logo-sehatq
logo-kementerian-kesehatan
SehatQ for Corporate
TokoObatArtikelTindakan MedisDokterRumah SakitPenyakitChat DokterPromo
Parenting

Ciri Pola Asuh Otoriter dan Dampaknya Buruknya bagi Anak

open-summary

Pola asuh otoriter adalah gaya pengasuhan yang paling ketat dan keras. Hal tersebut bisa menyebabkan anak takut berpendapat, kurang merasa kasih sayang, dan tidak merasa bahagia.


close-summary

21 Mei 2022

| Dina Rahmawati

Ditinjau oleh dr. Karlina Lestari

Pola asuh otoriter cenderung memberi hukuman yang kasar pada anak

Orangtua otoriter tak segan menghukum anak dengan keras

Table of Content

  • Ciri-ciri pola asuh otoriter
  • Dampak pola asuh otoriter pada anak
  • Perbedaan pola asuh otoriter dan otoritatif

Memilih pola asuh yang tepat memang bukan perkara yang mudah. Sebagian orang tua pun memilih menerapkan pola asuh otoriter pada anaknya. Sayangnya, pola asuh ini cenderung bersikap keras dan menuntut anak. 

Advertisement

Dalam pola asuh otoriter, anak juga harus selalu menuruti apa yang diinginkan orang tua. Tahukah Anda kalau gaya pengasuhan ini bisa memberi dampak yang buruk pada mental anak?

Ciri-ciri pola asuh otoriter

Pengertian pola asuh otoriter adalah gaya pengasuhan yang paling ketat dan keras. Tipe pengasuhan ini berasal dari keyakinan orangtua bahwa perilaku dan sikap anak harus dibentuk oleh standar perilaku yang ketat. 

Tak heran jika pola asuh ini sangatlah mengendalikan, serta memiliki tuntutan yang tinggi dan respons penghargaan yang rendah terhadap anak. Adapun ciri-ciri pola asuh otoriter adalah:

1. Memiliki banyak aturan

Dalam pola asuh otoriter, orang tua memiliki banyak aturan yang harus diikuti oleh anak. 

Orang tua otoriter mengatur hampir setiap aspek kehidupan dan perilaku anaknya, mulai dari bagaimana mereka harus berperilaku di rumah maupun di depan umum. 

Selain itu, anak juga tak mendapat penjelasan mengapa aturan-aturan tersebut perlu diikuti. Dengan begitu, pola asuh otoriter artinya berpusat pada kehendak orang tua saja.

2. Bersikap dingin

Orangtua dengan pola didik otoriter umumnya bersikap dingin dan kasar. Mereka akan lebih banyak mengomel dan meneriaki anaknya daripada memuji atau memberi dukungan. 

Selain itu, mereka juga cenderung tak ingin mendengarkan anak dan hanya mengedepankan kedisiplinan.

3. Komunikasi berjalan satu arah

Dalam pola asuh otoriter, orang tua tidak melibatkan anak dalam mengambil keputusan. 

Mereka juga cenderung enggan menjelaskan pada anak mengenai keputusan yang diambil, dan hanya menginginkan anak menurutinya saja. 

Bahkan orang tua otoriter juga sangat jarang berbicara dari hati ke hati dengan anak.

4. Tidak memiliki kesabaran saat anak berperilaku buruk

orangtua otoriter memarahi anak
Orangtua otoriter menuntut anak untuk melakukan apa pun dengan benar

Sikap otoriter orang tua menuntut anak untuk melakukan apa pun dengan benar. 

Ketika anak berperilaku buruk, orang tua yang otoriter tidak memiliki kesabaran untuk menjelaskan pada anak mengapa perilaku tersebut harus dihindari. 

Mereka juga tidak ingin mendengarkan penjelasan anak, dan mungkin akan langsung memarahinya habis-habisan.

5. Memberi hukuman yang kasar

Contoh pola asuh otoriter adalah orangtua menggunakan rasa takut anak sebagai sumber kontrol utama. 

Ketika anak melanggar aturan, alih-alih memberikan perhatian, mereka justru akan bereaksi dengan amarah dan kasar. 

Orangtua juga tak segan memberi hukuman agar anak selalu patuh. Bahkan hukuman fisik seperti memukul juga kerap dilakukan. 

6. Tidak memberi kesempatan pada anak

Dalam pengasuhan otoriter, orang tua tidak membiarkan anak membuat pilihan sendiri. Mereka akan bersikap dominan sehingga membuat anak tak memiliki kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya. 

Orang tua otoriter juga akan berdalih bahwa mereka tahu apa yang terbaik untuk anak sehingga tak boleh dibantah.

7. Mempermalukan anak

Orang tua otoriter mungkin menggunakan rasa malu sebagai senjata untuk memaksa anak mengikuti aturannya. 

Mereka akan mengatakan mengapa anak tak pernah melakukan sesuatu dengan benar, atau mengapa anak selalu mengulangi kesalahan yang sama sehingga mempengaruhi harga dirinya. 

Pola pendidikan otoriter cenderung percaya bahwa mempermalukan anak akan memotivasinya untuk berbuat lebih baik. 

8. Memiliki masalah kepercayaan

Orang tua otoriter memiliki masalah kepercayaan pada anak. Mereka akan selalu mengawasi anak untuk memastikannya tidak melakukan kesalahan dan membatasi anak membuat keputusan sendiri.

Akibatnya, anak tidak memiliki kebebasan untuk membuat pilihannya sendiri, dan gagal menghadapi konsekuensi atas pilihan tersebut yang dapat menjadi pelajaran berharga untuk hidupnya.

9. Tidak menunjukkan empati

Orang tua yang otoriter tidak menunjukkan perasaan atau empati pada anak. Sebaliknya, mereka menunjukkan ketidakpekaan dan kurangnya perhatian sehingga tidak berusaha menghibur atau memahami emosi anak.

Memiliki perilaku tersebut juga bisa membuat anak menirunya. Alhasil, anak memperlakukan orang lain tanpa mempedulikan apa yang mereka rasakan.

10. Memaksakan ekspektasinya sendiri terhadap anak

Dalam pola asuh otoriter, orang tua mungkin memiliki ekspektasi sendiri yang bertentangan dengan apa yang diinginkan anak. Tak jarang, mereka memaksa anak mengikuti harapannya tersebut. 

Misalnya, orang tua memaksa anak menjadi seorang artis padahal anak tidak menginginkannya. Hal ini bisa membuat anak terbebani.

Baca Juga

  • 7 Cara Menghadapi Anak Pemarah yang Harus Diketahui Orangtua
  • Obat Pencahar untuk Bayi dan Makanan yang Ampuh, Apa Saja?
  • Pro Kontra Anak Baca Buku Online yang Harus Diketahui Orangtua

Dampak pola asuh otoriter pada anak

Karena hanya berfokus pada kontrol tanpa adanya kehangatan, pola asuh otoriter dapat memberi berbagai tekanan pada anak. 

Sebagian besar penelitian pun menemukan bahwa bentuk pengasuhan otoriter terkait dengan dampak negatif yang lebih banyak. 

anak memiliki harga diri yang rendah
Pola asuh otoriter bisa menyebabkan anak memiliki harga diri yang rendah

Adapun dampak pola asuh otoriter adalah:

  • Tingkat depresi anak menjadi lebih tinggi
  • Memiliki keterampilan sosial yang buruk
  • Takut berpendapat dan sulit menentukan keputusan
  • Tingkat harga diri anak menjadi lebih rendah
  • Kurang merasakan aman dan mendapat kasih sayang
  • Tidak merasa bahagia sehingga mengganggu kesehatan mentalnya
  • Munculnya masalah perilaku pada anak jika orangtua cenderung menggunakan kekerasan sebagai hukuman
  • Anak akan menganggap bahwa kekerasan merupakan hal yang normal
  • Melampiaskan kemarahan di luar rumah bahkan dapat berperilaku agresif terhadap teman-temannya

Pola asuh ini tidak disarankan oleh psikolog anak karena mempertimbangkan tumbuh kembang anak. 

Umumnya, pola asuh cenderung diturunkan dari generasi ke generasi. Jika orangtua dibesarkan dalam gaya pengasuhan otoriter, maka ia juga mungkin akan menerapkan cara yang sama pada anaknya. 

Sebuah penelitian di Indonesia menjelaskan bahwa sikap otoriter orang tua akan berpengaruh pada perilaku anak. Anak cenderung penakut, mudah stress,  mudah tersinggung, dan murung

Sementara itu, menurut penelitian lain, pola asuh otoriter tidak selalu berdampak negatif bagi perkembangan kematangan emosi anak. Bahkan, pola asuh ini dianggap dapat bermanfaat jika diterapkan secara konsisten oleh ibu maupun ayah secara bersama-sama.

Meski begitu, tak menutup kemungkinan jika sebagian lain justru menerapkan pola asuh yang berlawanan. Orangtua dapat memilih pola asuh mana yang paling nyaman untuknya, tapi tentu saja tetap harus mempertimbangkan perkembangan anak.

Penting untuk dicatat bahwa dalam banyak kasus, orangtua tak hanya tetap menggunakan satu pola asuh. Bisa saja saat anaknya masih balita, orangtua menerapkan pola asuh otoriter. 

Namun, saat anak telah remaja orangtua cenderung menerapkan pola asuh otoritatif, di mana ia akan tetap mendisiplinkan anak, tetapi juga memberinya rasa hormat dan kehangatan.

Perbedaan pola asuh otoriter dan otoritatif

Walaupun pola asuh otoriter dan otoritatif sekilas terdengar sama, keduanya merupakan hal yang berbeda. Orangtua otoriter menerapkan bahwa anak-anak harus harus mengikuti aturan yang dibuatnya tanpa terkecuali.

Ketika anak mempertanyakan alasan di balik sebuah aturan, mereka tidak akan mendengarnya dan menyuruh anak untuk selalu patuh. Selanjutnya, jika anak melakukan kesalahan, orang tua dengan pola asuh otoriter akan menghukumnya.

Sementara itu, pola asuh otoritatif adalah gaya pengasuhan di mana orang tua akan berusaha menciptakan dan mempertahankan hubungan yang positif dengan anak. Mereka juga akan menjelaskan alasan di balik aturan yang diterapkan padanya.

Pola didik otoritatif tetap menegakkan aturan dan memberikan konsekuensi, tetapi juga mempertimbangkan perasaan anak sehingga orang tua tidak bertindak seenaknya. Anak-anak yang dibesarkan dengan disiplin otoritatif dinilai cenderung bahagia.

Oleh karena itu, pastikan Anda menerapkan pola asuh yang tepat bagi anak. Anak harus tumbuh menjadi pribadi yang berbudi pekerti dan tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Apabila Anda ingin bertanya seputar kesehatan anak, jangan ragu untuk bertanya dengan dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ secara gratis. Unduh di App Store atau Google Play sekarang juga.

Advertisement

tips parentinggaya parentingorangtua

Referensi

Bagikan

Artikel Terkait

Diskusi Terkait di Forum

Advertisement

logo-sehatq

Langganan Newsletter

Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.

Metode Pembayaran

Bank BCABank MandiriBank BNIBank Permata
Credit Card VisaCredit Card Master CardCredit Card American ExpressCredit Card JCBGopay

Fitur

  • Toko
  • Produk Toko
  • Kategori Toko
  • Toko Merchant
  • Booking
  • Promo
  • Artikel
  • Chat Dokter
  • Penyakit
  • Forum
  • Review
  • Tes Kesehatan

Perusahaan

Follow us on

  • FacebookFacebook
  • TwitterTwitter
  • InstagramInstagram
  • YoutubeYoutube
  • LinkedinLinkedin

Download SehatQ App

Temukan di APP StoreTemukan di Play Store

Butuh Bantuan?

Jam operasional: 24 Jam

Hubungi Kami+6221-27899827

© SehatQ, 2023. All Rights Reserved