Pola asuh otoriter adalah gaya pengasuhan yang paling ketat dan keras. Hal tersebut bisa menyebabkan anak takut berpendapat, kurang merasa kasih sayang, dan tidak merasa bahagia.
21 Mei 2022
Ditinjau oleh dr. Karlina Lestari
Orangtua otoriter tak segan menghukum anak dengan keras
Table of Content
Memilih pola asuh yang tepat memang bukan perkara yang mudah. Sebagian orang tua pun memilih menerapkan pola asuh otoriter pada anaknya. Sayangnya, pola asuh ini cenderung bersikap keras dan menuntut anak.
Advertisement
Dalam pola asuh otoriter, anak juga harus selalu menuruti apa yang diinginkan orang tua. Tahukah Anda kalau gaya pengasuhan ini bisa memberi dampak yang buruk pada mental anak?
Pengertian pola asuh otoriter adalah gaya pengasuhan yang paling ketat dan keras. Tipe pengasuhan ini berasal dari keyakinan orangtua bahwa perilaku dan sikap anak harus dibentuk oleh standar perilaku yang ketat.
Tak heran jika pola asuh ini sangatlah mengendalikan, serta memiliki tuntutan yang tinggi dan respons penghargaan yang rendah terhadap anak. Adapun ciri-ciri pola asuh otoriter adalah:
Dalam pola asuh otoriter, orang tua memiliki banyak aturan yang harus diikuti oleh anak.
Orang tua otoriter mengatur hampir setiap aspek kehidupan dan perilaku anaknya, mulai dari bagaimana mereka harus berperilaku di rumah maupun di depan umum.
Selain itu, anak juga tak mendapat penjelasan mengapa aturan-aturan tersebut perlu diikuti. Dengan begitu, pola asuh otoriter artinya berpusat pada kehendak orang tua saja.
Orangtua dengan pola didik otoriter umumnya bersikap dingin dan kasar. Mereka akan lebih banyak mengomel dan meneriaki anaknya daripada memuji atau memberi dukungan.
Selain itu, mereka juga cenderung tak ingin mendengarkan anak dan hanya mengedepankan kedisiplinan.
Dalam pola asuh otoriter, orang tua tidak melibatkan anak dalam mengambil keputusan.
Mereka juga cenderung enggan menjelaskan pada anak mengenai keputusan yang diambil, dan hanya menginginkan anak menurutinya saja.
Bahkan orang tua otoriter juga sangat jarang berbicara dari hati ke hati dengan anak.
Sikap otoriter orang tua menuntut anak untuk melakukan apa pun dengan benar.
Ketika anak berperilaku buruk, orang tua yang otoriter tidak memiliki kesabaran untuk menjelaskan pada anak mengapa perilaku tersebut harus dihindari.
Mereka juga tidak ingin mendengarkan penjelasan anak, dan mungkin akan langsung memarahinya habis-habisan.
Contoh pola asuh otoriter adalah orangtua menggunakan rasa takut anak sebagai sumber kontrol utama.
Ketika anak melanggar aturan, alih-alih memberikan perhatian, mereka justru akan bereaksi dengan amarah dan kasar.
Orangtua juga tak segan memberi hukuman agar anak selalu patuh. Bahkan hukuman fisik seperti memukul juga kerap dilakukan.
Dalam pengasuhan otoriter, orang tua tidak membiarkan anak membuat pilihan sendiri. Mereka akan bersikap dominan sehingga membuat anak tak memiliki kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
Orang tua otoriter juga akan berdalih bahwa mereka tahu apa yang terbaik untuk anak sehingga tak boleh dibantah.
Orang tua otoriter mungkin menggunakan rasa malu sebagai senjata untuk memaksa anak mengikuti aturannya.
Mereka akan mengatakan mengapa anak tak pernah melakukan sesuatu dengan benar, atau mengapa anak selalu mengulangi kesalahan yang sama sehingga mempengaruhi harga dirinya.
Pola pendidikan otoriter cenderung percaya bahwa mempermalukan anak akan memotivasinya untuk berbuat lebih baik.
Orang tua otoriter memiliki masalah kepercayaan pada anak. Mereka akan selalu mengawasi anak untuk memastikannya tidak melakukan kesalahan dan membatasi anak membuat keputusan sendiri.
Akibatnya, anak tidak memiliki kebebasan untuk membuat pilihannya sendiri, dan gagal menghadapi konsekuensi atas pilihan tersebut yang dapat menjadi pelajaran berharga untuk hidupnya.
Orang tua yang otoriter tidak menunjukkan perasaan atau empati pada anak. Sebaliknya, mereka menunjukkan ketidakpekaan dan kurangnya perhatian sehingga tidak berusaha menghibur atau memahami emosi anak.
Memiliki perilaku tersebut juga bisa membuat anak menirunya. Alhasil, anak memperlakukan orang lain tanpa mempedulikan apa yang mereka rasakan.
Dalam pola asuh otoriter, orang tua mungkin memiliki ekspektasi sendiri yang bertentangan dengan apa yang diinginkan anak. Tak jarang, mereka memaksa anak mengikuti harapannya tersebut.
Misalnya, orang tua memaksa anak menjadi seorang artis padahal anak tidak menginginkannya. Hal ini bisa membuat anak terbebani.
Baca Juga
Karena hanya berfokus pada kontrol tanpa adanya kehangatan, pola asuh otoriter dapat memberi berbagai tekanan pada anak.
Sebagian besar penelitian pun menemukan bahwa bentuk pengasuhan otoriter terkait dengan dampak negatif yang lebih banyak.
Adapun dampak pola asuh otoriter adalah:
Pola asuh ini tidak disarankan oleh psikolog anak karena mempertimbangkan tumbuh kembang anak.
Umumnya, pola asuh cenderung diturunkan dari generasi ke generasi. Jika orangtua dibesarkan dalam gaya pengasuhan otoriter, maka ia juga mungkin akan menerapkan cara yang sama pada anaknya.
Sebuah penelitian di Indonesia menjelaskan bahwa sikap otoriter orang tua akan berpengaruh pada perilaku anak. Anak cenderung penakut, mudah stress, mudah tersinggung, dan murung
Sementara itu, menurut penelitian lain, pola asuh otoriter tidak selalu berdampak negatif bagi perkembangan kematangan emosi anak. Bahkan, pola asuh ini dianggap dapat bermanfaat jika diterapkan secara konsisten oleh ibu maupun ayah secara bersama-sama.
Meski begitu, tak menutup kemungkinan jika sebagian lain justru menerapkan pola asuh yang berlawanan. Orangtua dapat memilih pola asuh mana yang paling nyaman untuknya, tapi tentu saja tetap harus mempertimbangkan perkembangan anak.
Penting untuk dicatat bahwa dalam banyak kasus, orangtua tak hanya tetap menggunakan satu pola asuh. Bisa saja saat anaknya masih balita, orangtua menerapkan pola asuh otoriter.
Namun, saat anak telah remaja orangtua cenderung menerapkan pola asuh otoritatif, di mana ia akan tetap mendisiplinkan anak, tetapi juga memberinya rasa hormat dan kehangatan.
Walaupun pola asuh otoriter dan otoritatif sekilas terdengar sama, keduanya merupakan hal yang berbeda. Orangtua otoriter menerapkan bahwa anak-anak harus harus mengikuti aturan yang dibuatnya tanpa terkecuali.
Ketika anak mempertanyakan alasan di balik sebuah aturan, mereka tidak akan mendengarnya dan menyuruh anak untuk selalu patuh. Selanjutnya, jika anak melakukan kesalahan, orang tua dengan pola asuh otoriter akan menghukumnya.
Sementara itu, pola asuh otoritatif adalah gaya pengasuhan di mana orang tua akan berusaha menciptakan dan mempertahankan hubungan yang positif dengan anak. Mereka juga akan menjelaskan alasan di balik aturan yang diterapkan padanya.
Pola didik otoritatif tetap menegakkan aturan dan memberikan konsekuensi, tetapi juga mempertimbangkan perasaan anak sehingga orang tua tidak bertindak seenaknya. Anak-anak yang dibesarkan dengan disiplin otoritatif dinilai cenderung bahagia.
Oleh karena itu, pastikan Anda menerapkan pola asuh yang tepat bagi anak. Anak harus tumbuh menjadi pribadi yang berbudi pekerti dan tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Apabila Anda ingin bertanya seputar kesehatan anak, jangan ragu untuk bertanya dengan dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ secara gratis. Unduh di App Store atau Google Play sekarang juga.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Terdapat sejumlah manfaat membaca buku untuk anak yang baik untuk kesehatan fisik maupun mentalnya, mulai dari mendukung perkembangan kognitif, menumbuhkan sikap empati, hingga mempererat hubungan orangtua dan anak.
Penting bagi orangtua untuk memahami perkembangan emosi remaja. Dengan begitu, Anda dapat memberikannya bimbingan dan saran agar mereka tidak terjerumus ke hal-hal negatif.
Ikatan emosinal antara orangtua dengan buah hati tidak serta-merta terjadi begitu saja dan membutuhkan proses. Anda tidak perlu khawatir karena cara membangun ikatan emosional dengan anak adalah dengan berinteraksi dengan Si Kecil.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Dijawab oleh dr. R. H. Rafsanjani
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved