Toxic masculinity adalah anggapan sempit tentang sifat maskulinitas pada laki-laki. Toxic masculinity dapat berbahaya bagi laki-laki, wanita, dan masyarakat.
19 Okt 2020
Ditinjau oleh dr. Reni Utari
Dalam toxic masculinity, sifat pria harus identik dengan kekerasan, agresif secara seksual, dan tidak boleh menunjukkan emosi
Table of Content
Sejak kecil, banyak anak laki-laki yang diajarkan untuk menjadi pria yang tangguh, kuat, bahkan tak jarang mengandalkan kekerasan. Beberapa pria dewasa kemudian juga memandang aktivitas “rumahan” seperti memasak dan menyapu hanya patut dilakukan perempuan. Anggapan dan perilaku ini merupakan contoh dari toxic masculinity.
Advertisement
Seperti apa toxic masculinity tersebut? Simak informasinya berikut ini.
Sebelum membahas perihal toxic masculinity, sedikit akan kita bahas mengenai apa itu maskulinitas terlebih dahulu. Secara harfiah, maskulin adalah kualitas atau penampilan yang secara tradisional dikaitkan dengan laki-laki.
Maskulin juga dianggap sebagai konsep abstrak yang dinilai melalui sejumlah karakteristik berdasarkan gender.
Umumnya, seorang laki-laki akan dianggap maskulin jika memiliki sejumlah karakteristik sifat yang memenuhi ‘standar’ kelaki-lakian, seperti:
Akan tetapi, karakteristik sifat di atas dianggap usang karena kenyataannya tidak semua laki-laki memilikinya. Seorang laki-laki juga bisa memiliki sifat yang dianggap sebagai feminin, seperti lemah lembut atau sensitif. Begitu pula pada wanita, yang bisa memiliki sejumlah karakteristik yang dianggap sebagai maskulin.
Baca Juga
Toxic masculinity adalah anggapan sempit terkait peran gender dan sifat laki-laki. Orang yang disebut toxic masculinity biasanya menganut paham bahwa kekerasan, agresif secara seksual, dan menutupi emosi (khususnya sedih dan tangis) adalah sifat wajib yang harus dimiliki pria untuk menjadi lelaki yang "seutuhnya".
Pengertian yang sama juga diungkapkan oleh sebuah studi yang dimuat dalam Journal of School Psychology. Menurut studi tersebut, toxic masculinity diartikan sebagai kumpulan sifat maskulin dalam masyarakat yang ditujukan untuk mendorong adanya dominasi, kekerasan, merendahkan perempuan, hingga homofobia.
Pengertian toxic masculinity memang sesuai dengan makna harfiahnya, yakni maskulinitas 'beracun'. Artinya, orang yang menunjukkan perilaku ini memiliki kecenderungan untuk melebih-lebihkan standar maskulinitas pada diri seorang laki-laki.
Agar bisa lebih memahami perilaku ini, berikut sejumlah ciri toxic masculinity yang umum ditemui:
Meski tampak seperti lumrah, nyatanya toxic masculinity bisa berbahaya bagi kesehatan mental. Hal ini berisiko memunculkan batasan mengenai sifat pria dalam hidup dan bermasyarakat.
Bukan tidak mungkin hal ini malah dapat menimbulkan konflik, baik di dalam diri pria itu sendiri ataupun lingkungan sekitarnya.
Konsep maskulin yang keliru ini juga dapat menjadi beban bagi para pria yang dianggap tidak memenuhi "standar" yang telah diyakini. Apabila seorang pria dibesarkan dalam lingkungan yang mengagungkan toxic masculinity, ia jadi menganggap bahwa dirinya hanya harus menunjukkan sifat maskulin dalam arti sempit tersebut agar bisa diterima di masyarakat.
Sebagai contoh, pria didoktrin untuk tidak boleh menunjukkan kesedihan apalagi sampai berujung tangisan. Menunjukkan rasa sedih dan menangis diyakini merupakan karakterisitik feminin, yang hanya boleh dilakukan oleh perempuan.
Menahan emosi terus-menerus pada akhirnya dapat berujung pada masalah kesehatan mental, seperti stres dan depresi.
Lebih gawat lagi, ada yang menganggap bahwa mencari pertolongan ahli kejiwaan juga dianggap sebagai sikap feminin. Alhasil, pria dilaporkan lebih jarang melakukan konsultasi psikologis (konseling) dengan psikolog maupun psikiater.
Faktanya, bahaya toxic masculinity tidak hanya untuk pria. Masyarakat, khususnya wanita, juga berpotensi menjadi korban perilaku negatif ini.
Pria yang mengagungkan konsep maskulinitas yang salah akhirnya menganggap dirinya harus lebih dominan dan punya nilai yang lebih baik dibandingkan perempuan. Bahkan, mereka juga menganggap pelecehan dan kekerasan seksual adalah tindakan yang 'wajar' sebagai seorang laki-laki.
Hal tersebut tentu pada akhirnya akan merugikan perempuan sebagai korbannya. Anggapan itu pula yang tak bisa dipungkiri menjadi salah satu penyebab kekerasan dalam rumah tangga hingga pelecehan seksual atau bahkan pemerkosaan.
Menurut lembaga non-profit Do Something, 85 persen korban kekerasan dalam rumah tangga adalah perempuan.
Toxic masculinity yang tidak terkendali juga bisa memicu terjadinya sejumlah hal berikut ini:
Baca Juga
Cara efektif untuk mencegah toxic masculinity adalah mengedukasi anak sejak dini, khususnya anak laki-laki. Berikut ada sejumlah tips yang bisa Anda terapkan pada si Kecil:
Toxic masculinity membuat beberapa pria terjebak dalam standar dan definisi tentang menjadi laki-laki yang berlebihan. Perilaku ini bisa berbahaya bagi sang pria dan wanita atau orang di sekitarnya.
Untuk mendapatkan informasi lain terkait kesehatan mental pria, Anda bisa menanyakan ke dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ. Aplikasi SehatQ bisa di-download di App Store dan Playstore yang selalu mendampingi hidup sehat Anda
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Mimisan tiba-tiba bisa jadi tanda tulang hidung patah. Begini cara perawatan ampuhnya di rumah agar nyeri tidak bertambah parah!
Senam kegel pria memiliki banyak manfaat bagi kesehatan, mulai dari mengatasi disfungsi ereksi hingga meningkatkan intensitas orgasme. Berikut penjelasannya.
Salah satu manfaat jahe merah untuk pria berasal dari kandungan antioksidan yang efektif meningkatkan fungsi reproduksi pria.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Dijawab oleh dr. R. H. Rafsanjani
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved