 20 mmHg.
Pada kondisi yang juga disebut pulmonary arterial hypertension (PAH) ini, pembuluh darah di paru-paru mengalami penyempitan, penyumbatan, atau rusak. Hal ini menyebabkan aliran darah melambat dan tekanan darah dalam pembuluh darah meningkat.
Sebagai akibatnya, jantung perlu bekerja lebih keras untuk memompa darah. Bila kondisi ini terus dibiarkan, otot jantung akan melemah.
Pada beberapa kasus, hipertensi pulmonal dapat mengancam nyawa. Karena itu penanganan yang tepat sangat diperlukan guna membantu dalam mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Pada tahap awal, penyakit ini tidak menimbulkan gejala yang mencurigakan. Tetapi pada tahap lanjut, gejala hipertensi pulmonal dapat berupa:
Baca juga: Jangan Panik! Lakukan Cara Ini Untuk Pertolongan Pertama Sesak Napas
Penyebab hipertensi pulmonal adalah tekanan darah tinggi pada arteri paru-paru. Bagaimana kondisi ini bisa terjadi?
Perubahan pada sel yang melapisi dinding pembuluh darah dapat menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi kaku, bengkak, dan tebal. Perubahan ini akan membuat aliran darah menuju paru-paru melambat atau tersumbat. Kondisi inilah yang akan memicu hipertensi pulmonal.
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi pulmonal terbagi dalam lima kelompok berikut:
Penyebab PAH meliputi:
Penyebabnya meliputi:
Penyebabnya meliputi:
Penyebabnya meliputi:
Penyebabnya meliputi:
Beberapa faktor bisa meningkatkan kemungkinan seseorang untuk terkena hipertensi pulmonal. Faktor-faktor risiko ini meliputi:
Usia tua dapat meningkatkan risiko hipertensi pulmonal. Pasalnya, kondisi ini lebih sering ditemukan pada pasien berusia 30-60 tahun. Namun tipe hipertensi pulmonal idiopatik lebih umum terjadi pada dewasa muda.
Orang yang memiliki keluarga kandung yang mengidap hipertensi pulmonal, akan lebih berisiko untuk mengalami kondisi yang sama.
Orang dengan berat badan berlebih atau obesitas harus waspada karena risikonya untuk terkena hipertensi pulmonal juga akan lebih tinggi.
Ada beberapa jenis obat yang dikatakan mampu meningkatkan kemungkinan hipertensi pulmonal. Contohnya, obat-obatan penurun berat badan tertentu dan obat depresi atau cemas golongan SSRI.
Gangguan pembekuan darah atau riwayat keluarga dengan gumpalan darah di paru-paru juga bisa mempertinggi risiko seseorang untuk mengalami hipertensi pulmonal. Demikian pula dengan orang yang memiliki penyakit genetik, seperti penyakit jantung bawaan.
Diagnosis hipertensi pulmonal umumnya ditentukan dengan cara-cara berikut:
Hipertensi pulmonal tahap awal termasuk sulit dideteksi. Dokter biasa akan menanyakan riwayat kondisi ini dalam keluarga pasien serta gejala yang mungkin dirasakan oleh pasien.
Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk memperoleh gambaran mengenai ukuran, struktur, gerakan, serta kinerja jantung.
Prosedur EKG menggunakan alat yang ditempelkan di dada pasien untuk mendeteksi sinyal listrik di jantung. Tes ini merupakan pemeriksaan utama dalam mendiagnosis hipertensi pulmonal.
Tes pencitraan digunakan untuk memperoleh gambar kondisi jantung pasien. Beberapa jenis pemeriksaan pemindaian yang bisa disarankan oleh dokter meliputi rontgen dada, CT scan, MRI, dan PET scan.
Dokter juga dapat melakukan tes darah guna memeriksa kemungkinan hipertensi pulmonal.
Jika hasil pemeriksaan ekokardiogram menunjukkan hipertensi pulmonal, dokter akan menganjurkan kateterisasi jantung. Pemeriksaan ini bertujuan mengukur tekanan di arteri pulmonalis dan ruang bawah kanan jantung (ventrikel kanan) secara langsung.
Baca juga: Seberapa Sering dan Penting Melakukan Medical Check-Up?
Advertisement
Cara mengobati hipertensi pulmonal bervariasi untuk tiap penderita. Ini berarti, penanganannya akan spesifik dan tergantung pada kondisi dan usia pasien, serta tingkat keparahan penyakit.
Pada umumnya, pengobatan hipertensi pulmonal dapat berupa:
Dokter akan melakukan pengobatan pada kondisi yang menyebabkan hipertensi pulmonal. Misalnya, mengobati penyakit paru seperti PPOK yang diderita oleh pasien.
Dengan terapi oksigen, dokter akan memasang selang oksigen lewat hidung untuk membantu pasien bernapas. Terapi ini dilakukan bila pasien mengalami sesak napas dan memiliki kadar oksigen yang rendah dalam tubuhnya.
Obat pengencer darah (antikoagulan) diberikan pada pasien yang berisiko tinggi mengalami penggumpalan darah.
Pada pasien dengan hipertensi pulmonal berat, dokter bisa memberikan obat calcium channel blockers. Obat ini berfungsi menurunkan tekanan darah.
Bila obat calcium channel blockers kurang efektif, dokter akan meresepkan obat-obatan lain untuk membantu dalam membuka pembuluh darah yang menyempit.
Pada hipertensi pulmonal yang parah, dokter dapat merekomendasikan operasi. Contohnya, transplantasi paru atau atrial septostomy.
Pada atrial septostomy, dokter akan membuat lubang di antara jantung kiri dan kanan pasien. Prosedur ini memiliki efek samping yang serius, sehingga harus benar-benar dipertimbangkan terlebih dulu.
Bila dibiarkan, hipertensi pulmonal dapat menimbulkan beberapa komplikasi yang meliputi:
Pada kor pulmonal, ruang jantung kanan akan membesar. Karena itu, jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah melalui arteri pulmonalis yang menyempit atau tersumbat.
Awalnya, jantung akan melakukan kompensasi dengan menebalkan dindingnya dan melebarkan ruang jantung kanan untuk meningkatkan kapasitas penampungan darah. Tetapi perubahan ini akan menyebabkan gagal jantung di kemudian hari.
Hipertensi pulmonal dapat memicu terbentuknya gumpalan darah di pembuluh darah kecil paru-paru. Kondisi ini sangat berbahaya jika pembuluh darah tersebut sudah menyempit atau tersumbat.
Hipertensi pulmonal dapat menyebabkan gangguan irama jantung atau aritmia. Kondisi ini ditandai dengan jantung berdebar, pusing, atau pingsan. Beberapa jenis aritmia dapat mengancam nyawa.
Hipertensi pulmonal dapat memicu perdarahan pada paru-paru dan batuk darah. Kondisi ini berbahaya dan mengancam nyawa.
Hipertensi pulmonal sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup sang ibu dan janin.
Cara mencegah hipertensi pulmonal tergantung pada penyebabnya. Pasalnya, tidak semua pemicu kondisi ini bisa dihindari.
Langkah terbaik untuk menghindari penyakit ini adalah dengan menerapkan pola hidup sehat. Misalnya, mengatur agar pola makan dengan gizi seimbang, memastikan berat badan berada pada batas ideal, tidak merokok, rutin berolahraga, serta cukup beristirahat.
Bila mengalami gejala hipertensi pulmonal atau khawatir karena berisiko tinggi mengalami kondisi ini, Anda sebaiknya mengatur jadwal untuk berkonsultasi dengan dokter.
Sebelum pemeriksaan, Anda dapat mempersiapkan beberapa hal di bawah ini:
Dokter akan mengajukan sejumlah pertanyaan berikut:
Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan menganjurkan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis hipertensi pulmonal. Dengan ini, penanganan bisa diberikan secara tepat.
Advertisement
Dokter Terkait
Penyakit Terkait
Artikel Terkait
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved