1 Jun 2021
Ditinjau oleh dr. Karlina Lestari
Displasia fibrosa memicu tumbuhnya jaringan ikat abnormal di lokasi tulang
Displasia fibrosa adalah keadaan pada tulang dimana terdapat pertumbuhan abnormal dari jaringan fibrosa (jaringan ikat). Pertumbuhan tumor nonkanker ini berada pada tempat tumbuhnya jaringan tulang yang normal.
Jaringan fibrosa ini akan meluas dan bertambah besar sehingga menyebabkan tulang menjadi lebih lemah dan rentan terhadap fraktur maupun deformitas (perubahan bentuk).
Kelainan ini termasuk jarang dan merupakan 7 persen dari seluruh tumor jinak tulang. Semua tulang pada tubuh dapat terkena, namun yang paling sering terkena adalah:
Keadaan ini merupakan penyakit yang berlangsung lama dan sering bersifat progresif. Progresifitas ini terutama terjadi pada tipe poliostotik dan pada anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Meskipun proses abnormal dapat berhenti, namun kelainan yang telah terbentuk tidak dapat hilang.
Tidak terbatas pada tulang, proses abnormal yang terjadi pada penyakit ini juga dapat terjadi pada sel kelenjar pada tubuh. Artinya, jaringan fibrosa juga dapat terbentuk di sana untuk menggantikan sel kelenjar yang normal sehingga menyebabkan abnormalitas hormon. Meski hal ini jarang, namun dapat terjadi pada displasia fibrosa poliostotik berat.
Displasia fibrosa sangat jarang berubah menjadi tumor yang ganas. Perubahan menjadi ganas hanya terjadi pada 1 persen dari penderita dan lebih besar kemungkinannya pada tipe poliostotik.
Berdasarkan banyaknya tulang yang mengalami kondisi ini, dysplasia fibrosa dibagi menjadi dua. Adapun jenis displasia fibrosa tersebut adalah:
Jenis ini hanya melibatkan satu tulang. Tipe ini adalah yang paling banyak dijumpai dan biasanya gejala timbul saat remaja dan dewasa muda.
Jenis kedua dari kondisi ini melibatkan lebih dari satu tulang. Tipe ini lebih berat sehingga biasanya ditemukan lebih awal daripada tipe monostotik yang bisa tidak memberi gejala apapun. Biasanya gejala timbul sebelum usia 10 tahun.
Beberapa penderita tidak merasakan gejala displasia fibrosa apapun. Hal ini terutama pada tipe displasia fibrosa monostotic. Sementara itu, penderita lainnya mungkin dapat memiliki gejala yang berat dan pada lebih dari satu tulang.
Gejala yang timbul menggambarkan derajat keparahan displasia fibrosa. Gejala tersebut antara lain:
Seiring dengan pertumbuhan jaringan fibrosa tulang yang semakin membesar, bagian tulang yang terkena akan menjadi lemah dan nyeri karena desakan jaringan tersebut. Nyeri ini akan lebih berat jika tulang yang terkena adalah tulang penyangga berat badan seperti kaki maupun pinggul.
Nyeri yang diakibatkan oleh displasia fibrosa biasanya merupakan nyeri tumpul yang memberat saat beraktivitas dan membaik jika beristirahat. Nyeri ini bisa bertambah berat seiring berjalannya waktu dan perkembangan penyakit
Tulang dengan jaringan fibrosa sangat lemah jika dibandingkan dengan tulang normal. Bagian tulang yang lemah tersebut rentan untuk patah atau fraktur sehingga menyebabkan nyeri yang tiba-tiba dan berat.
Pada penderita displasia fibrosa yang mengalami patah tulang berulang, proses penyembuhan tulang yang patah tersebut menjadi tidak sempurna. Hal ini akan menyebabkan bentuk tulang menjadi tidak normal atau mengalami deformitas.
Deformitas berat yang terjadi pada tulang-tulang wajah dapat mengakibatkan gangguan penglihatan dan pendengaran. Jika tulang-tulang kaki yang terkena, akan menyebabkan penderita mengalami aneka masalah mulai kesulitan berjalan sampai menderita artritis (radang sendi) pada sendi-sendi di dekat tulang tersebut.
Displasia fibrosa dapat mengenai kelenjar sehingga menyebabkan hiperaktivitas kelenjar yang meliputi:
Warna kulit umumnya akan berwarna coklat terang, yang disebut café au lait spots. Jika displasia fibrosa berubah menjadi suatu keganasan, gejala yang perlu diwaspadai adalah pertumbuhan jaringan fibrosa yang sangat cepat.
Selain itu, kondisi berat akan menimbulkan nyeri yang intensitasnya terus bertambah berat terutama saat malam hari dan tidak hilang dengan beristirahat.
Penyebab displasia fibrosa belum dapat diketahui secara pasti, namun diduga disebabkan oleh kelainan genetik. Kelainan genetik ini tidak diturunkan dari orang tua, melainkan didapat dari mutasi pada gen tertentu. Mutasi ini menyebabkan sel cenderung membentuk jaringan tulang fibrosa yang abnormal.
Diagnosis displasia fibrosa dapat ditegakkan setelah terdapat gejala yang sesuai. Untuk memastikannya, diagnosis akan didukung oleh berbagai pemeriksaan seperti:
Dokter mungkin akan menyarankan pasien melakukan pemeriksaan dengan memakai X-ray, CT scan, MRI, atau bone scan. Pada pemeriksaan ini, jaringan tulang fibrosa akan terlihat berbeda dari jaringan tulang yang normal. Selain itu, pemeriksaan radiologi juga berguna untuk menemukan adanya fraktur maupun deformitas tulang.
Pemeriksaan ini dilakukan terutama untuk mendeteksi peningkatan enzim alkalin fosfatase darah dan hidroksiprolin pada urine. Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik dan tidak selalu positif pada displasia fibrosa.
Biopsi dilakukan dengan mengambil sampel dari jaringan tulang yang diduga mengalami displasia fibrosa.
Advertisement
Pengobatan displasia fibrosa akan dilakukan sesuai dengan kondisi dari penyakit ini. Perawatan yang diberikan dapat dilakukan dengan pembedahan dan non pembedahan.
Pengobatan nonbedah akan dilakukan sesuai dengan tingkat keparahan kondisi. Adapun metode yang bisa dilakukan antara lain:
Observasi atau pemantauan dengan pemeriksaan berkala seperti X-ray dilakukan jika penyakit tidak menimbulkan gejala. Displasia fibrosa yang ringan dan tidak bergejala biasanya tidak berisiko untuk menyebabkan fraktur dan deformitas.
Pemberian obat seperti bifosfonat bisa menjadi pilihan untuk menekan aktivitas sel yang mengikis tulang serta memperkuat tulang. Beberapa penelitian mengatakan obat ini dapat juga mengurangi nyeri tulang.
Dokter juga akan memberikan sejumlah langkah penanganan untuk mencegah deformitas tulang pada pasien.
Pembedahan dilakukan untuk membuang bagian abnormal, memperbaiki ataupun mencegah patah tulang. Pembedahan ini disarankan pada pasien dengan kondisi berikut:
Komplikasi displasia fibrosa bisa terjadi jika penyakit ini sudah sampai pada tahap yang parah. Beberapa kompliksi yang mungkin muncul antara lain:
Jika terkena penyakit ini, area tulang akan melemah sehingga dapat menyebabkan tulang menekuk. Melemahnya tulang rentan membatnya mengalami patah.
Jika tulang yang terkena berada di sekitar saraf ke mata dan telinga maka akan membuat penglihatan dan pendengaran mengalami masalah.
Deformitas tulang wajah yang parah dapat menyebabkan hilangnya penglihatan dan pendengaran. Beruntung, komplikasi demikian jarang terjadi.
Perubahan bentuk pada tulang kaki dan panggul akan menyebabkan terbentuknya radang sendi. Radang sendi akan terbentuk pada persendian tulang tersebut.
Komplikasi ini sangat jarang terjadi. Meski demikian, berubahnya tumor jinak menjadi kanker di area tulang yang terkena bukan mustahil. Umumnya, komplikasi langka ini hanya terjadi pada mereka yang pernah menjalani terapi radiasi sebelumnya.
Hingga saat ini, belum ada cara mencegah displasia fibrosa. Pasalnya, kelainan ini terjadi akibat mutasi genetik yang tidak diketahui penyebabnya.
Anda sebaiknya berkonsultasi dengan dokter jika mengalami gejala seperti:
Sebelum melakukan kunjungan ke dokter, persiapkan beberapa hal di bawah ini:
Dokter kemungkinan akan mengajukan pertanyaan berikut:
Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan menganjurkan pemeriksaan penunjang. Langkah ini bertujuan memastikan diagnosis displasia fibrosa agar penanganan yang tepat bisa diberikan.
Advertisement
Penyakit Terkait
Artikel Terkait
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved