Cara kerja rapid test mungkin masih membingungkan dan belum diketahui semua orang. Tes ini dilakukan dengan mengambil sampel darah untuk memeriksa antibodi yang ada.
Ditinjau secara medis oleh dr. Reni Utari
21 Mar 2020
Rapid test untuk corona akan datang ke Indonesia sebanyak ratusan ribu buah
Table of Content
Indonesia sepertinya akan meniru cara Korea Selatan untuk menekan angka penyebaran infeksi virus corona. Bukan dengan lockdown, tapi dengan melakukan tes secara besar-besaran. Baru-baru ini, Indonesia disebut akan mendatangkan ratusan ribu alat rapid tes, untuk bisa mendeteksi infeksi COVID-19.
Advertisement
Apa itu rapid test? Rapid test adalah suatu metode pemeriksaan cepat untuk melihat suatu infeksi di tubuh. Ada berbagai cara rapid test yang bisa dilakukan. Namun pada kasus COVID-19, Indonesia akan menggunakan metode pemeriksaan IgG dan IgM yang diambil dari sampel darah.
Rapid tes akan dilakukan dengan menggunakan sampel darah. Di dalam sampel darah tersebut, akan dicari IgG dan IgM. Apa itu?
IgG adalah singkatan dari Immunoglobulin G dan IgM adalah kependekan dari Immunoglobulin M. Keduanya merupakan bentuk dari antibodi atau bagian dari sistem kekebalan tubuh.
IgG adalah jenis antibodi yang paling banyak ada di darah dan cairan tubuh lainnya. Antibodi ini, bertugas untuk melindungi tubuh dari infeksi dengan cara mengingat bakteri atau virus yang sebelumnya pernah terpapar di tubuh Anda. Sehingga, saat virus atau bakteri itu kembali, tubuh sudah tahu bahwa ia harus dilawan.
IgM adalah antibodi yang terbentuk saat Anda pertama kali terinfeksi oleh virus ataupun bakteri jenis baru. Bisa dibilang, IgM adalah garda terdepan pertahanan tubuh kita.
Saat tubuh merasa bahwa ada infeksi yang akan terjadi, maka kadar IgM di tubuh akan meningkat, sebagai persiapan melawan virus atau bakteri. Lalu, setelah beberapa saat, kadar IgM akan mulai menurun, digantikan oleh IgG yang akan melindungi tubuh dalam jangka waktu lebih lama.
Sehubungan dengan rapid test COVID-19 yang akan masuk, maka nantinya orang yang menjalani pemeriksaan ini kurang lebih akan menjalani pemeriksaan dengan tahapan sebagai berikut:
Jika hasilnya positif, maka ada kemungkinan bahwa di tubuh orang tersebut memang terdapat virus SARS CoV-2 yang merupakan virus penyebab COVID-19. Namun, hasil dari rapid test tidak bisa langsung dijadikan acuan untuk menganggap bahwa orang tersebut positif atau negatif COVID-19.
Jika hasil rapid test positif, maka orang tersebut perlu menjalani pemeriksaan lebih lanjut lagi menggunakan tes PCR yang sampelnya diambil menggunakan metode swab tenggorokan dan hidung. Hasil swablah yang bisa dijadikan pegangan seseorang positif atau negatif COVID-19.
Rapid tes mungkin dapat memberikan hasil yang keluar dengan cepat. Namun, sebaiknya hasil dari tes ini tidak digunakan untuk mendiagnoisis infeksi aktif yang terjadi pada seseorang.
Tes ini hanya digunakan untuk mendeteksi antibodi yang ada di dalam sistem kekebalan tubuh sebagai respon pada virus corona, dan bukan mengenai keberadaan virus itu sendiri. Memerlukan waktu beberapa hari hingga beberapa minggu untuk antibodi agar dapat berkembang dan terdeteksi dalam hasil tes ini.
• Pengobatan tradisional corona, memang ada?: Air bawang putih bisa sembuhkan corona, mitos atau fakta?
• Obat flu asal jepang efektif redakan virus corona: Avigan Favipiravir dianggap efektif sembuhkan COVID-19
• Paket dari luar negeri bisa tularkan corona?: Berapa lama virus corona bisa bertahan di permukaan benda?
Rapid test memang bisa berperan sebagai langkah penyaringan untuk mempercepat deteksi infeksi virus corona. Meski begitu, ada hal yang perlu diperhatikan. Hasil rapid test, tidak 100% akurat. Masih ada faktor-faktor lain yang bisa membuat alat ini mengeluarkan hasil false negative atau negatif palsu.
Medical editor SehatQ, dr. Anandika Pawitri mengemukakan bahwa rapid test dengan metode antibodi ini merupakan tindakan skrining dan bukan konfirmasi. Untuk bisa memastikan status positif corona, pemeriksaan menggunakan swab harus tetap dilakukan. Mengapa begitu?
“Saat alat itu membaca bahwa di tubuh kita ada IgG dan IgM yang terbentuk, itu artinya ada dua hal. Pertama, dia memang terinfeksi corona, atau kedua, dia bisa aja cross reaction antibody dengan virus lain,” ungkapnya.
Maksud dari cross reaction antibody dengan virus lain adalah di tubuh orang yang diperiksa, memang sedang terjadi infeksi virus, namun bukan infeksi virus corona. Infeksi virus lain juga bisa mengubah kadar IgG dan IgM di tubuh, sehingga saat rapid test dilakukan, hasilnya akan keluar positif. Inilah yang dinamakan dengan false positive atau positif palsu.
Ia menambahkan, apabila hasil pemeriksaan rapid test tersebut negatif, maka juga bisa disebabkan karena antibodi COVID-19 belum terbentuk di tubuh kita. Memang antibodi tersebut tidak akan langsung terbentuk di tubuh setelah paparan terjadi dan membutuhkan waktu beberapa hari. Jadi, bisa saja Anda melakukan pemeriksaan di waktu yang kurang tepat, sehingga antibodi belum terbentuk. Padahal, virus tersebut sudah ada di dalam tubuh. Kondisi inilah yang dinamakan false negative atau negatif palsu.
Adanya kemungkinan false positive dan negative inilah yang membuat rapid test tidak bisa dijadikan acuan diagnosis COVID-19. Sedangkan apabila pemeriksaan dilakukan menggunakan tes PCR, orang yang positif COVID-19 akan langsung ketahuan sebab pemeriksaan ini langsung memeriksa ada atau tidaknya virus corona di tubuh, bukan ada atau tidaknya antibodi yang terbentuk karena virus.
Terakhir, dr. Anandika menambahkan bahwa karena virus ini masih baru, masih banyak sifat-sifatnya yang belum diketahui secara jelas, termasuk waktu terbentuknya antibodi setelah paparan terjadi.
Sehingga, meskipun setelah Anda melalui prosedur rapid test dan mendapatkan hasil yang negatif, tetaplah menjalani karantina mandiri dan melakukan social distancing, selama setidaknya 14 hari. Apalagi, jika Anda mengalami gejala-gejala seperti demam, batuk, dan sesak napas.
Jika memungkinkan, lakukanlah pemeriksaan kembali 14 hari setelah hasil rapid test pertama keluar negatif. Hal ini dilakukan untuk benar-benar memastikan bahwa hasil tes yang keluar bukanlah negatif palsu.
Advertisement
Ditulis oleh Nina Hertiwi Putri
Referensi
Artikel Terkait
Badai sitokin terjadi ketika tubuh melepaskan terlalu banyak sitokin saat berusaha meredakan peradangan. Akibatnya, tubuh malah jadi mengalami peradangan ekstrem.
23 Agt 2021
Maskne adalah jerawat yang muncul di area yang tertutup oleh masker. Hal ini umumnya disebabkan oleh penggunaan masker yang sering dengan waktu yang lama.
18 Sep 2020
Obat HIV sembuhkan corona tidak sepenuhnya benar sebab belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Namun, beberapa peneliti memang mencoba obat ini untuk menekan gejala yang ada.
23 Mar 2020
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Dijawab oleh dr. Lizsa Oktavyanti
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved