21 Agt 2023
Ditinjau oleh dr. Reni Utari
Hipertensi atau darah tinggi bisa mengindikasikan serangan jantung dan stroke.
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi yang terjadi ketika tekanan darah (kekuatan darah yang mendorong dinding pembuluh darah) terlalu tinggi secara konsisten. Akibatnya, jantung bekerja akan lebih keras untuk memompa darah.
Umumnya, tekanan darah disebut tinggi apabila hasil tesnya mencapai 130/80 mmHg atau lebih.
Angka kasus hipertensi di Indonesia tergolong cukup mengkhawatirkan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi hipertensi di Indonesia pada penduduk berusia 18 tahun ke atas mencapai 34,1%.
Perkiraan jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang, sedangkan angka kematian akibat penyakit ini mencapai 427.218 jiwa.
Penyebab hipertensi bisa bermacam-macam dan tergantung pada jenisnya. Penyakit darah tinggi ini dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu hipertensi primer dan sekunder.
Hipertensi primer (hipertensi esensial) berkembang dari waktu ke waktu tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi. Namun kondisi ini dianggap akibat kombinasi dari genetik, pola makan, gaya hidup, dan usia. Sementara hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa kondisi yang meliputi penyakit ginjal, obstructive sleep apnea, penyakit kelenjar adrenal, kelainan hormon, cacat jantung bawaan, masalah tiroid, hingga efek samping obat-obatan tertentu.
Faktor risiko hipertensi di antaranya obesitas (berat badan berlebih), memiliki riwayat keluarga yang mengidap hipertensi, jarang olahraga, hingga merokok.
Hipertensi kerap dijuluki silent killer karena bisa tidak terdeteksi dalam jangka waktu lama dan menyebabkan kematian. Ditambah lagi, sebagian besar orang dengan hipertensi tidak mengalami gejala.
Namun ketika tekanan darah telah mencapai 180/120 mmHg atau lebih, gejala yang muncul dapat berupa sakit kepala berat, nyeri dada, pusing, sesak napas, mual dan muntah, hingga gangguan kecemasan.
Untuk mendiagnosis hipertensi, dokter akan memeriksa kondisi pasien dan menanyakan riwayat kesehatan sekaligus gejala yang ia alami.
Selanjutnya, dokter akan mendengarkan detak jantung pasien melalui stetoskop. Dokter juga bisa memasangkan manset di lengan pasien dan mengukur tekanan darah menggunakan alat pengukur tekanan darah (tensimeter), serta menganjurkan sejumlah tes laboratorium.
Setelah hasil tes keluar, barulah dokter bisa mengetahui klasifikasi hipertensi yang diidap oleh pasien. Pengelompokan hipertensi terbagi menjadi 3 jenis, yaitu prehipertensi, hipertensi tingkat 1, dan hipertensi tingkat 2.
Pengobatan hipertensi akan ditentukan oleh dokter berdasarkan pada usia dan kondisi pasien, serta tingkat keparahannya.
Jika tidak terlalu parah, dokter umumnya hanya akan merekomendasikan orang dengan hipertensi untuk melakukan perubahan gaya hidup.
Akan tetapi, apabila kondisi hipertensi tergolong parah, dokter mungkin akan menganjurkan perubahan gaya hidup sekaligus konsumsi obat-obatan penurun tekanan darah, seperti diuretik, ACE inhibitor, hingga angiotensin II receptor blockers (ARBs).
Semenatara untuk mencegah hipertensi, terdapat beberapa langkah yang bisa diterapkan, seperti mengurangi konsumsi garam dan menjalani diet hipertensi, membatasi konsumsi alkohol dan kafein, tidak merokok, mengurangi berat badan (jika obesitas), dan berolahraga secara teratur.
Tekanan berlebihan pada dinding arteri akibat hipertensi dapat merusak pembuluh darah dan organ tubuh. Semakin tinggi tekanan darah dan semakin lama tak terkontrol, semakin besar juga komplikasi yang bisa muncul.
Beberapa komplikasi hipertensi yang bisa terjadi meliputi serangan jantung, gagal jantung, stroke, masalah ginjal, sampai gangguan penglihatan.
Advertisement
Advertisement
Penyakit Terkait
Artikel Terkait
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved