logo-sehatq
logo-kementerian-kesehatan
SehatQ for Corporate
TokoObatArtikelTindakan MedisDokterRumah SakitPenyakitChat DokterPromo
Kesehatan Mental

Memahami Proses Kerja Otak Orang yang Melakukan Kerusuhan

open-summary

Perilaku agresi tidak hanya berpotensi membahayakan diri sendiri, tetapi juga orang lain dan sekitarnya. Orang yang memiliki kecenderungan agresif ternyata memiliki cara kerja otak yang sangat berbeda dibanding dengan tidak agresif. Studi menunjukkan pada orang yang agresif impulsif terjadi ketidakseimbangan antara kerja amigdala dengan prefrontal korteks. Gangguan pada bagian otak ini menyebabkan seseorang tidak dapat menunjukkan emosi yang sesuai dalam menanggapi stimulus dan berdampak pada pe


close-summary

2023-03-28 06:13:42

| dr. Adelina Haryono

Ditinjau oleh dr. Karlina Lestari

Orang yang memiliki kecenderungan agresif ternyata memiliki cara kerja otak yang berbeda

Perilaku agresi yang sering dilihat dalam aksi unjuk rasa berpotensi membahayakan orang lain.

Table of Content

  • Serotonin dan agresi
  • Dopamin dan agresi
  • Kelainan pada otak

Pemilu tahun ini memang terasa lebih rumit jika dibandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Hal ini bisa kita rasakan dengan mudah, cukup hanya dengan melihat keadaan media sosial akhir-akhir ini. Pasukan netizen dari kedua kubu saling menyerang satu sama lain. Mereka dengan santainya melontarkan cacian, bahkan menyerukan kekerasan.

Advertisement

Tanggal 22 Mei 2019 lalu, kita menyaksikan beberapa aksi kericuhan di Jakarta pasca demo. Aksi massa yang ingin menyampaikan aspirasinya ke Bawaslu, diakhiri dengan kerusuhan akibat ulah beberapa oknum.

Banyak warga Jakarta yang terkena imbasnya. Lini masa media sosial penuh dengan kicauan yang mempertanyakan alasan mengapa sebagian oknum malah menebarkan teror dan kekerasan di bulan Ramadhan yang seharusnya penuh kedamaian ini.

Jawabannya mungkin ada pada cara kerja otak mereka yang berbeda. Dalam sebuah kajian, para ilmuwan menguak bagaimana cara kerja otak orang yang agresif, serta menghubungkan perilaku agresif impulsif dengan ketidakseimbangan substansi saraf dan kelainan pada bagian otak yang mengontrol fungsi luhur.

Agresi pada konteks ini didefinisikan sebagai perilaku yang berpotensi membahayakan, mencederai, atau merusak, seringkali disebabkan oleh rasa frustrasi, baik secara individual ataupun kolektif.

Serotonin dan agresi

Serotonin adalah neurotransmiter yang berperan dalam mengatur emosi dan perilaku, termasuk menghambat agresi. Kadar serotonin yang rendah berhubungan dengan perilaku agresif yang impulsif. Penelitian menunjukkan semakin rendah kadar serotonin seseorang, semakin agresif perilakunya.

Dopamin dan agresi

Sama halnya dengan serotonin, dopamin juga mengatur perilaku agresif manusia. Namun sebaliknya, peningkatan dopamin berperan dalam memicu perilaku agresif impulsif.

Serotonin dan dopamin bekerja bersama-sama. Jika kadar serotonin rendah, maka akan terjadi hiperaktivitas sistem dopamin, lalu berujung pada agresi impulsif.

Kelainan pada otak

Studi menunjukkan pada orang yang agresif impulsif terjadi ketidakseimbangan antara kerja amigdala dengan prefrontal korteks. Prefrontal korteks adalah bagian otak manusia yang berfungsi untuk mengatur perilaku sosial dan agresi.

Gangguan pada bagian otak ini menyebabkan seseorang tidak dapat menunjukkan emosi yang sesuai dalam menanggapi stimulus dan berdampak pada perilakunya. Menghadapi stimulus yang memicu rasa marah, otak prefrontal manusia harusnya bekerja sebagai sistem kontrol. Namun jika proses ini terganggu, seseorang dapat menunjukkan perilaku yang agresif dan tidak pantas secara sosial, atau bahkan menimbulkan kerusakan pada diri sendiri dan orang lain.

Studi neuroimaging yang menggambarkan fungsi otak manusia menunjukkan aktivitas berlebih dari amigdala (pusat emosi pada otak manusia) akan meningkatkan risiko munculnya perilaku yang agresif, jika tidak disertai dengan regulasi dari prefrontal korteks,. 

Agresi sesungguhnya merupakan mekanisme manusia untuk bertahan hidup, untuk menghadapai ancaman. Namun jika agresi terjadi berlebihan dan berujung pada kekerasan, tentunya secara sosial tidak dapat diterima. Dengan memahami cara otak bekerja dalam menghadapi stimulus pemicu agresi, diharapkan akan ditemukan cara untuk mengidentifikasi individu yang rentan dan terapi yang dapat mencegah perilaku agresi.

Advertisement

kesehatan mentalnews

Referensi

Bagikan

Artikel Terkait

Diskusi Terkait di Forum

Advertisement

logo-sehatq

Langganan Newsletter

Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.

Metode Pembayaran

Bank BCABank MandiriBank BNIBank Permata
Credit Card VisaCredit Card Master CardCredit Card American ExpressCredit Card JCBGopay

Fitur

  • Toko
  • Produk Toko
  • Kategori Toko
  • Toko Merchant
  • Booking
  • Promo
  • Artikel
  • Chat Dokter
  • Penyakit
  • Forum
  • Review
  • Tes Kesehatan

Perusahaan

Follow us on

  • FacebookFacebook
  • TwitterTwitter
  • InstagramInstagram
  • YoutubeYoutube
  • LinkedinLinkedin

Download SehatQ App

Temukan di APP StoreTemukan di Play Store

Butuh Bantuan?

Jam operasional: 07.00 - 20.00

Hubungi Kami+6221-27899827

© SehatQ, 2023. All Rights Reserved