Ketidakseimbangan hormon yang mengatur rasa lapar yaitu leptin ternyata memicu obesitas. Konsekuensinya, otak justru menangkap sinyal bahwa seseorang merasa lapar.
18 Jul 2019
Ditinjau oleh dr. Anandika Pawitri
Tidak bisa mengontrol rasa lapar merupakan salah satu tanda ketidakseimbangan hormon leptin sehingga memicu obesitas
Table of Content
Globesitas, gabungan dari kata global dan obesitas telah menjadi fenomena baru yang semakin nyata. Bukan sekadar estimasi, namun kondisi ini menjadi perhatian para peneliti. Terkuak fakta baru, bahwa ketidakseimbangan hormon memicu obesitas.
Advertisement
Di dunia, ada jutaan orang yang mengalami gangguan metabolisme. Salah satunya adalah ketika hormon yang berkaitan dengan rasa lapar yaitu leptin tidak bekerja dengan baik.
Ketika ada ketidakseimbangan hormon leptin pada tubuh manusia, otak tidak mendapat informasi bahwa kandungan lemak tubuh mereka sudah cukup dan waktunya berhenti makan. Artinya, leptin ini begitu penting untuk memberi sinyal “stop makan”.
Semakin banyak lemak tubuh tersimpan, semakin banyak pula leptin yang dihasilkan. Namun bagi orang yang mengalami ketidakseimbangan hormon, bukan begitu cara kerjanya.
Orang obesitas seharusnya memiliki kadar leptin yang cukup tinggi. Meski demikian, leptin ini tidak memberi sinyal dengan baik. Artinya, otak terus menganggap bahwa tubuh sedang kelaparan meskipun sudah ada banyak lemak yang tersimpan.
Kondisi ketidakseimbangan hormon ini disebut resistensi leptin, yang kini dipercaya sebagai salah satu pemicu terjadinya obesitas. Hal yang terjadi adalah:
Dengan demikian, banyak makan dan jarang berolahraga bukan lagi faktor utama yang memicu obesitas. Lebih jauh lagi, ketidakseimbangan hormon adalah faktor yang lebih dominan.
Katakanlah seseorang sedang melakukan diet untuk mengurangi obesitas. Kerap kali, diet ini gagal karena ketidakseimbangan hormon. Justru ketika seseorang berusaha diet, kadar leptinnya akan menurun.
Sebagai respons, otak akan meminta tubuh untuk makan dengan nafsu makan membuncah serta motivasi untuk berolahraga juga menurun. Ini adalah mekanisme sebagai respons dari sinyal yang ditangkap oleh otak.
Bisa jadi inilah penyebab terjadinya banyak diet gagal dan menyebabkan penderita obesitas sulit keluar dari jeratan tersebut.
Leptin adalah protein yang diproduksi sel-sel lemak. Semakin banyak lemak tubuh tersimpan, semakin banyak pula leptin yang dihasilkan.
Protein ini akan mengalir hingga ke otak dan bertemu dengan reseptor leptin di dalam hipotalamus. Ketika hal ini terjadi, akan muncul sinyal bahwa kebutuhan lemak sudah tercukupi dan tidak perlu makan lebih banyak lagi.
Itu sebabnya nama lain dari leptin adalah fat controller, hunger-surpressing hormone, hingga terinspirasi dari kata dalam bahasa Yunani “leptos” yang berarti “kurus”.
Ketika ada ketidakseimbangan hormon misalnya kekurangan leptin karena bawaan lahir, itu bisa jadi awal mula terjadinya obesitas.
Tahun 2000 menjadi momentum yang cukup mengejutkan bagi para peneliti di Rockefeller University. Mereka menemukan fakta bahwa tikus yang tidak memiliki leptin akan tumbuh sangat gemuk hingga mengalami obesitas.
Berangkat dari temuan itu, peneliti Raul Bastarrachea, M.D. juga memimpin penelitian terhadap dua bersaudara di Colombia, Amerika Serikat.
Keduanya terlahir dengan berat badan normal, seperti bayi-bayi pada umumnya. Namun ketika tumbuh, mereka mengalami obesitas. Setelah diteliti, ditemukan bahwa terjadi mutasi gen leptin di kromosom 7.
Kandungan leptin pada kedua saudara ini sangat rendah sehingga tidak dapat berfungsi secara optimal. Artinya, ada ketidakseimbangan hormon yang terjadi pada mereka.
Penelitian lebih jauh menemukan bahwa beberapa generasi sebelum mereka telah menikah dalam hubungan darah (incest). Itu adalah salah satu faktor risiko mengapa terjadi ketidakseimbangan hormon pada kedua bersaudara ini.
Konsekuensinya, dua bersaudara dari Colombia ini terpaksa menyuntikkan Metreleptin, sejenis leptin sintetis yang harganya luar biasa mahal. Para peneliti pun tidak tinggal diam, mencari cara agar masalah ketidakseimbangan hormon ini tidak menambah panjang daftar penderita obesitas di seluruh dunia.
Penelitian ini juga menguak fakta yang selama ini kerap menghubungkan masalah berat badan dengan konsumsi kalori seseorang. Ternyata, leptin juga memegang peran yang tidak kalah krusial.
Target utama leptin adalah area hipotalamus di otak. Leptin bertugas membawa pesan bahwa cadangan lemak di tubuh seseorang telah cukup.
Ketika seseorang makan, lemak tubuhnya akan meningkat. Begitu pula halnya dengan leptinnya. Artinya, orang tersebut sebaiknya berhenti makan dan tubuhnya bisa membakar kalori secara normal.
Sebaliknya, ketika seseorang belum makan dan lemak tubuhnya turun, level leptin juga akan menurun. Otak akan diberi sinyal untuk makan lebih banyak dan tidak membakar kalori yang ada.
Tak hanya itu, leptin juga mengatur berapa banyak kalori yang dikonsumsi dan disimpan oleh tubuh.
Artinya, leptin menjadi pagar pembatas untuk mencegah manusia merasa kelaparan atau bahkan terlalu kenyang.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Indeks massa tubuh bisa digunakan untuk memperkirakan risiko penyakit yang terkait obesitas. Namun perlu perpaduan dengan cara pengukuran lain agar Anda bisa mendapatkan perkiraan kadar lemak tubuh yang lebih akurat guna memprediksi risiko penyakit.
Hipertiroid, genetik, diabetes, gangguan pencernaan, stres dan depresi adalah faktor penyebab badan kurus yang dapat berakibat menimbulkan masalah kesehatan.
Hormon estrogen adalah hormon yang berperan penting dalam perkembangan dan pertumbuhan organ seksual wanita. Hormon ini berperan dalam siklus menstruasi, pertumbuhan payudara, hingga memicu pertumbuhan rambut kemaluan dan ketiak.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Lizsa Oktavyanti
Dijawab oleh dr. Stasya Zephora
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved