Oversharing adalah berbagi informasi terkait kehidupan pribadi yang berlebihan di media sosial maupun dunia nyata. Tanpa disadari, tindakan ini justru memberi celah bagi pelaku kejahatan dan bisa mengganggu kesehatan mental.
2023-03-30 03:56:37
Ditinjau oleh dr. Anandika Pawitri
Oversharing di media sosial bukanlah hal yang baik
Table of Content
Berbagi hal pribadi secara online lewat media sosial adalah hal umum. Namun, jika berlebihan, ini bisa disebut dengan oversharing. Apakah oversharing itu baik? Sayangnya, tindakan ini justru menimbulkan berbagai risiko. Bukan hanya membuat jengah teman-teman di medsos, tetapi juga memberi kesempatan terjadinya cyber crime.
Advertisement
Belum lagi risiko seperti rentan terjadi perundungan, pelecehan, hingga konflik personal dan profesional. Memang benar akun Anda merupakan ranah pribadi sepenuhnya. Namun ingat, ketika sudah melemparkan informasi secara online, kendali sudah bukan lagi di tangan Anda.
Sebenarnya, oversharing tidak semata-mata dinilai dari apa yang dibagikan ke orang lain, baik lewat akun media sosial maupun bercerita secara langsung. Justru, oversharing terjadi ketika seseorang tidak berhasil menghormati batasan kehidupan pribadinya sendiri.
Sebab, mustahil bisa mengendalikan reaksi orang lain terhadap apa pun yang dibagikan di media sosial. Itu sudah masuk ke ranah publik. Artinya, satu-satunya yang bisa dikendalikan adalah apa yang Anda bagikan dan tidak.
Lalu, apa saja risiko yang mengintai ketika seseorang terjebak dalam oversharing?
Membagikan informasi pribadi secara berlebihan di media sosial akan membuka peluang terjadinya kejahatan siber (cyber crime). Contohnya, nama lengkap, alamat, tanggal lahir, atau nomor identitas. Semuanya bisa saja disalahgunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab.
Jangan salah, kejahatan siber ini mungkin terjadi bukan hanya ketika Anda berbagi foto atau video saja. Sekadar mengunggah Instagram story yang akan hilang setelah 24 jam pun tetap bisa disalahgunakan lewat modus malware, phishing, ransomware, dan semacamnya.
Orang tua yang berlebihan membagikan foto atau video anak-anak ke media sosial juga bisa membuat mereka terancam. Kerap kali, orang tua belum tahu batasan yang sehat untuk berbagi hal personal ke media sosial.
Secara psikologis, idealnya yang diunggah secara online adalah informasi yang berdampak positif pada anak, bukan sekadar eksistensi orang tua. Belum lagi jika orang tua memaksa anak tampil sempurna demi konten di media sosial, saatnya berpikir ulang dan segera menghentikan kebiasaan ini.
Orang tua bisa juga belajar tidak sembarangan mengunggah setiap momen anak, bahkan ketika mereka terlelap, secara online. Anak berhak memberikan consent ketika dirinya diunggah ke media sosial. Jika anak masih di bawah umur untuk melakukan itu, orang tua tetap harus menghormatinya.
Bukan hanya terjadi pada publik figur, oversharing dengan memberikan informasi pribadi juga rentan dimanfaatkan oleh pencuri identitas. Sederhananya, ini adalah praktik kriminal ketika seseorang meniru identitas seseorang demi keuntungan diri sendiri.
Mulai dari menyebarkan fitnah, membentuk persepsi negatif, hingga penipuan. Sering sekali ada seseorang yang meniru identitas dan meminta bantuan teman agar segera ditransfer sejumlah uang. Hal semacam ini yang bisa terjadi pada orang yang oversharing.
Kerap kali, seseorang memberikan keterangan lokasi secara real time di media sosial, seperti alamat rumah, alamat kantor, alamat daycare, atau tempat dia berada saat itu. Ini juga berbahaya karena memberikan peluang seseorang untuk mengintai pola rutinitas setiap harinya.
Belum lagi jika ditambah dengan berbagai informasi lengkap yang dipaparkan, seperti kebiasaan di hari Senin, di akhir pekan, dan seterusnya. Ini bisa dimanfaatkan orang untuk mengikuti ritme tersebut demi melancarkan niat jahatnya.
Oversharing juga bisa memberi celah untuk pembobolan kata sandi. Terkadang, banyak orang yang hanya memasang password berupa tanggal lahir atau kombinasi lain yang mudah sekali ditebak. Sekali dicuri, akan sangat mudah bagi pelaku cyber crime untuk membobol aspek kehidupan Anda.
Banyak hal bisa menjadi bahan perundungan alias bullying oleh pengguna media sosial. Masa lalu, trauma masa kecil, pengalaman buruk, penampilan, bahkan menyampaikan pendapat bisa jadi sumber masalah baru. Ini bisa berdampak buruk pada kesehatan mental orang yang mengalaminya.
Sebab, tidak ada satu opini seragam terhadap sebuah topik. Jadi, bisa saja apa yang Anda rasa benar ternyata justru diserang oleh netizen. Perundungan online ini tentu dapat merusak kesehatan mental dan dampak tersebut bahkan bisa berlangsung cukup lama.
BACA JUGA: Cara Mudah Melakukan Social Media Detox
Menariknya lagi, dampak negatif oversharing ini juga bisa terjadi dalam interaksi di dunia nyata. Apabila berjalan dengan mulus, memang berbagi dengan orang lain bisa membangun kedekatan tersendiri.
Namun, jika berlebihan dan disampaikan dalam waktu tidak tepat, justru dapat merusak sebuah hubungan. Belum lagi kemungkinan merasa malu karena terlalu banyak informasi yang diterapkan.
Berbagi cerita dengan orang lain adalah proses komunikasi kompleks yang sangat berdampak pada hubungan. Ini juga bisa menjadi bumerang, apabila salah satu pihak cenderung oversharing dan justru mengganggu pihak lain.
Untuk menghindari perilaku oversharing, Anda perlu tahu terlebih dulu ciri-ciri orang yang berlebihan dalam menyampaikan sesuatu. Beberapa ciri oversharing antara lain:
Ada berbagai alasan yang menjadi seseorang oversharing di media sosial. Beberapa penyebab oversharing antara lain:
Lebih lanjut, dikutip dari Psychology Today, seseorang cenderung ingin menumpahkan semua hal tentang dirinya di media sosial karena adanya online disinhibition effect atau efek disinhibisi daring.
Efek disinhibisi daring adalah berkurangnya penghambat atau pengendalian yang dirasakan seseorang ketika berkomunikasi secara online dibandingkan dengan berkomunikasi secara langsung.
Tak hanya memamerkan kebahagiaan atau privasi, terkadang mereka juga memberikan keluh kesah, umpatan, atau hal-hal lain yang tidak bisa mereka ungkapkan secara tatap muka.
Untuk menghindari oversharing baik di dunia maya maupun dunia nyata, inilah beberapa hal yang perlu Anda lakukan:
Bagi siapa pun yang mulai berbagi di media sosial, tekankan bahwa tidak ada hal apa pun di internet yang private. Semuanya punya potensi menjadi konsumsi publik, meski tanpa disadari sebelumnya.
Demi mengantisipasi risiko oversharing, pastikan sudah menerapkan prosedur keamanan berlapis di seluruh platform media sosial. Begitu pula dengan e-mail dan internet banking.
Jika Anda merasa informasi yang dibagikan selama ini hanya untuk teman-teman dan keluarga, itu salah. Sekali diunggah secara online, bisa menjadi celah terjadinya tindakan cyber crime.
Untuk berdiskusi lebih lanjut seputar kaitan oversharing terhadap kesehatan mental, tanyakan langsung pada dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ. Download sekarang di App Store dan Google Play.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Stockholm syndrome adalah gangguan mental yang namanya sering dijadikan referensi karya para musisi dunia. Jangan salah, kondisi ini harus segera ditangani.
Dermatophagia adalah kelainan yang membuat seseorang sering menggigit, menggerogoti, mengunyah, dan memakan kulit mereka. Beberapa cara mengatasinya mulai dari terapi, konsumsi obat-obatan tertentu, pengobatan kulit, hingga perawatan holistik
Berubah status menjadi pensiunan tentu membawa perubahan dalam banyak hal. Tak semua orang bisa menerima kondisi ini dan justru mengalami post power syndrome. Apa itu post power syndrome? Ini penjelasannya!
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Dijawab oleh dr. Dwiana Ardianti
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved