15 Feb 2022
Ditinjau oleh dr. Reni Utari
Demam Lassa pertama ditemukan di wilayah Afrika Barat
Baru-baru ini pada tahun 2022, kasus Lassa fever kembali mencuat di Inggris. Penyakit ini dilaporkan menimpa dua warga Inggris yang baru kembali dari Afrika Barat.
Lassa fever atau demam Lassa adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Lassa (LASV). Virus ini dapat menginfeksi manusia secara zoonosis, yakni melalui paparan urine atau tinja dari tikus multimammate yang terinfeksi.
Kebanyakan kasus demam Lassa diawali dengan gejala ringan, seperti demam ringan, rasa tidak enak badan (malaise), dan sakit kepala. Jika tidak diobati dengan baik, demam Lassa dapat berkembang menjadi kondisi yang lebih serius hingga dapat mengancam nyawa.
Pada kondisi demam Lassa yang lebih parah, penderitanya dapat mengalami perdarahan dari gusi, hidung, mata, dan organ dalam. Itulah sebabnya, demam Lassa juga dikategorikan sebagai penyakit hemoragik.
Demam Lassa pertama kali terdeteksi di Nigeria pada tahun 1969. Penyakit ini kemudian menjadi kasus endemik di sejumlah wilayah Afrika Barat lainnya, seperti Liberia, Guinea, Mali, dan Sierra Leone.
Menurut data CDC, diperkirakan terdapat 100.000 hingga 300.000 kasus demam Lassa yang terjadi setiap tahunnya di Afrika Barat. Sekitar 5.000 kasus demam Lassa dilaporkan telah menyebabkan kematian.
Meski saat ini belum ada kasus demam Lassa yang dilaporkan di Indonesia, penting untuk memahami gejalanya agar lebih waspada.
Gejala dari demam Lassa biasanya muncul pada hari keenam hingga 21 hari setelah paparan virus terjadi. Diperkirakan 80% dari kasus infeksi Lassa yang terjadi tidak menunjukkan gejala signifikan atau ringan.
Akan tetapi, kebanyakan penderitanya akan merasakan tidak enak badan (malaise), sakit kepala, dan demam ringan.
Sementara 20% penderita demam Lassa lainnya, dilaporkan mengalami gejala yang lebih serius, di antaranya:
Penyebab demam Lassa adalah infeksi virus Lassa mammarenavirus (LASV). Virus LASV sendiri berasal dari golongan arbovirus yang merupakan jenis virus demam berdarah yang menyerang primata.
Virus Lassa dapat menginfeksi manusia melalui perantara hewan pengerat yang dikenal sebagai tikus multimammate (Mastomys natalensis). Mulanya, virus ini menginfeksi tikus dan akan mengontaminasi urine dan tinja yang dikeluarkan dari tikus tersebut.
Jenis tikus ini berkembang dengan sangat cepat dan banyak ditemukan di sabana dan hutan di Afrika barat, tengah, dan timur. Tikus ini sering ditemukan di rumah-rumah warga dan sering kali mengotori makanan dan lingkungan di sekitarnya.
Penularan virus Lassa ke manusia dapat terjadi melalui jalur berikut:
Penularan virus demam Lassa dari manusia ke manusia dapat terjadi setelah virus tersebut masuk ke dalam darah, jaringan tubuh, serta sisa pembuangan tubuh. Kontak langsung dengan darah, urine, feses, maupun cairan tubuh lainnya dari orang yang terinfeksi demam lassa tersebut dapat menularkan penyakit ini.
Meski begitu, kontak biasa seperti sentuhan pada kulit tanpa adanya pertukaran cairan tubuh tidak bisa menularkan virus Lassa.
Penularan antarmanusia biasa terjadi di fasilitas kesehatan yang tidak tersedia alat pelindung diri (APD) atau tidak digunakan. Virus Lassa dapat menyebar pada peralatan medis yang terkontaminasi, misalnya jarum suntik yang dipakai secara berulang.
Baca juga: Memahami Cara Reproduksi Virus Beserta Tahapannya
Demam Lassa dapat terjadi pada setiap orang dari berbagai kelompok usia. Namun individu yang paling berisiko adalah mereka yang tinggal di daerah pedesaan di mana tikus Mastomi biasanya ditemukan. Terutama di lingkungan dengan sanitasi yang buruk atau kondisi tempat tinggal yang padat.
Tenaga kesehatan yang merawat pasien demam Lassa tanpa praktik pencegahan dan pengendalian infeksi serta APD yang memadai juga berisiko tinggi terkena penyakit ini.
Gejala klinis yang ditimbulkan Demam Lassa sulit dibedakan dari infeksi virus lainnya seperti penyakit virus Ebola serta penyakit lain yang menyebabkan demam, termasuk malaria, shigellosis, demam tifoid dan demam kuning.
Untuk mendiagnosis demam Lassa, dokter biasanya akan melihat faktor risiko yang dimiliki pasien dan gejala yang dimiliki.
Selain melakukan tanya jawab dengan pasien, ada pula beberapa pemeriksaan laboratorium yang bisa membantu. Berikut ini adalah beberapa pemeriksaan untuk mendiagnosis Lassa fever antara lain:
Baca juga: Kenali Gejala Ebola, Penyakit Infeksi Virus yang Mematikan
Advertisement
Pengobatan Lassa fever dari obat-obatan dan terapi pendukung lainnya, seperti menjaga kebutuhan cairan tubuh, keseimbangan elektrolit, dan mengontrol kadar oksigen serta tekanan darah.
Menurut penelitian yang diterbitkan oleh British Medical Journals, obat antivirus ribavirin telah terbukti efektif dalam menghentikan pertumbuhan virus Lassa jka diberikan di awal perjalanan penyakit. Meski begitu, cara kerjanya masih belum jelas diketahui.
Pengobatan lain yang diberikan akan berfokus untuk mengurangi gejala, perawatan untuk mempertahankan fungsi tubuh, serta pengobatan komplikasi yang mungkin terjadi. Untuk mendapatkan penanganan yang efektif, penderita demam Lassa biasanya dianjurkan untuk dirawat inap di rumah sakit.
Berdasarkan data CDC, sekitar 1% dari semua kasus Lassa fever yang pernah terjadi dapat berakibat fatal dan menyebabkan sejumlah komplikasi.
Salah satu komplikasi paling umum dari demam Lassa adalah gangguan pendengaran, yang terjadi pada sekitar 1 dari 3 kasus infeksi.
Gangguan pendengaran ini bisa bervariasi bentuknya dan tidak selalu terkait dengan tingkat keparahan gejala. Ketulian yang disebabkan oleh demam Lassa bisa bersifat total dan permanen.
Sekitar 1 dari 5 kasus demam Lassa juga dapat menyerang beberapa organ, seperti hati, limpa, dan ginjal.
Sekitar 15 -20% dari semua pasien demam Lassa yang dirawat inap juga dilaporkan meninggal. Namun hanya 1% angka kematian yang disebabkan langsung oleh virus Lassa.
Umumnya kematian pasien tersebut terjadi dalam waktu 2 minggu setelah munculnya gejala, akibat dibarengi dengan terjadinya kegagalan beberapa organ secara bersamaan.
Penyakit ini juga sangat berisiko jika dialami oleh wanita hamil trimester ketiga. Demam Lassa diketahui punya risiko kematian yang tinggi terhadap janin dan ibu hamil.
Vaksin Lassa fever yang dapat mencegah terjadinya demam Lassa masih berada dalam tahap pengembangan dan belum tersedia hingga saat ini.
Fokus utama pencegahan demam Lassa adalah menjalani pola hidup bersih dan sehat, serta pengendalian hama penyakit seperti tikus.
Beberapa langkah yang bisa Anda lakukan untuk mencegah terjadinya demam Lassa meliputi:
Baca jawaban dokter: Luka akibat digigit tikus, bagaimana menanganinya?
Segeralah hubungi dokter bila Anda mengalami gejala-gejala demam Lassa maupun keluhan yang terasa mencurigakan, terutama jika Anda habis bepergian ke daerah yang rawan demam Lassa, seperti daerah Afrika.
Sebelum pemeriksaan ke dokter, Anda dapat mempersiapkan beberapa hal di bawah ini:
Dokter akan mengajukan sejumlah pertanyaan berikut:
Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan menganjurkan pemeriksaan penunjang. Langkah ini bertujuan memastikan diagnosis demam Lassa agar penanganan yang tepat bisa diberikan.
Advertisement
Dokter Terkait
Penyakit Terkait
Artikel Terkait
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved