Mikrosefalus adalah kondisi ketika kepala bayi memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan ukuran normal. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan tumbuh kembang anak seperti cerebral palsy.
2023-03-30 07:08:01
Ditinjau oleh dr. Karlina Lestari
Mikrosefalus dapat menyebabkan gangguan tumbuh kembang anak
Table of Content
Pada tahun 2016 lalu, seluruh dunia digegerkan dengan menyebarnya virus zika, terutama bagi ibu hamil. Infeksi virus ini dapat menyebabkan penyakit mikrosefalus saat bayi lahir.
Advertisement
Tak hanya karena virus zika, mikrosefali pada bayi juga bisa terjadi karena konsumsi obat, alkohol, dan penyakit infeksi lainnya.
Lantas seperti apa kondisi mikrosefalus pada bayi baru lahir dan apa dampak pada perkembangannya? Mari simak ulasan selengkapnya berikut.
Mikrosefalus atau mikrochepalus adalah suatu kondisi ketika ukuran kepala bayi lebih kecil dari rata-rata ukuran normal bayi pada umumnya.
Penyebabnya bisa karena kelainan bawaan pada masa kehamilan (otak tidak berkembang) atau baru terjadi setelah lahir hingga tahun pertama kehidupannya.
Kondisi mikrosefalus pada bayi tergolong jarang terjadi. Kasusnya sekitar 2-12 bayi dari total 10.000 kelahiran. Tingkat keparahan mikrosefali berkisar dari ringan hingga berat
Perlu orangtua ketahui bahwa ukuran kepala berkaitan dengan pertumbuhan otak anak yang nantinya akan dipantau dokter pada masa perkembangan bayi.
Tanda atau ciri-ciri utama mikrosefalus pada bayi adalah ukuran kepala yang lebih kecil pada usia dan jenis kelamin yang sama. Selain itu, berikut adalah gejala lainnya, seperti:
Masalah yang umum dihadapi dalam tumbuh kembang anak, yaitu gangguan bicara, berkomunikasi, dan gangguan belajar. Selain itu, gangguan emosional dan sosial juga dapat terjadi dalam tumbuh kembang anak.
Anak mulai mengeluarkan suara seperti "ah" dan "oh" pada usia 6 bulan dan dapat berbicara kalimat pendek ketika memasuki usia 2 tahun. Akan tetapi, perkembangan kemampuan berbicara ini mengalami keterlambatan pada anak dengan mikrosefali. Pada kasus yang berat, anak tidak dapat berbicara hingga dewasa.
Mikrosefali umumnya menyebabkan gangguan perkembangan kemampuan motorik, seperti keterlambatan untuk dapat duduk dan berjalan. Dalam keadaan normal, anak sudah dapat duduk pada usia 9 bulan dan dapat berjalan sendiri pada usia 18 bulan.
Seiring bertambahnya usia anak, wajah terus tumbuh sementara tengkoraknya tidak. Hal ini menyebabkan anak memiliki wajah besar, dahi mengecil, dan kulit kepala kendur.
Namun, ada pula bayi yang mengalami mikrosefali terus berkembang secara normal.
Mengutip dari CDC, umumnya penyebab utama microcephaly tidak diketahui. Kondisi ini juga bisa terjadi akibat dari perkembangan otak yang tidak normal sejak dalam kandungan atau setelah lahir.
Kemungkinan, mikrosefalus juga bisa bersifat genetik. Berikut adalah penyebab lainnya, seperti:
Hingga saat ini, CDC terus mempelajari apa penyebab dari cacat lahir atau kondisi mikrosefali pada bayi. Jika Anda sedang hamil, pastikan rutin melakukan pemeriksaan kehamilan untuk meminimalisir terjadinya kondisi ini pada bayi.
Terkadang, mikrosefalus pada bayi dapat didiagnosis sebelum lahir dengan USG prenatal. Untuk mengatahuinya, ibu perlu melakukan USG pada akhit trimester kedua atau trimester ketiga.
Setelah bayi lahir, dokter dapat mendiagnosis mikrosefali dengan mengukur lingkar kepala bayi, lalu membandingkannya dengan ukuran kepala normal bayi baru lahir.
Dokter juga akan melakukan pemeriksaan fisik dan memeriksa riwayat prenatal secara lengkap. Tak hanya itu saja, dokter juga mungkin akan bertanya mengenai perkembangannya.
Hal ini karena mikrosefalus seringkali juga disertai dengan cacat intelektual. Apabila perkembangan anak tertunda, dokter juga perlu melakukan tes lainnya, seperti CT scan, MRI, dan juga tes darah.
Bisakah otak bayi berkembang dengan baik dengan kondisi mikrosefali? Jika bayi mengalami kondisi ini, maka perkembangan otaknya akan terganggu.
Kondisi perkembangan otak yang terhambat pada mikrosefali menyebabkan penderitanya rentan mengalami gangguan lumpuh otak (cerebral palsy) dan retardasi mental. Selain itu, anak dengan mikrosefali lebih berisiko untuk mengalami epilepsi, gangguan penglihatan, dan gangguan pendengaran.
Cerebral palsy atau lumpuh otak merupakan suatu gangguan perkembangan pada otak yang membuat penderitanya mengalami hambatan dalam mengontrol otot-otot tubuhnya.
Bergantung pada jenis dan tingkat keparahannya, penderita mikrosefali dengan cerebral palsy akan mengalami gangguan perkembangan secara fisik maupun kognitif (kemampuan anak untuk berpikir dan memahami hal baru).
Kemampuan mental atau intelegensi anak di bawah rata-rata dan kurangnya kemampuan dalam menjalankan aktivitas harian merupakan pertanda adanya retardasi mental pada anak.
Kemampuan yang dicapai anak dalam tumbuh kembang sesuai dengan tingkat keparahan retardasi mental. Hal ini dapat diukur dengan tes intelligence quotient (tes IQ). Anak dengan nilai IQ di bawah 70 dikatakan mengalami retardasi mental.
Kondisi mikrosefali tidak dapat disembuhkan. Tidak ada cara untuk memperbaiki ukuran kepala anak.
Hal yang dapat dilakukan adalah mencegah perburukan dan mendampingi anak dalam tumbuh kembangnya. Berbagai pilihan untuk mengatasi gangguan tumbuh kembang yang terjadi bergantung pada tingkat keparahannya.
Apabila terapi dilakukan lebih awal, maka tumbuh kembang anak dapat berlangsung dengan lebih baik.
Pilihan terapi yang dapat dilakukan adalah terapi wicara, fisioterapi, dan terapi okupasi.
Walaupun anak tidak mengalami gangguan tumbuh kembang saat lahir, anak dengan mikrosefali perlu melakukan pemeriksaan rutin untuk memastikan tumbuh kembangnya tidak mengalami keterlambatan.
Berikut adalah beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk membantu mengurangi kemungkinan bayi mengalamii mikikrosefalus, yaitu:
Jika Anda ingin bertanya seputar kehamilan serta kondisi mikrosefalus, konsultasikan langsung dengan chat dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ. Download aplikasinya sekarang di Google Play dan Apple Store.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Cara mengajarkan toleransi ke anak harus dilakukan sejak dini oleh orangtua. Orangtua bisa mengajarkan toleransi dengan memberikan contoh perilaku dan sikap, serta melibatkan anak dalam situasi keberagaman di dunia nyata.
Sumber protein hewani untuk MPASI penting untuk memenuhi kebutuhan nutrisi serta membantu tumbuh kembang si Kecil, terutama di tahun pertama kehidupan.
Bayi yang menggigit saat menyusu sering kali karena sedang masa tumbuh gigi. Hal ini menyebabkan gusi bayi terasa gatal dan sensitif sehingga gigitan bisa meredakan gejalanya.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Dijawab oleh dr. R. H. Rafsanjani
Dijawab oleh dr. Lizsa Oktavyanti
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved