Pemanis buatan yang aman ternyata masih menimbulkan rasa was-was. Ada yang menyebutnya berbahaya, sebagian lain mengklaimnya aman. Bagaimana faktanya?
Ditinjau secara medis oleh dr. Reni Utari
23 Feb 2020
Pemanis buatan yang aman dan diizinkan BPOM ada 6 jenis
Table of Content
Pemanis buatan yang aman termasuk ke dalam golongan zat aditif, yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk meningkatkan cita rasa, tekstur, dan memperpanjang daya simpan. Sebenarnya, meski ada pemanis buatan yang aman, apakah itu sehat?
Advertisement
Sesuai namanya, pemanis buatan adalah zat kimia yang dicampurkan ke produk makanan sebagai pengganti gula alami untuk menambah cita rasa manis.
Gula buatan cenderung minim kalori, bahkan bisa nol kalori. Namun meski tidak berkalori, pemanis buatan memberikan rasa manis yang jauh lebih kuat daripada gula pasir. Itu kenapa takaran pemanis buatan yang aman di dalam makanan biasanya sangat sedikit.
Ada banyak jenis contoh pemanis buatan yang beredar di pasaran. Namun berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 11 Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan, hanya ada enam pemanis buatan yang aman dan diizinkan di Indonesia. Yang termasuk pemanis buatan adalah:
Meski ada 6 jenis pemanis buatan yang aman, mungkin Anda pernah mendengar ada isu berisiko menimbulkan kanker.
Banyak diskusi terkait efek jenis pemanis buatan terhadap berbagai kondisi medis. Bagaimana kesimpulannya?
Berbagai studi mengungkapkan, konsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula buatan, termasuk pemanis buatan yang aman, boleh jadi berkaitan dengan penurunan berat badan.
Panganan yang berpemanis buatan memang dapat membantu Anda mengurangi konsumsi gula pasir, sebab Anda hanya perlu sedikit saja untuk mencapai rasa manis yang sama. Hal inilah yang diyakini dapat menurunkan berat badan.
Baca Juga
Meski begitu, teori bahwa gula buatan dapat membantu kelancaran program diet masih menjadi kontroversi. Ada pula studi pengamatan yang menemukan malah sebaliknya.
Penting untuk diingat bahwa efek penurunan berat badan tersebut mustahil terjadi jika Anda masih masih makan dengan berlebihan dan kurang berolahraga.
Riset lanjutan terkait hubungan antara pemanis buatan dan diabetes masih diperlukan. Pasalnya, temuan pada studi-studi sebelumnya masih bercampur.
Ada hasil riset yang menyebutkan pemanis buatan meningkatkan risiko diabetes, ada pula yang menemukan tidak ada pengaruh pemanis buatan terhadap gula darah.
Salah satu faktor yang menjaga kesehatan usus adalah kehadiran bakteri baik di saluran pencernaan tersebut.
Menurut sebuah riset yang dimuat dalam jurnal Nature, konsumsi minuman yang mengandung pemanis buatan dikaitkan dengan terganggunya aktivitas bakteri baik di usus, pada empat orang responden dari total tujuh partisipan penelitian.
Temuan ini tentunya menarik terkait efek pemanis buatan terhadap kesehatan usus. Walau demikian, tetap diperlukan penelitian lanjutan untuk menguatkan teori tersebut.
Pasalnya, ada beberapa laporan bahwa pemanis sukralosa justru dapat mengurangi sensivitas insulin dan memengaruhi jumlah bakteri baik di usus.
Salah satu hal yang ditakutkan masyarakat dalam konsumsi pemanis buatan adalah isu efeknya terhadap kanker. Studi tahun 1970 pada hewan memang menemukan, sakarin dan siklamat menimbulkan kanker kandung kemih pada hewan yang diujikan.
Namun, penelitian-penelitian selanjutnya pada manusia tidak menemukan kaitan antara konsumsi pemanis buatan dengan risiko kanker.
Hingga saat ini, belum ada riset ilmiah yang bisa membuktikan pemanis buatan dapat meningkatkan risiko kanker, dan tentunya diperlukan penelitian lebih lanjut di tengah kontroversi bahan pangan ini.
Konsumsi gula dapat meningkatkan risiko gigi berlubang, karena bakteri di mulut memfermentasi bahan pangan ini.
Namun ternyata, hal tersebut tidak berlaku untuk pemanis buatan. Jenis pemanis buatan tidak bereaksi dengan bakteri di mulut, sehingga tidak menimbulkan masalah seperti gigi berlubang.
Baca Juga
Gula buatan umumnya aman untuk dikonsumsi. Walau begitu, beberapa orang disarankan untuk tidak mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung bahan pangan ini.
Orang dengan masalah metabolisme phenylketonuria (PKU) tidak bisa mencerna asam amino dalam aspartam. Maka, penderita PKU harus menghindari aspartam.
Masih dari Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 11 Tahun 2019, pemanis buatan yang aman dan diizinkan ternyata tidak dapat digunakan pada produk pangan untuk:
Selain itu, sebagian orang mungkin lebih rentan terhadap risiko gejala depresi setelah mengonsumsi produk yang mengandung pemanis aspartam.
Beberapa orang mungkin bisa mengalami reaksi alergi terhadap sulfonamides di dalam sakarin. Reaksi tersebut dapat berupa kesulitan bernapas, diare, dan ruam kulit.
Pemanis buatan yang aman dikonsumsi memang telah diizinkan, walau efek samping tertentu berisiko dialami oleh beberapa individu. Pemanis ini mungkin bermanfaat bagi Anda yang ingin mengurangi asupan gula.
Anda juga bisa mempertimbangkan pemanis alami untuk menambah cita rasa makanan seperti madu, stevia, eritritol, atau xylitol.
Bila Anda ingin mengetahui lebih lanjut terkait pemanis buatan yang aman, makanan manis lainnya, hingga makanan tidak sehat secara umum, silakan chat dokter melalui aplikasi kesehatan keluarga SehatQ. Download aplikasinya di App Store dan Google Play sekarang!
Advertisement
Ditulis oleh Arif Putra
Referensi
Artikel Terkait
Daging kambing dianggap lebih sehat dan bernutrisi dibandingkan dengan daging sapi. Untuk mengonsumsinya, Anda bisa mencoba olahan daging kambing yang sehat, sepertisop kambing, kambing panggang, dan nasi kebuli.
3 Agt 2020
Mengecilkan perut adalah impian bagi mereka yang sedang diet. Selain menjaga pola makan dan berolahraga, mengonsumsi minuman untuk mengecilkan perut bisa membantu hal tersebut. Beberapa di antaranya adalah, teh hijau, kopi, air putih, dan cuka apel. Ketahui manfaatnya di sini.
20 Jul 2020
Clean eating adalah pola makan yang memilih makanan yang belum melalui banyak proses pengolahan. Makanan yang dipilih biasanya masih segar dan belum banyak nutrisi yang hilang.
28 Jul 2022
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved