Label organik tidak serta merta membuat makanan organik menjadi lebih sehat. Ketahui apa perbedaannya dengan makanan non organik.
20 Nov 2020
Label organik tidak serta merta membuat makanan organik menjadi lebih sehat
Table of Content
Belakangan ini popularitas makanan organik semakin melejit. Bahkan meski harganya kerap lebih mahal, tak menyurutkan minat orang yang gemar mengonsumsinya. Meski disebut mengandung nutrisi lebih banyak, bukti bahwa makanan ini lebih baik dari yang non-organik masih perlu penelitian lebih jauh.
Advertisement
Di pasaran, banyak produk serupa. Ada yang 100% organik atau di bawahnya. Pilihan untuk mengonsumsinya atau tidak bergantung pada kondisi setiap orang.
Istilah organik mengacu pada bagaimana proses pembuatan makanan. Umumnya, makanan organik ditanam tanpa menggunakan bahan kimia, tambahan hormon, atau genetically modified organism.
Artinya, sumber bahan makanan ditanam dengan pupuk alami. Cara ini dapat meningkatkan kualitas tanah serta menghemat air tanah. Di saat yang sama, polusi juga berkurang sehingga lebih ramah lingkungan.
Sementara untuk ternak juga tidak diberi tambahan hormon maupun antibiotik. Bahan makanan yang biasa diolah dengan cara organik adalah buah-buahan, sayuran, biji-bijian, produk olahan susu, dan juga daging.
Untuk bisa dikatakan organik, makanan harus bebas dari bahan aditif seperti pewarna, pengawet, pemanis, dan penguat rasa (MSG). Produk lain seperti soda, kue, dan sereal juga ada yang diproses secara organik.
Ada banyak penelitian yang membandingkan makanan organik dan non-organik. Beberapa membuktikan bahwa tumbuhan yang ditanam secara organik bisa jadi lebih bernutrisi, dalam bentuk:
Beberapa penelitian menemukan bahwa makanan organik mengandung antioksidan dan nutrisi mikro seperti vitamin C, zinc, dan zat besi lebih tinggi. Bahkan, level antioksidannya bisa lebih tinggi 69%.
Studi lain mengemukakan bahwa mengganti sayur dan buah dengan yang organik dapat memberi asupan antioksidan lebih tinggi. Ini terjadi karena tanaman organik tidak menggunakan semprotan pestisida kimia sebagai perlindungan. Jadi, tanaman memproduksi sendiri dalam bentuk antioksidan.
Tumbuhan yang ditanam secara organik juga mengandung nitrat lebih rendah hingga 30%. Ini cukup penting mengingat nitrat dapat meningkatkan risiko beberapa jenis kanker.
Selain itu, tingginya nitrat juga dapat menyebabkan methemoglobinemia, penyakit pada bayi yang berpengaruh pada kemampuan tubuh menyimpan oksigen.
Meski demikian, ada juga pendapat yang menyebut manfaat dari mengonsumsi sayuran yang non-organik sekalipun lebih banyak ketimbang risiko dari kandungan nitratnya.
Produk olahan susu organik bisa mengandung asam lemak omega-3 lebih tinggi. Tak hanya itu, kandungan zat besi, vitamin E, dan karotennya juga sedikit lebih banyak.
Meski demikian, susu organik mengandung selenium dan yodium lebih sedikit ketimbang non-organik. Keduanya merupakan mineral yang diperlukan tubuh.
Meskipun beberapa hal di atas menggarisbawahi kelebihan makanan organik ketimbang yang tidak, ada juga studi yang tidak menemukan perbedaan apapun.
Memang benar proses pembuatan atau budidayanya berbeda, namun tidak demikian dengan kandungan nutrisinya.
Sebuah studi observasional membandingkan asupan nutrisi pada 4.000 orang dewasa saat mengonsumsi sayur organik dan konvensional. Memang ada peningkatan kandungan nutrisi, namun itu lebih berkaitan dengan jumlah sayur yang dikonsumsi.
Selain itu, ulasan dari 55 studi melihat tidak ada perbedaan kandungan nutrisi antara tanaman organik dan konvensional. Masih banyak lagi studi dengan hasil berbeda yang dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kualitas tanah, kondisi cuaca, dan kapan waktu panen.
Sementara pada hewan, komposisi produk olahan susu dan juga daging dipengaruhi oleh faktor genetik, pakan, peternakan, dan juga periode panen.
Jika nutrisi tidak jauh berbeda, hal yang menekankan beda antara produk organik dan konvensional di antaranya:
Pada produk organik, digunakan pupuk alami. Selain itu, penyiang gulma atau herbisida juga dikendalikan secara alami. Jika ada hama pun, metode pengendalinya dilakukan dengan pestisida alami.
Di sisi lain, produk konvensional diberikan pupuk kimia. Begitu pula penyiang gulma juga menggunakan produk kimia. Hama juga dikendalikan dengan pestisida sintetis.
Ternak diberi pakan organik, bebas hormon dan GMO. Penyakit dicegah dengan metode alami seperti membersihkan kandang dan memberikan pakan sehat. Tak hanya itu, ternak juga mendapatkan akses ke ruang terbuka.
Sementara ternak konvensional diberikan hormon agar tumbuh lebih cepat. Pakannya pun bisa mengandung GMO. Untuk mencegah penyakit, diberikan antibiotik dan obat. Selain itu, ternak juga bisa saja tidak memiliki akses ke ruang terbuka.
Meningkatnya popularitas makanan organik membuat banyak produsen memberikan label organik pada produk mereka. Meski demikian, perlu diingat bahwa label organik tidak serta merta membuat suatu makanan menjadi sehat.
Bahkan, masih banyak produk organik yang diproses sedemikian rupa sehingga kadar kalori, gula, garam, dan lemaknya bertambah. Jika dijual dengan label organik sekalipun, tetap saja produk itu tidaklah sehat.
Ini berlaku tak hanya pada junk food, tapi juga produk di pasaran. Ada pula yang menyebut kandungan di dalamnya alami namun ternyata sama-sama menggunakan gula.
Jadi, pembeli harus pandai memilah label organik, seperti:
Baca Juga
Memilih makanan organik atau non-organik bukan hanya soal lebih sehat atau tidak. Ada banyak faktor lain yang ikut berperan. Makanan organik pun tidak berarti lebih sehat dibandingkan dengan konvensional.
Penasaran mengapa produk organik dijual lebih mahal serta pilihan makanan yang menyehatkan, tanyakan langsung pada dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ. Download sekarang di App Store dan Google Play.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Beberapa manfaat protein bagi tubuh adalah meningkatkan massa dan kekuatan otot, baik untuk kesehatan tulang, hingga mendukung proses metabolisme dan pembakaran lemak.
Makan ikan mentah memiliki manfaat dan juga risikonya sendiri. Salah satu manfaatnya adalah menjaga kandungan nutrisi yang bisa hilang karena proses memasak.
Dengan tekstur seperti daging ayam dan rasa tak kalah lezatnya, daging kelinci punya penggemarnya tersendiri. Apalagi, kandungan protein daging kelinci cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan daging lainnya. Di sisi lain, tak perlu ada kekhawatiran karena kalori daging kelinci lebih rendah.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. R. H. Rafsanjani
Dijawab oleh dr. Dwiana Ardianti
Dijawab oleh dr. Veranita
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved