Disgrafia adalah gangguan belajar yang berpusat pada kemampuan menulis anak. Kondisi ini dapat ditandai dengan sulit menyalin tulisan, kesulitan membayangkan kata sebelum ditulis, hingga memperhatikan tangan sambil menulis. Peran orangtua sangat dibutuhkan untuk mengatasinya.
14 Jan 2022
Ditinjau oleh dr. Anandika Pawitri
Disgrafia adalah salah stau gangguan belajar yang ditandai dengan tulisan tangan yang sulit dibaca
Table of Content
Apakah anak memiliki masalah atau kesulitan dalam menulis? Jika kondisi ini terus terjadi dan tidak ada peningkatan, Anda perlu mewaspadai disgrafia pada anak.
Advertisement
Salah satu gangguan belajar ini dapat menghalangi anak untuk bisa memahami dan meningkatkan kemampuan akademiknya. Mari kenali lebih jauh seputar disgrafia pada anak dan cara mengatasinya.
Secara singkat, pengertian disgrafia adalah gangguan belajar yang berpusat pada kemampuan menulis anak.
Karakteristik tulisan tangan anak dengan gangguan ini sering kali sulit dibaca. Anak yang mengalami disgrafia juga terkadang menggunakan kata-kata yang tidak tepat dalam berkomunikasi.
Anak dengan disgrafia dapat dianggap sebagai murid yang malas dan ceroboh karena memiliki tulisan tangan yang tidak rapi.
Hal ini dapat menurunkan self-esteem dan kepercayaan diri mereka sehingga bisa menimbulkan perasaan cemas dan memiliki sikap yang buruk di sekolah.
Sekilas, disgrafia terlihat sama dengan disleksia, karena penderita disleksia terkadang juga mengalami gangguan pada penulisan dan pengejaan. Faktanya, anak bisa saja mengalami disleksia dan disgrafia secara bersamaan.
Oleh karena itu, dibutuhkan pemeriksaan yang jelas untuk mengetahui gangguan belajar yang dialami anak.
Ciri khas dari disgrafia adalah tulisan tangan yang tidak jelas dan sulit dibaca. Meski demikian, bukan berarti semua anak yang memiliki tulisan tangan yang jelek menderita disgrafia.
Selain bentuk tulisan, berikut adalah tanda-tanda lain yang dapat mengindikasikan anak mengidap disgrafia.
Baca Juga
Gangguan belajar disgrafia timbul ketika ada masalah pada sistem saraf yang mengatur kemampuan motorik untuk menulis.
Namun, penyebab disgrafia belum diketahui secara pasti. Walaupun begitu, terdapat beberapa kemungkinan yang dapat memicu masalah ini.
Bila terjadi saat anak-anak, kemungkinan penyebab disgrafia adalah terganggunya bagian memori yang membantu anak untuk mengingat kata-kata yang ditulis atau gerakan tangan untuk bisa menulis.
Terkadang disgrafia bisa timbul bersama dengan gangguan belajar lainnya, seperti ADHD, disleksia, dan sebagainya.
Disgrafia yang muncul saat dewasa bisa disebabkan cedera otak ataupun stroke. Sebab, adanya cedera atau gangguan pada bagian lobus parietal kiri di otak bisa memicu gangguan ini.
Gangguan belajar disgrafia juga dapat diturunkan dan risikonya lebih besar pada anak-anak yang lahir prematur dan memiliki gangguan belajar lainnya.
Karena merasa kesulitan, gangguan ini bisa menjadi faktor penyebab anak malas menulis.
Perbedaan disleksia, disgrafia, dan diskalkulia patut diketahui orangtua.
Disleksia adalah gangguan dalam proses belajar anak yang ditandai dengan kesulitan untuk membaca, mengeja, atau berbicara dengan jelas.
Sementara itu, disgrafia adalah gangguan belajar pada anak yang ditandai dengan kesulitan menulis.
Gangguan ini terjadi ketika anak terus-menerus mengalami kesulitan dalam menulis hingga mengganggu kegiatan belajarnya.
Berbeda dengan disgrafia yang mempengaruhi kemampuan anak menulis, diskalkulia berkaitan dengan angka.
Gangguan ini menyebabkan anak kesulitan dalam mempelajari konsep matematika dasar.
Diagnosis disgrafia membutuhkan tim ahli, seperti dokter, psikolog berlisensi, atau ahli kesehatan mental lainnya, yang terlatih dalam bekerja dengan orang-orang yang memiliki gangguan belajar.
Terapis okupasi, psikolog sekolah, atau guru pendidikan khusus juga bisa membantu dalam proses diagnosis.
Selain itu, anak-anak dapat diminta untuk melakukan tes IQ untuk mengetahui apakah mereka mengidap disgrafia atau tidak.
Tugas-tugas sekolah tertentu yang telah dikerjakan anak juga mungkin diperiksa oleh tim ahli.
Dalam beberapa kasus, anak akan diminta untuk mengerjakan tes akademik atau ujian menulis untuk mengukur kemampuan mereka dalam menuangkan pikiran ke dalam kata-kata dan menguji keterampilan motorik halusnya.
Terdapat sejumlah jenis disgrafia yang perlu diwaspadai orangtua, di antaranya:
Jenis disgrafia yang satu ini membuat kata-kata tertulis yang belum disalin dari sumber lain tidak bisa terbaca, terutama seiring berjalannya proses penulisan.
Di sisi lain, tulisan atau gambar yang telah disalin mungkin akan terlihat jelas.
Selain itu, jenis disgrafia ini juga bisa ditandai dengan ejaan yang buruk, meskipun penderitanya memiliki keterampilan motorik halus yang normal.
Terlepas dari namanya, penderita disleksia disgrafia belum tentu mengidap disleksia.
Jenis disgrafia ini terjadi ketika penderitanya memiliki keterampilan motorik halus yang kurang baik. Selain itu, penderita disgrafia motorik dianggap memiliki ketangkasan yang buruk.
Karya tulis, termasuk karya dan gambar yang disalin penderitanya, cenderung buruk atau tidak terbaca.
Agar tulisannya dapat terbaca dengan jelas, penderita disgrafia motorik perlu bekerja ekstra keras.
Meski begitu, kemampuan mengeja penderita jenis disgrafia ini umumnya masih berada di batas yang normal.
Disgrafia spasial terjadi akibat masalah dengan kesadaran spasial. Jenis disgrafia ini dapat terlihat ketika anak atau orang dewasa merasa kesulitan untuk bisa menulis secara lurus di garis kertas yang sama.
Selain itu, penderita disgrafia spasial dapat merasa kesulitan memberikan jarak antara kata yang mereka tulis.
Semua bentuk tulisan tangan dan gambar dari penderita disgrafia spasial biasanya tidak bisa terbaca dengan jelas.
Akan tetapi, keterampilan mengeja mereka biasanya tidak terganggu atau masih normal.
Sayangnya, disgrafia adalah gangguan belajar yang belum bisa diobati. Namun, terdapat penanganan yang bisa dilakukan untuk membantu anak beradaptasi dengan gangguan belajar ini.
Salah satu penanganan yang bisa diberikan untuk anak yang menderita gangguan belajar disgrafia adalah terapi okupasi.
Terapi ini dapat berperan untuk meningkatkan kemampuan menulis anak dengan cara-cara berikut:
Selain terapi okupasi, ada program-program lainnya yang bisa diikuti anak sebagai penanganan disgrafia.
Berbagai program ini dapat membantu anak mempelajari cara belajar menulis dengan rapi, contohnya terapi motorik.
Apabila anak mengalami gangguan belajar lainnya, mereka juga akan diberikan penanganan untuk mengatasi gangguan belajar tersebut, misalnya ADHD atau disleksia.
Terapi edukasi juga bisa dilakukan. Dalam terapi ini, seorang terapis dapat mengajarkan strategi kepada anak untuk mengatasi kelemahan mereka.
Terapis dapat membantu anak dengan kata-kata positif agar mereka dapat mengatasi gangguan menulisnya.
Tidak hanya itu, terapis juga bisa membantu anak untuk menetapkan tujuan yang realistis dan relevan untuk menulis.
Disgrafia adalah gangguan belajar yang belum ada obatnya, tetapi orangtua dapat ikut andil dalam membantu anak untuk mengatasi gangguan belajar ini.
Berikut adalah beberapa tips yang bisa dilakukan orangtua dalam membantu anak dengan gangguan belajar disgrafia:
Orangtua juga bisa bekerja sama dengan guru di sekolah untuk memudahkan anak dalam mengikuti pembelajaran.
Beberapa hal yang bisa membantu anak dalam pembelajaran di sekolah adalah:
Apabila terapi atau program yang diikuti anak terlihat tidak menunjukkan hasil, jangan merasa frustrasi dan memarahi mereka karena proses perkembangan anak dalam mengatasi disgrafia membutuhkan waktu.
Jika orangtua merasa anak tidak cocok dengan program atau terapi yang sedang diikuti, carilah program atau terapi lain yang lebih sesuai untuk anak.
Terimalah anak apa adanya dan semangati mereka untuk terus berusaha menghadapi gangguan belajar disgrafia yang dimilikinya.
Untuk berdiskusi lebih lanjut tentang disgrafia, tanyakan langsung pada dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ. Download sekarang di App Store dan Google Play.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Diskalkulia adalah kesulitan dalam memahami konsep matematika, misalnya berhitung. Anak dengan kondisi ini akan menunjukkan tanda-tanda khusus yang harus diperhatikan orangtua.
Masih banyak orangtua yang membawa anak-anaknya menonton film joker, meski film ini sudah dilabeli R (restricted). Padahal, paparan konten kekerasan yang diterima anak, bisa memengaruhi perilakunya di masa depan.
Diet anak sekolah dapat dilakukan dengan mengonsumsi makanan sehat dan berolahraga secara teratur. Kebutuhan gizi anak harus tetap terpenuhi untuk menunjang pertumbuhannya.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Stasya Zephora
Dijawab oleh dr. Dwiana Ardianti
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved