1 Jun 2021
Ditinjau oleh dr. Anandika Pawitri
Anak yang memiliki alergi susu harus menghindari susu dan produk yang mengandung susu
Alergi susu adalah respons tidak normal dari sistem kekebalan tubuh terhadap susu atau produk yang mengandung susu. Penyakit ini sangat umum terjadi pada anak-anak.
Susu sapi merupakan penyebab utama alergi susu. Namun susu domba, kerbau, dan mamalia lain juga bisa menimbulkan reaksi alergi ini. Reaksi alergi biasanya terjadi setelah seseorang mengonsumsi susu atau produk olahannya.
Gejala alergi susu sangat luas. Mulai dari ringan sampai berat, dan dapat disertai dengan napas yang berbunyi (mengi), muntah, gatal-gatal, serta masalah pencernaan.
Alergi susu juga dapat mengakibatkan reaksi anafilaksis, yaitu reaksi alergi berat yang mengancam nyawa.
Menghindari susu dan produk yang mengandung susu, menjadi langkah utama dalam penanganan alergi susu. Seiring waktu, alergi susu pada anak-anak bisa hilang.
Namun jika alergi susu tetap ada, anak harus menghindari susu maupun produk turunannya.
Gejala alergi susu pada setiap individu bisa bervariasi. Gejala dapat muncul beberapa menit hitungan hingga jam setelah seseorang mengonsumsi susu atau produk olahannya.
Secara umum, tanda dan gejala alergi susu meliputi:
Sementara itu, gejala alergi susu di bawah ini membutuhkan beberapa waktu untuk terjadi:
Mungkin saja ada tanda dan gejala alergi susu yang tidak disebutkan. Bila ada kekhawatiran akan gejala tertentu, konsultasikanlah dengan dokter.
Penyebab alergi susu adalah sistem imun yang keliru dan mengira susu sebagai zat asing yang berbahaya. Akibatnya, tubuh penderita mengeluarkan reaksi alergi untuk melawan susu. Karena itu, alergi susu termasuk kondisi autoimun.
Dua protein dalam susu sapi di bawah ini dapat menyebabkan reaksi alergi:
Seseorang dapat mengalami alergi terhadap salah satu protein susu tersebut atau keduanya. Protein ini akan sangat sulit dihindari karena mereka juga dapat ditemukan dalam beberapa makanan olahan.
Kebanyakan orang yang mengalami reaksi alergi susu sapi juga akan bereaksi terhadap susu kambing, domba, dan kerbau. Meski jarang, pengidap alergi susu sapi juga bisa mengalami alergi terhadap susu kedelai.
Faktor-faktor berikut dinilai dapat memicu reaksi alergi susu pada seseorang:
Banyak penderita alergi susu juga mengalami alergi terhadap alergi lain. Namun alergi susu biasanya akan berkembang lebih dulu sebelum alergi jenis lain.
Anak yang mengalami dermatitis atopik, memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami alergi makanan, termasuk susu.
Anak akan lebih berisiko untuk mengalami alergi makanan jika salah satu atau kedua orang tua kandungnya juga memiliki alergi makanan, jenis alergi lain (seperti hay fever), asma, atau biduran.
Alergi susu lebih umum dialami oleh anak-anak. Seiring waktu, sistem pencernaan anak akan semakin matang dan reaksi tubuh terhadap susu akan semakin berkurang.
Alergi susu berbeda dengan intoleransi laktosa. Pasalnya, intoleransi laktosa tidak berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh.
Intoleransi laktosa terjadi karena tubuh tidak bisa mencerna gula dalam susu akibat kekurangan enzim laktase. Jadi kondisi ini tidak berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh.
Diagnosis alergi susu dapat ditentukan dengan cara-cara berikut:
Dokter akan menanyakan mengenai gejala yang Anda rasakan, faktor risiko alergi susu yang Anda miliki, serta apakah terdapat riwayat alergi pada keluarga Anda.
Selama pemeriksaan fisik, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dari ujung kepala ke ujung kaki untuk mencari tanda alergi susu pada tubuh Anda.
Tes darah bertujuan mengukur respons sistem imun terhadap susu dengan melihat jumlah antibodi IgE dalam darah.
Tes kulit alias skin prick test dilakukan dengan menempatkan sejumlah kecil protein dari susu pada kulit. Dokter kemudian mencukit kulit pasien dengan jarum, tapi tidak sampai berdarah.
Jika pasien memiliki alergi terhadap zat tertentu, kulitnya akan mengalami benjolan atau ruam.
Dokter akan melakukan tes makan atau oral food challenge dengan memberi beberapa makanan yang mengandung dan tidak pada pasien. Dokter lalu mengecek reaksi tubuh pasien.
Pemeriksaan ini biasanya dilakukan setelah tes darah dan tes kulit. Apabila pasien memang mengalami alergi susu, reaksi alergi biasanya akan muncul dalam waktu 30 menit sampai 3 jam setelah mengonsumsi makanan mengandung susu.
Karena bertujuan memancing reaksi alergi pasien, tes makan harus dilakukan di bawah pengawasan dokter.
Advertisement
Cara mengobati alergi susu umumnya tergantung pada tingkat keparahan dan seberapa lama pasien sudah mengalami kondisi ini. Beberapa metode penanganan alergi susu yang bisa dianjurkan meliputi:
Penanganan utama alergi susu adalah dengan menghindari semua bahan pangan yang susu. Contohnya, yoghurt, keju, cokelat, permen karamel, bubuk protein, perisa mentega buatan, hidrolisa, mentega, krim, custard, krim asam, dan lain-lain.
Oleh karena itu, sangat penting untuk membaca komposisi dari setiap produk pangan sebelum dikonsumsi.
Sebagai alternatif, pasien bisa mengonsumsi bahan pangan yang tidak mengandung susu di bawah ini:
Pilihan obat alergi susu yang diresepkan oleh dokter bisa berupa:
Antihistamin berfungsi meredakan gejala dan mengurangi efek alergi. Contoh obat ini meliputi cetirizin, klorfeniramin, difenhidramin, dan loratadine.
Pada alergi berat dan serius seperti reaksi anafilaksis, diperlukan suntikan epinefrin.
Jika tidak ditangani dengan benar dan segera, alergi susu dapat menyebabkan komplikasi berupa:
Hingga sekarang, belum ada cara yang terbukti efektif untuk mencegah alergi terhadap makanan tertentu, termasuk cucu. Namun reaksi alergi bisa dihindari dengan menjauhi penyebabnya.
Cara mencegah alergi susu yang terbaik adalah menghindari semua bahan pangan yang mengandung susu. Anda bisa melakukannya dengan membaca label makanan dan minuman dengan teliti. Jika masih ragu, hubungi layanan konsumen dari produk tersebut.
Perhatikan informasi produk mengenai kandungan kasein, whey, dan sebagainya, yang merupakan turunan susu. Selain itu, Anda juga perlu memperhatikan bahan-bahan berikut pada kemasan produk:
Bahan-bahan tersebut bisa saja terkantung pada makanan yang tidak terduga mengandung susu. Misalnya, tuna kalengan dan sosis.
Meski diberi label ‘bebas susu’ atau ‘tidak mengandung susu’, produk pangan tertentu bisa saja mengandung protein susu.
Anda pun perlu menanyakan bahan-bahan yang digunakan dalam masakan serta proses memasaknya dengan saksama ketika hendak memesan makanan di restoran.
Pada anak-anak yang memiliki alergi susu, ASI dan susu hypoallergenic dapat mencegah reaksi alergi.
Ibu yang memberikan ASI juga perlu memperhatikan pola makannya dan menghindari semua produk yang mengandung susu. Bahan pangan yang dikonsumsi oleh sang ibu akan masuk ke dalam ASI, yang nantinya diminum oleh buah hati.
Sementara susu formula hypoallergenic diproduksi dengan memakai enzim untuk menghancurkan protein susu, seperti kasein dan whey. Ada juga susu hypoallergenic yang sama sekali tidak mengandung susu, tapi asam amino. Susu formula jenis ini paling jarang menimbulkan reaksi alergi.
Susu kedelai (soya) memang tidak mengandung susu sapi. Tapi susu ini pun ternyata bisa menyebabkan alergi kedelai.
Jika ibu dan bayi sama sekali tidak bisa mengonsumsi susu maupun produk turunannya, dokter spesialis gizi klinik dapat merekomendasikan suplemen pengganti susu. Contohnya, kalsium, vitamin D, dan riboflavin.
Segera berkonsultasi dengan dokter apabila Anda atau anak Anda mengalami gejala alergi susu, seperti muntah, pusing, dan sesak napas.
Anda juga disarankan mencari pertolongan medis darurat jika melihat seseorang mengalami gejala anafilaksis yang meliputi napas cepat, detak jantung lemah, mual, muntah, ruam pada kulit, kesulitan bernapas, dan pingsan.
Sebelum pemeriksaan ke dokter, Anda dapat mempersiapkan beberapa hal di bawah ini:
Dokter umumnya akan mengajukan sejumlah pertanyaan berikut:
Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan menganjurkan pemeriksaan penunjang. Langkah ini bertujuan memastikan diagnosis alergi susu agar penanganan yang tepat bisa diberikan.
Advertisement
Penyakit Terkait
Artikel Terkait
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved