Personel girlband Aespa, Winter, baru-baru ini mendapatkan ancaman pembunuhan dalam sebuah situs komunitas di Korea Selatan. Di Negeri Ginseng itu, kasus copycat crime memang sedang meningkat. Lantas, bagaimana penjelasan kejahatan copycat dari kacamata psikologi?
Ditinjau secara medis oleh dr. Reni Utari
10 Agt 2023
Personel girlband Aespa, Winter, mendapatkan ancaman pembunuhan dalam sebuah situs forum. (Sumber: Instagram/imwinter)
Table of Content
Maraknya ancaman pembunuhan dan serangan yang diunggah ke internet membuat masyarakat Korea Selatan khawatir atas kemungkinan munculnya copycat crime (kejahatan copycat) yang menargetkan orang asing. Bahkan, personel girlband Aespa, Winter (Kim Min-jeong), baru-baru ini juga mendapatkan ancaman dalam sebuah situs forum.
Advertisement
Ancaman pembunuhan yang ditargetkan pada Winter muncul di tanggal 7 Agustus lalu dalam situs forum DC Inside. Di situs ini, terdapat sebuah papan topik berjudul "Selebritas Wanita".
Di dalamnya, terdapat ancaman pembunuhan yang berbunyi, "Saya akan menusuk dan membunuh Winter Aespa, yang akan berangkat pada tanggal 8 (Agustus)".
Aespa, girlband yang terdiri dari Karina, Winter, Giselle, dan Ningning, berencana untuk terbang ke Amerika Serikat pada tanggal 8 Agustus untuk tampil di festival musik Outside Lands 2023.
Unggahan asli dari ancaman tersebut memang sudah dihapus. Akan tetapi, beberapa netizen menyebarkannya ke situs forum lainnya. Bahkan, beberapa orang di internet langsung melaporkan ancaman ini ke polisi.
Walaupun mendapatkan ancaman pembunuhan, Winter dan Aespa tetap berangkat ke Amerika Serikat dari bandara Incheon pada 8 Agustus kemarin.
Demi menjaga keamanan, terdapat sekitar 10 petugas kepolisian yang disebar di area bandara guna mengantisipasi ancaman yang ditujukan pada Winter.
SM Entertainment, selaku agensi dari Aespa, juga buka suara mengenai ancaman pembunuhan ini. Mereka langsung mengajukan keluhan resmi terkait ancaman tersebut pada polisi dan meminta pihak yang berwenang untuk melakukan investigasi.
Ancaman pembunuhan dan penusukan terhadap Winter menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat Korea Selatan terkait kasus penusukan massal dan meningkatnya angka copycat crime.
Dalam kurun waktu dua minggu, terdapat beberapa kasus penusukan secara acak yang terjadi di beberapa wilayah Korea Selatan. Salah satunya di jalanan dekat stasiun kereta bawah tanah Seoul pada 21 Juli silam.
Kala itu, pelaku menikam 4 orang tanpa motif yang jelas. Akibatnya, 1 orang tewas dan 3 korban lainnya dirawat karena kondisinya kritis.
Pada bulan Agustus, serangan penusukan kembali terjadi. Kali ini, pelaku menabrakkan mobil ke arah trotoar di dekat stasiun kereta bawah tanah di Seongnam.
Setelah turun dari mobil, pelaku masuk ke dalam pusat perbelanjaan dan menusuk beberapa orang dengan pisau. Alhasil, 5 orang menjadi korban tabrakan dan 2 di antaranya dalam kondisi kritis di rumah sakit.
Pelaku juga melakukan aksi penusukan pada 9 orang dan membuat 8 korban di antaranya mengalami luka serius.
Tak lama setelah itu, kasus penusukan kembali terjadi di wilayah Daejeon. Kali ini, seorang guru di SMA Songchon yang menjadi korbannya.
Beberapa ahli mengemukakan adanya kemungkinan bahwa kasus-kasus penusukan yang terjadi bersifat copycat crime.
Lalu, apa itu copycat crime? Motif apa yang dimiliki oleh pelaku hingga tega menyakiti dan membunuh orang-orang tak bersalah?
Baca Juga: Jenis-jenis Stalker yang Mungkin Ada di Sekitar Anda
Copycat crime adalah tindakan kriminal yang meniru atau terinspirasi oleh kejahatan yang sebelumnya telah dilaporkan di media atau diterbitkan dalam bentuk fiksi.
Beberapa kasus kejahatan copycat bahkan memiliki kronologi yang sama persis dengan peristiwa yang menjadi inspirasinya.
Ketika melancarkan aksinya, pelaku copycat crime biasanya meniru unsur-unsur tertentu. Mulai dari motivasi, teknik, hingga latar belakang, dari tindak kejahatan yang menginspirasinya.
Terdapat beberapa teori mengapa seseorang bisa termotivasi untuk melakukan copycat crime, di antaranya:
Pada akhir tahun 1960-an, seorang psikolog Kanada bernama Albert Bandura, ingin mengetahui apakah seseorang dapat belajar menjadi agresif atau tidak.
Melalui studinya, Bandura menemukan bahwa anak-anak dapat belajar menjadi agresif, terutama jika mereka tahu bahwa ada hadiah yang menanti sesaat setelah mereka melakukan tindakan agresifnya.
Sejak saat itu, para psikolog memakai prinsip-prinsip yang berasal dari penelitian Bandura untuk memahami perilaku agresi serta adiksi.
Dalam kasus copycat crime, hipotesis utamanya adalah bahwa perhatian yang diterima oleh jenis kejahatan ini dianggap sebagai hadiah oleh pelaku.
Mereka yang melancarkan aksi copycat crime umumnya memiliki gangguan psikologis yang serius dan/atau latar belakang kriminal. Karena mendambakan perhatian, para pelaku tertarik untuk meniru hal-hal yang sensasional.
Dikutip dari situs Psychology for Growth, copycat crime mirip dengan fenomena copycat suicide, yaitu perilaku bunuh diri tiruan yang terjadi setelah menyaksikan atau melihat kasus bunuh diri orang terkenal lainnya.
Mereka yang melakukan copycat crime secara tidak langsung dipengaruhi oleh sensasi seputar kasus-kasus terkenal.
Perhatian yang diberikan oleh masyarakat terhadap tindakan copycat crime menempatkan orang-orang tertentu pada risiko yang lebih besar untuk meniru apa yang mereka lihat maupun dengar.
Baca Juga: Kejadian Artis Bunuh Diri, Benarkah Membuat Banyak Orang Meniru?
Akibat dari kasus-kasus copycat crime yang terjadi di Korea Selatan, serta mencuatnya ancaman-ancaman kejahatan copycat di media sosial, pemerintah setempat mengerahkan pihak yang berwenang untuk melakukan pengamanan.
Bahkan, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menginstruksikan kepolisian untuk mengerahkan personel keamanan guna mencegah munculnya serangan-serangan lain.
Advertisement
Ditulis oleh Fadli Adzani
Referensi
Artikel Terkait
Menerima diri sendiri berarti menerima sisi positif maupun negatif dalam diri Anda. Anda dapat mengalami kesulitan dalam menerima diri sendiri karena trauma masa lalu yang dilakukan oleh orangtua ataupun orang-orang di sekitar Anda.
27 Apr 2023
Bystander effect adalah kondisi ketika seseorang melihat situasi darurat, namun tidak melakukan tindakan apapun untuk membantu atau menghentikannya. Efek pengamat tersebut kerap bisa terlihat dalam berbagai peristiwa, tapi apa sebenarnya alasan di balik fenomena ini?
20 Apr 2023
Cara utama menghilangkan trauma adalah dengan menerima dulu bahwa peristiwa traumatis itu benar terjadi. Setelah cobalah mencari bantuan profesional, seperti psikolog dan psikiater.
21 Jan 2023
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Dijawab oleh dr. Reni Utari
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved