logo-sehatq
logo-kementerian-kesehatan
SehatQ for Corporate
TokoObatArtikelTindakan MedisDokterRumah SakitPenyakitChat DokterPromo
Psikologi

Delirium

22 Mei 2022

| Nurul Rafiqua

Ditinjau oleh dr. Karlina Lestari

Delirium merupakan gangguan kemampuan mental yang ditandai dengan kebingungan dan menurunnya kesadaran

Gejala derilium diantaranya adalah sulit berkonsentrasi dan tidak sadar sedang berada di mana.

Pengertian delirium

Delirium adalah gangguan kemampuan mental yang menyebabkan kebingungan, kurangnya kesadaran (awareness) terhadap keadaan sekitar, dan perubahan emosi.

Kondisi ini dapat terjadi secara tiba-tiba dengan durasi beberapa jam hingga beberapa hari. Gejala delirium dapat semakin parah saat malam hari. Pasalnya, bagi penderita, lingkungan di malam hari bisa terasa lebih asing daripada siang hari.

Delirium dan demensia

Diagnosis delirium sering kali tertukar dengan demensia, depresi, skizofrenia, gangguan psikotik, bahkan dianggap sebagai respons umum dari otak yang menua. Namun terdapat beberapa hal yang membedakan delirium dengan demensia. Berikut contohnya:

  • Delirium lebih mengarah pada gangguan atensi atau perhatian, sedangkan demensia merupakan gangguan ingatan
  • Delirium merupakan kondisi sementara yang terjadi tiba-tiba, sementara demensia adalah kondisi kronis yang muncul berangsur-angsur dalam jangka waktu lama

Meski begitu, perlu diingat bahwa penderita demensia juga dapat terkena delirium.

Delirium dan Covid-19

Sejumlah penelitian melaporkan bahwa delirium hadir sebagai gejala baru dari infeksi virus corona atau Covid-19. Meski bukan gejala utama, studi terbaru pada tahun 2022 mengungkapkan bahwa delirium sering muncul pada pada kasus infeksi Covid-19 yang parah atau pasien Covid-19 berusia lanjut.

Suatu penelitian menyebutkan bahwa delirium merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi pada pasien Covid-19 hal ini terkait dengan usia yang lebih tua, komorbiditas neurologis dan tingkat serum urea dan laktat-dehidrogenase yang tinggi.

Para pakar kesehatan menduga bahwa virus Covid-19 menyebabkan delirium pada penderita dengan mekanisme sebagai berikut:

  • Virus corona menyerang sistem pernapasan, sehingga pasien kekurangan oksigen, yang kemudian memicu delirium
  • Delirium terjadi akibat respons tubuh terhadap virus corona dalam bentuk peradangan yang menyebabkan terhambatnya aliran darah ke otak
  • Delirium terjadi karena virus corona juga menyerang otak karena otak juga memiliki reseptor ACE2 yang mirip dengan reseptor yang ada di paru-paru 

Jenis-jenis delirium

Berdasarkan penyebab,tingkat keparahan, dan karakteristiknya, jenis delirium terbagi menjadi tiga kategori di bawah ini:

  • Delirium hipoaktif

Delirium hipoaktif adalah jenis delirium yang paling umum. Gejalanya sering meliputi delirium rasa kantuk berlebihan, frekuensi tidur yang sering, sulit konsentrasi dan bicara, serta terlihat linglung. 

Secara emosional, delirium hipoaktif dapat membuat penderita menjadi lebih pendiam atau tidak menanggapi kejadian di sekelilingnya. Diagnosis delirium jenis ini sering tertukar dengan demensia atau depresi

  • Delirium hiperaktif

Delirium hiperaktif dapat menyebabkan penderita tampak gelisah, waspada, tidak bisa diam, berhalusinasi, serta menjadi lebih agresif. Kasus delirium ini lebih jarang daripada jenis delirium hipoaktif dan sering kali tertukar dengan skizofrenia

  • Delirium tremens

Pasien delirium tremens biasanya mengalami gemetar, terlihat menggigil, mual, berkeringat, dan mengalami kebingungan yang disertai halusinasi. Delirium ini umum dialami oleh penderita gejala putus alkohol (withdrawal syndrome akibat alkohol).

Seseorang pun dapat mengalami campuran antara delirium hipoaktif dan hiperaktif silih berganti. Kondisi ini membuatnya sewaktu-waktu menjadi pendiam dan linglung, tapi tiba-tiba gelisah dan tidak bisa diam dalam waktu singkat.

Tanda dan gejala delirium

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi kelima (DSM-5) yang menjadi panduan untuk Asosiasi Psikiater Amerika (American Psychiatrist Association),  delirium umumnya ditandai dengan gejala-gejala berikut:

1. Berkurangnya kesadaran akan lingkungan sekitar

Hal ini dapat mengakibatkan penderita mengalami:

  • Perhatian yang mudah teralihkan
  • Sulit konsentrasi pada satu topik
  • Terpaku pada satu hal tertentu, dan tidak merespons ketika ditanya atau diajak bicara
  • Menarik diri, tidak merespons, atau hanya merespons sedikit pada lingkungan sekitar

2. Gangguan kognitif atau berkurangnya kemampuan berpikir

Gangguan ini ditandai dengan:

  • Ingatan yang buruk, terutama tentang peristiwa yang terjadi baru-baru ini
  • Disorientasi, misalnya tidak tahu dirinya siapa atau sedang berada di mana
  • Kesulitan berbicara atau mengingat kata-kata
  • Bicara melantur
  • Kesulitan memahami percakapan
  • Kesulitan membaca atau menulis 

3. Perubahan perilaku

Kondisi ini meliputi:

  • Berhalusinasi
  • Gelisah, jengkel, marah, atau muncul sikap agresif
  • Membuat suara yang tidak biasa seperti memanggil-manggil atau mengerang
  • Menjadi pendiam dan menarik diri, terutama penderita dewasa yang lebih tua
  • Lesu dan tampak lamban
  • Kebiasaan tidur yang buruk, misalnya tidur siang yang lama dan terjaga di malam hari karena gejala delirium umumnya berkurang di siang hari dan makin parah pada malam hari

4. Gangguan emosi

Tanda-tanda kondisi ini biasanya berupa:

  • Kecemasan, ketakutan, atau paranoid
  • Depresi
  • Mudah kesal atau marah
  • Gembira yang berlebihan (euforia)
  • Tidak peduli pada keadaan sekitar (apatis)
  • Perubahan suasana hati yang cepat dan tidak terduga
  • Perubahan kepribadian

Baca juga: Mengenal Jenis-Jenis Gangguan Jiwa pada Manusia

Penyebab delirium

Hampir semua jenis penyakit, obat-obatan, dan zat kimia tertentu memiliki peluang untuk menyebabkan delirium. Pada intinya, kondisi yang menyebabkan gangguan pada otak atau kesadaran diri, baik secara fisik atau mental, dapat menjadi penyebab delirium.

Beberapa hal di bawah ini umumnya dapat menyebabkan delirium meliputi:

  • Peradangan atau infeksi akut, seperti pneumonia, infeksi saluran kemih, tipes, sepsis, atau infeksi Covid-19
  • Gangguan metabolisme
  • Luka atau cedera pada otak
  • Riwayat operasi berat yang menggunakan obat bius
  • Pengaruh obat-obatan penenang, terutama bagi kaum lansia
  • Efek samping obat-obatan tertentu, seperti obat tidur, antihistamin, obat untuk menangani penyakit Parkinson, kortikosteroid, serta obat kejang
  • Keracunan zat tertentu, seperti sianida atau karbon monoksida
  • Terhambatnya saluran pencernaan, misalnya akibat terkena fecal impaction (tinja yang mengeras dan terjebak dalam usus besar) atau kesulitan buang air
  • Keterbatasan rangsangan pada panca indera, contohnya perubahan persepsi waktu setelah terisolasi dalam ruangan tanpa jendela atau jam dalam waktu lama 

Faktor risiko delirium

Para pakar medis menilai bahwa beberapa kondisi dapat membuat seseorang lebih berisiko untuk mengalami delirium. Faktor-faktor risiko ini meliputi:

  • Berusia lebih dari 65 tahun
  • Tidak bisa bergerak, misalnya karena terikat atau memakai kateter
  • Mengalami tekanan emosi yang berat
  • Memiliki insomnia
  • Pernah mengalami delirium
  • Malnutrisi
  • Dehidrasi
  • Ketidakseimbangan metabolisme seperti kekurangan sodium atau kalsium
  • Terjangkit penyakit iatrogenik
  • Sedang menggunakan tiga jenis obat atau lebih secara bersamaan
  • Terjangkit penyakit berat atau kondisi medis yang dapat mengganggu kinerja otak, seperti serangan jantung atau stroke

Diagnosis delirium

Dalam mendiagnosis delirium, dokter akan melakukan sejumlah pemeriksaan yang meliputi:

  • Pemeriksaan gejala dan riwayat kesehatan pasien 

Dokter akan melakukan pemeriksaan untuk menemukan ada tidaknya tanda delirium, yang disesuaikan dengan standar kriteria diagnosis delirium dari DSM-5.

  • Pemeriksaan status mental

Pemeriksaan status mental bertujuan menilai kesadaran, atensi, dan pola berpikir pasien. Tes ini dapat dilakukan melalui percakapan biasa maupun pemeriksaan yang berkaitan dengan kondisi kejiwaan.

  • Pemeriksaan fisik dan neurologis

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat ada tidaknya kondisi medis tertentu, yang kemungkinan menyebabkan delirium.

Sementara tes neurologis bertujuan mengetahui fungsi saraf pasien. Pemeriksaan ini dapat berupa tes penglihatan, keseimbangan, koordinasi tubuh, dan refleks.

  • Pemeriksaan penunjang 

Pemeriksaan tambahan dapat direkomendasikan oleh dokter untuk memastikan diagnosis delirium. Contohnya, tes darah, tes urine, rontgen dada, MRI, CT scan, dan sebagainya. 

Baca juga: Apakah Tes Kesehatan Jiwa di Internet Dijamin Akurat? 

Advertisement

Cara mengobati delirium

Cara mengobati delirium yang utama adalah mengatasi atau mengobati penyebabnya. Karena itu, langkahnya yang dianjurkan bagi pasien bisa berbeda-beda. 

Beberapa contoh penanganan delirium yang dapat dianjurkan oleh dokter meliputi:

1. Perawatan mandiri oleh keluarga di rumah

Setelah penyebab delirium selesai ditangani, tindakan selanjutnya adalah menyediakan lingkungan yang mendukung agar penderita cepat pulih dan tenang kembali. Hal ini bisa dilakukan dengan pemantauan maupun terapi suportif.

Jika Anda merupakan pengasuh atau salah satu orang terdekat pasien, Anda dapat membantu pasien delirium dengan cara-cara berikut:

  • Mengatur pola tidur

Mengatur pola tidur yang baik bisa dilakukan dengan memastikan lingkungan tenang dan tidak bising, menyesuaikan penerangan dengan waktu, serta memastikan supaya tidur pasien tidak terganggu.

Keluarga juga dapat membantu pasien untuk menyusun jadwal kegiatan yang teratur, mendukung perawatan diri pasien, dan memberikan kegiatan positif saat siang hari.

  • Menciptakan ketenangan dan keteraturan

Hal ini bisa dilakukan dengan menyediakan jam dan kalender, serta memberi tahu waktu dan kegiatan yang akan dilakukan (seperti mengucapkan waktunya makan atau waktunya tidur).

Anda juga bisa menyediakan benda-benda yang familiar bagi pasien, misalnya foto keluarga atau barang kesukaan pasien. 

Bila ada teman atau kerabat yang hendak menjenguk, disarankan tidak menemui pasien beramai-ramai. Masuklah satu per satu supaya situasi tetap tenang agar pasien merasa nyaman.

  • Mencegah komplikasi

Untuk mencegah komplikasi delirium, anggota keluarga perlu memerhatikan pasien dengan saksama.

Mulai dari mengatur jadwal minum obat sesuai anjuran dokter, menyediakan makanan bernutrisi dan cairan yang cukup, mendukung aktivitas fisik secara rutin, dan segera mengatasi penyakit yang bisa memperparah delirium (seperti infeksi atau gangguan metabolik).

Pastikan pula secara berkala bahwa saluran napas pasien tidak terganggu. Hindari juga penggunaan alat-alat yang membatasi gerak pasien, seperti kateter.

Ketika gejala delirium sudah berkurang, pasien juga dapat menerapkan beberapa perubahan gaya hidup di bawah ini:

  • Menerapkan teknik-teknik menangani stres dan relaksasi, seperti yoga, atau meditasi
  • Menerapkan pola hidup sehat dengan mengonsumsi makanan yang bergizi, istirahat yang cukup, dan olahraga teratur
  • Berbicara dengan orang-orang terdekat mengenai masalah yang dialami

Jika tersedia, pasien juga dapat bergabung dalam komunitas khusus untuk penyakit delirium. Dengan ini, pasien bisa berbagi cerita dan saling memberi dukungan dengan orang-orang yang pernah mengalami masalah serupa.

2. Obat-obatan 

Selain melalui perawatan suportif, delirium dapat ditangani dengan obat-obatan sesuai hasil konsultasi dengan dokter. Langkah ini terutama dilakukan jika delirium tidak kunjung mereda, bahkan telah membahayakan penderita dan orang-orang di sekitarnya. 

Obat-obatan yang dapat diberikan oleh dokter untuk menangani delirium bisa berupa:

  •  Antibiotik jika delirium disebabkan oleh infeksi bakteri
  • Thiamine atau vitamin B1 untuk mengatasi linglung atau disorientasi
  • Antidepresan untuk mengatasi gejala depresi
  • Obat penenang, terutama untuk meringankan gejala putus alkohol
  • Penghalang dopamin untuk mengatasi keracunan obat-obat tertentu

Saat gejala delirium sudah mereda, dokter dapat mengurangi dosis obat tersebut, bahkan menghentikan pemakaiannya.

3. Psikoterapi

Untuk mengatasi delirium tremens, tindakan tambahan seperti psikoterapi mungkin dibutuhkan. Terapi ini bertujuan menenangkan serta memperbaiki pola pikir penderita.

Komplikasi delirium

Apabila tidak ditangani dan diawasi dengan baik, delirium dapat menyebabkan komplikasi yang meliputi:

  • Penurunan ingatan dan kemampuan berpikir, khususnya pada penderita demensia dan penyakit kronis
  • Kondisi kesehatan yang semakin memburuk
  • Pasien yang semakin membutuhkan pengawasan dan perhatian medis dalam keseharian
  • Kesulitan pulih setelah operasi
  • Bertambahnya risiko kematian

Baca jawaban dokter: Sering lupa. Apa solusinya?

Cara mencegah delirium

Cara mencegah delirium dapat dilakukan dengan menghindari faktor-faktor pemicunya. Contohnya, menerapkan kebiasaan tidur yang baik dan teratur, serta mengatasi penyakit kronis secepatnya sebelum terjadi komplikasi.

Kapan Harus Berkonsultasi dengan Dokter

Jika Anda atau orang terdekat mengalami gejala delirium hingga aktivitas sehari-hari terganggu, segera konsultasikan ke dokter untuk mendapatkan penanganan secepatnya.     

Apa yang Perlu Dipersiapkan Sebelum Berkonsultasi dengan Dokter

Sebelum pemeriksaan ke dokter, Anda dapat mempersiapkan beberapa hal di bawah ini:

  • Buat daftar seputar gejala yang dialami oleh pasien.
  • Catat riwayat penyakit yang pernah dan sedang dialami oleh pasien. Demikian pula dengan riwayat medis keluarga.
  • Catat semua obat, suplemen, obat herbal, atau vitamin yang dikonsumsi.
  • Catat pertanyaan-pertanyaan yang ingin diajukan pada dokter. 
  • Mintalah keluarga atau teman untuk mendampingi Anda dan pasien saat berkonsultasi ke dokter. Mereka bisa memberikan dukungan moral maupun membantu Anda dalam mengingat informasi yang disampaikan oleh dokter.

Apa yang Akan Dilakukan Dokter pada Saat Konsultasi

Dokter biasanya akan mengajukan sejumlah pertanyaan berikut:

  • Apa saja gejala yang muncul? Sejak kapan?
  • Apakah ada gejala fisik yang dirasakan, seperti sakit dada atau perut?
  • Bagaimanakah dampak gejala tersebut terhadap kehidupan sehari-hari?
  • Apakah akhir-akhir ini pasien mengalami depresi atau kejadian sedih?
  • Apakah ada cedera kepala atau trauma yang pasien alami baru-baru ini?
  • Obat apa saja yang pernah dan sedang dikonsumsi oleh pasien?
  • Apakah pasien pernah didiagnosis dengan kondisi medis tertentu?
  • Apakah pasien mengonsumsi alkohol atau narkotika?

Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan menganjurkan pemeriksaan penunjang. Langkah ini bertujuan memastikan diagnosis delirium agar penanganan yang tepat bisa diberikan.

Advertisement

gangguan tingkat kesadaranmasalah kejiwaangangguan mentalkesehatan mentalpenyakit kejiwaan

Bagikan

Dokter Terkait

Penyakit Terkait

Artikel Terkait

no image

Advertisement

logo-sehatq

Langganan Newsletter

Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.

Metode Pembayaran

Bank BCABank MandiriBank BNIBank Permata
Credit Card VisaCredit Card Master CardCredit Card American ExpressCredit Card JCBGopay

Fitur

  • Toko
  • Produk Toko
  • Kategori Toko
  • Toko Merchant
  • Booking
  • Promo
  • Artikel
  • Chat Dokter
  • Penyakit
  • Forum
  • Review
  • Tes Kesehatan

Perusahaan

Follow us on

  • FacebookFacebook
  • TwitterTwitter
  • InstagramInstagram
  • YoutubeYoutube
  • LinkedinLinkedin

Download SehatQ App

Temukan di APP StoreTemukan di Play Store

Butuh Bantuan?

Jam operasional: 24 Jam

Hubungi Kami+6221-27899827

© SehatQ, 2023. All Rights Reserved