Social loafing adalah fenomena di mana seseorang tidak melakukan segenap daya saat dalam kelompok. Karena ada asumsi bahwa pekerjaan atau tugas akan tuntas ditangani oleh rekan lain.
2023-03-22 12:40:57
Ditinjau oleh dr. Anandika Pawitri
Social loafing rentan terjadi di kelompok yang jumlah anggotanya besar
Table of Content
Sangat manusiawi ketika seseorang merasa tidak terlalu disoroti saat berada dalam kelompok besar. Akibatnya, mereka tidak mengeluarkan segenap daya upaya yang dimiliki. Itulah social loafing. Muncul asumsi bahwa pekerjaan atau tugas akan tuntas ditangani oleh rekan lain dalam kelompok.
Advertisement
Tepat sekali, fenomena ini berkaitan erat dengan kemalasan. Kontribusi yang diberikan menjadi tidak terlalu maksimal. Sungguh akan berbeda dibandingkan dengan menangani pekerjaan seorang diri, yang berarti tanggung jawab juga ada di bawah kendalinya sepenuhnya.
Eksperimen tentang social loafing pertama kali digagas salah satunya oleh ahli teknik pertanian bernama Max Ringelmann pada tahun 1913. Dalam penelitiannya, Ringelmann meminta partisipan menarik tali, baik dalam kelompok maupun sendirian.
Hasilnya, ketika berada dalam kelompok, seseorang tidak mengeluarkan upaya sebesar saat menarik tali seorang diri.
Mengulangi eksperimen Ringelmann di tahun 1974, sekelompok peneliti kembali melakukan hal serupa. Hanya saja dalam kelompok, hanya ada satu orang yang benar-benar sedang dites. Sisanya adalah orang yang diminta berpura-pura menarik tali.
Dari situ, ditemukan bahwa ketika berada dalam kelompok, motivasi menurun drastis sehingga tali tidak tertarik sempurna. Inilah yang disebut dengan social loafing.
Menariknya lagi, sebuah studi pada tahun 2005 menemukan korelasi antara besarnya kelompok dengan performa individu di dalamnya.
Bandingkan saja ketika sedang berada dalam kelompok beranggotakan 4 orang dan 8 orang. Saat berada dalam kelompok berjumlah lebih sedikit, upaya yang dikeluarkan akan jauh lebih besar ketimbang saat berada di kelompok dengan 7 orang lainnya.
Beberapa penyebab terjadinya social loafing di antaranya:
Faktor utama yang berpengaruh terhadap fenomena ini adalah motivasi. Ini menentukan apakah seseorang akan mengalami social loafing atau tidak. Orang yang tidak memiliki motivasi terlalu tinggi, rentan melakukan kondisi ini saat berada dalam sebuah kelompok.
Seorang individu juga lebih rentan melakukan social loafing apabila tidak merasa bertanggung jawab penuh terhadap apa yang sedang dikerjakan. Mereka tahu betul bahwa upaya dirinya tidak akan berdampak besar pada hasil akhirnya kelak.
Ya, ini mirip dengan bystander effect. Sebuah tendensi yang muncul ketika melihat orang yang butuh bantuan dan tidak mengupayakan apapun karena berasumsi orang lain akan melakukannya.
Seperti yang disinggung di atas, semakin kecil ukuran kelompok, seseorang akan merasa perannya cukup penting. Dengan demikian, mereka akan berkontribusi lebih banyak. Sebaliknya ketika ukuran kelompok lebih besar, upaya individu tidak akan begitu maksimal.
Lingkungan tempat Anda berada dalam sebuah kelompok akan membentuk bagaimana ekspektasi hasil akhirnya kelak. Contohnya ketika mengerjakan project bersama orang-orang yang dikenal berprestasi, tentu keinginan untuk berkontribusi turut menggebu-gebu.
Namun ada pula kondisi sebaliknya. Merasa orang-orang dalam kelompok sudah cukup rajin, social loafing adalah tendensi yang mungkin muncul. Ada perasaan bahwa pekerjaan pada akhirnya akan rampung di tangan mereka-mereka yang rajin, tanpa campur tangan terlalu banyak dari Anda.
Baca Juga
Apabila dibiarkan, social loafing bisa berdampak buruk bagi efisiensi dan performa kelompok. Namun. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menguranginya:
Sebesar apapun kelompok, beri pembagian tugas yang jelas antara setiap individu di dalamnya. Ini bisa dilakukan baik ketika Anda merupakan pemimpin kelompok maupun anggota. Apabila menjadi anggota, beri saran kepada pemimpin kelompok untuk melakukan pembagian tugas.
Meski hanya project atau tugas sementara, buat aturan yang jelas terkait pembagian tugas, tenggat waktu, dan mekanisme lainnya. Komunikasikan dengan baik agar setiap anggota tahu apa yang menjadi tugasnya. Apabila perlu, tuliskan dengan lengkap agar semua mengingatnya.
Tak kalah penting, apresiasi apa yang dilakukan setiap individu dalam kelompok untuk menjadi bahan bakar motivasi mereka. Berikan apresiasi dengan detail terhadap apa yang menjadi kontribusi mereka dalam kelompok.
Tak kalah penting, lakukan evaluasi terhadap performa kelompok sehingga diketahui apa yang perlu dibenahi dan mana yang sudah berjalan dengan baik. Tak hanya itu, evaluasi juga bisa bermanfaat untuk pekerjaan kelompok ke depannya.
Menjadi social loafing bukanlah pembenaran, sebesar apapun kelompok yang Anda ikuti. Kontribusi sekecil apapun pasti akan berdampak apabila memang motivasinya untuk memajukan kelompok.
Baca Juga
Hargai prosesnya, bukan hasil akhirnya. Dengan menjadi sosok berbuat nyata saat berada dalam kelompok, Anda sendiri yang akan mendapatkan manfaatnya kelak.
Jika ingin berdiskusi lebih lanjut seputar fenomena sosial ini dan dampaknya bagi kesehatan mental, tanyakan langsung pada dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ. Download sekarang di App Store dan Google Play.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Kontrol diri memiliki peran yang cukup krusial dalam meraih tujuan hidup tertentu. Tujuan ini dapat berwujud dalam berbagai bentuk pencapaian ataupun cita-cita.
Sering lupa menjadi tanda adanya masalah kesehatan tertentu, apalagi jika terjadi pada anak muda. Jika hal ini sering terjadi, tentunya akan mengganggu kehidupan dan membuat penderitanya menjadi khawatir.
Lauk berbuka puasa yang itu-itu saja mungkin bisa membuat Anda bosan. Jangan khawatir, ada sejumlah resep dan menu lauk buka puasa yang bisa Anda coba!
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. R. H. Rafsanjani
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Dijawab oleh dr. Dwiana Ardianti
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved