Seiring dengan maraknya penggunaan media sosial, banyak orang mengunggah foto selfie. Jika kecanduan, perilaku ini bisa berdampak negatif.
2023-03-30 01:21:07
Ditinjau oleh dr. Reni Utari
Selfitis adalah kebiasaan mengambil foto diri secara berlebihan dan mengunggah di media sosial
Seringkali kita merasa bimbang ketika akan mengunggah foto selfie di sosial media. Takut dikira narsis, takut jelek di mata orang-orang, takut dikira cari perhatian.
Advertisement
Tak heran jika banyak orang mengambil foto selfie sangat banyak di ponsel kemudian memilih yang paling baik dan terlihat paling sempurna. Meskipun terlihat sepele, foto selfie memiliki beberapa kelebihan, namun jika dilakukan berlebihan juga memiliki dampak yang negatif.
Menurut International Journal of Mental Health and Addiction yang mengambil penelitian di India dan UK kepada beberapa kelompok pelajar, menemukan bahwa remaja yang suka selfie memiliki beberapa alasan, di antaranya:
Para peneliti mengembangkan skala untuk mengukur kesukaan orang terhadap selfie secara obsesif atau disebut dengan selfitis.
Selfitis adalah istilah yang diciptakan untuk menggambarkan kebiasaan mengambil foto diri secara berlebihan dan mengunggah di media sosial, seperti Instagram, Facebook, Snapchat, dan lainnya. Saat ini kebanyakan orang, bahkan bukan selebritis mem-posting cerita kehidupan, persahabatan, cinta, dan diri mereka yang terlihat baik.
Orang dengan selfitis tinggi sering kali merasa kurang percaya diri dan berusaha meningkatkan kepercayaan diri sesuai dengan teman-teman sebaya mereka. Menurut peneliti, skor selfitis yang tinggi dapat diindikasikan sebagai risiko perilaku adiktif lain.
Manfaat selfie lainnya yaitu untuk meningkatkan suasana hati dan menenangkan. Menurut psikolog, selfie berkaitan dengan bahan kimia di otak. Dengan melakukan selfie dan mengunggahnya, seseorang berusaha memberi stimulasi positif terhadap otak.
Selfie juga seolah-olah memberi kesan bahwa orang yang mengunggahnya memiliki kehidupan yang baik dan ingin dinilai begitu oleh orang lain.
Menurut The Journal of Early Adolescence, remaja yang mengunggah banyak foto selfie cenderung memiliki peningkatan kesadaran diri terkait dengan citra tubuh negatif. Peneliti di University Northwestern juga mengatakan bahwa remaja cenderung mencari validitas dari segi penampilan fisik.
Para remaja ini melakukan cara yang tidak dilakukan di generasi sebelumnya terkait dengan perkembangan media sosial yang begitu cepat. Berikut ini beberapa bahaya foto selfie jika dilakukan secara berlebihan:
Sebuah laporan dari Media Common Sense di tahun 2015 mengatakan bahwa gadis remaja lebih khawatir tentang bagaimana mereka dianggap di dunia maya.
Sekitar 35% cemas karena ditandai (tagged) pada foto yang tidak menarik dan 27% khawatir tentang penampilan mereka di foto yang mereka unggah sendiri.
Sedangkan 22% remaja mengaku merasa lebih buruk tentang diri sendiri ketika foto mereka diabaikan. Mereka juga akan sangat terpukul ketika tidak mendapat jumlah like dan komentar seperti yang mereka harapkan.
Jika ada remaja yang memposting selfie ke media sosial, ini bisa menjadi sinyal bahwa mereka memiliki citra tubuh negatif dan mungkin membutuhkan pengakuan dan validasi dari orang lain.
Selain kecanduan selfie, ada juga kekhawatiran lain yang timbul jika remaja mengalami selfitis. Hal ini karena mereka memiliki sangat banyak referensi konten dan berpikir untuk membuatnya sendiri lewat sosial media.
Apa pun postingan yang mereka buat bisa jadi mencerminkan apa yang telah mereka lihat.Remaja yang mengalami hal ini bahkan tidak menyadari bahwa ia hanya ikut-ikutan saja. Mereka yang mengalami selfitis juga begitu fokus pada dunia luar serta memikirkan bagaimana penampilannya dinilai orang lain.
Remaja yang kecanduan selfie biasanya kehilangan koneksi dengan diri mereka sendiri dan tidak menyadari bahwa dirinya otentik.
Peneliti dari University of Kentucky mengatakan bahwa penggunaan media sosial adalah pengalaman yang sangat individual. Para remaja bisa bebas melihat, serta mereka menafsirkannya dengan cara mereka sendiri.
Para remaja, khususnya perempuan, berusaha beradaptasi dengan tren yang berkembang di media sosial agar perilakunya bisa diterima. Namun peneliti juga menemukan bahwa setiap remaja tidak menggunakan media sosial dengan cara yang sama. Perlu peran orangtua serta lingkungan untuk membimbing mereka agar dampak media sosial menjadi positif.
Selain bahaya yang telah disebutkan di atas, mengunggah foto selfie juga dapat meningkatkan risiko menjadi korban tindak kriminal di dunia maya (cyber crime). Foto selfie Anda bisa saja dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab, misalnya dimanipulasi untuk pornografi, dimanfaatkan untuk melakukan pinjaman online, atau bahkan digunakan untuk kasus penipuan.
Hindari mengunggah foto selfie, terutama yang sedang memegang KTP, ke media sosial Anda maupun ke situs yang tidak jelas asalnya.
Baca Juga
Menerapkan batasan untuk mengakses media sosial adalah salah satu cara untuk mengatasi selfitis. Jauhi ponsel untuk jangka waktu tertentu sehingga tak perlu melihat kehidupan orang lain.
Tak harus menghentikan aktivitas di media sosial, cukup bersenang-senang dan jangan biarkan ia mengatur hidup Anda. Kehidupan dunia nyata lebih realistis untuk dijalani daripada kehidupan dunia maya.
Untuk berdiskusi lebih lanjut tentang kecanduan foto selfie atau selfitis tanyakan langsung pada dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ. Download sekarang di App Store dan Google Play.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Bias kognitif dapat memengaruhi pola pikir, perilaku, dan cara seseorang dalam mengambil keputusan. Jika dibiarkan begitu saja, bias kognitif dapat membuat Anda mempunyai pikiran menyimpang.
Teknik meditasi yang baik bisa berdampak sangat efektif untuk meredakan stres. Cara relaksasi ini juga membantu membuat seseorang lebih siap dengan kondisi apa pun.
Tahun dan dekade baru segera tiba. Sebelum menyiapkan resolusi, ada baiknya menjalani proses yang disebut dengan refleksi diri terlebih dahulu. Apa manfaatnya?
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Dijawab oleh dr. Dwiana Ardianti
Dijawab oleh dr. R. H. Rafsanjani
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved