Tiger parenting adalah pola asuh ketat dan otoriter yang bertujuan untuk mendidik anak agar sukses di masa depan. Meski dianggap bisa meningkatkan kedisiplinan dan produktivitas anak, tiger parenting juga dipercaya dapat membuat anak merasa tertekan.
Ditinjau secara medis oleh dr. Reni Utari
3 Feb 2022
Tiger parenting adalah pola asuh ketat dan otoriter.
Table of Content
Memiliki anak yang sukses di masa depan mungkin menjadi impian semua orangtua. Tak jarang orantua melakukan banyak cara agar anaknya bisa meraih banyak hal positif saat beranjak dewasa, salah satunya dengan bersikap otoriter dan ketat lewat pola asuh tiger parenting.
Advertisement
Dikutip dari Very Well Family, tiger parenting adalah pola asuh yang ketat dan otoriter untuk mendidik anak supaya menjadi sukses dan berprestasi di masa depan.
Salah satu contoh pola asuh tiger parenting adalah melarang anak untuk pergi atau menginap di rumah temannya hingga aktivitas yang menyenangkan bagi anak supaya bisa belajar di rumah.
Istilah tiger parenting pertama kali muncul di dalam buku "Battle Hymn of the Tiger Mom" karangan profesor hukum bernama Amy Chua.
Di dalam buku tersebut, penulis merefleksikan pola asuh yang ia lakukan terhadap anak perempuannya. Chua juga menegaskan bahwa bukunya itu dibuat sebagai memoar (autobiografi), alih-alih buku panduan.
Setelah buku tersebut dirilis, berbagai lembaga seperti American Psychological Association (APA) menggunakan istilah tiger parenting untuk menggambarkan pola asuh yang ketat dan otoriter.
Menurut Souzan Swift, seorang psikolog asal Amerika Serikat, tiger parenting kemungkinan memang bisa efektif dalam mendidik anak supaya menjadi sukses di masa yang akan datang.
Sayangnya, metode pengasuhan ini juga dianggap dapat membuat anak mengalami gangguan cemas, depresi, dan masalah kesehatan lainnya.
Menurut Swift, terdapat beberapa dampak buruk yang dapat terjadi akibat tiger parenting, di antaranya:
Walaupun begitu, Swift mengungkapkan bahwa tiger parenting juga berpotensi membawa dampak positif pada anak, seperti:
Jika tujuan utama orangtua adalah mendidik anak yang bahagia, sehat, dan bisa menyesuaikan diri dengan baik saat dewasa, maka tiger parenting dianggap sebagai cara yang kurang tepat.
Sebab, anak yang diasuh dengan metode tiger parenting dapat beranggapan bahwa cinta kedua orangtuanya hanya bergantung terhadap kesuksesan yang diraih oleh anak saja.
Sebagian besar studi ilmiah yang meneliti tiger parenting mengungkapkan bahwa pola asuh ini tidak lebih baik dari pola asuh lainnya.
Misalnya, riset yang dimuat dalam jurnal HHS Public Access menjelaskan bahwa tiger parenting tidak memiliki korelasi terhadap performa akademis yang baik.
Sebaliknya, para peneliti di dalam studi itu menyatakan bahwa anak-anak yang diasuh dengan tiger mom atau orangtua tiger parenting justru mengalami penurunan nilai akademis dan masalah psikologis yang lebih besar dibandingkan dengan anak-anak yang diasuh oleh orangtua suportif.
Masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan apakah tiger parenting efektif dalam mendidik anak supaya sukses di masa depan.
Jika Anda sedang mencari pola asuh yang tegas dan ketat namun tidak ingin menganut tiger parenting, masih banyak pola asuh yang bisa dicoba, salah satunya authoritative parenting alias pola asuh otoritatif.
Pola asuh tersebut masih memiliki nilai-nilai yang sama dengan tiger parenting, tetapi menawarkan lingkungan yang lebih suportif dan penuh kasih sayang bagi anak-anak.
Pola asuh otoritatif menawarkan cara mendidik yang tegas. Namun, orangtua tetap perlu memberikan cinta dan kasih sayang terhadap anak-anaknya.
Terlebih lagi, pola asuh otoritatif juga tetap mengedepankan kerja keras dan perilaku sopan santun, tanpa melupakan cinta dan kasih sayang terhadap si kecil.
Umumnya, anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuh otoritatif memiliki rasa hormat yang tinggi terhadap orangtuanya sekaligus tetap bebas untuk memilih keputusannya sendiri.
Jika Anda memiliki pertanyaan seputar tiger parenting atau pola asuh lainnya, jangan ragu untuk bertanya dengan dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ secara gratis. Unduh di App Store atau Google Play sekarang juga!
Advertisement
Ditulis oleh Fadli Adzani
Referensi
Artikel Terkait
Cepat atau lambat, akan tiba fase anak mengenal bagaimana rasanya jatuh cinta. Terkadang, remaja pacaran bisa menimbulkan dilema sendiri bagi orangtua. Sebelum menasihati ketika tidak suka dengan keputusan mereka, ada baiknya melihat refleksi diri.
15 Jan 2021
Oedipus complex adalah konsep bahwa anak laki-laki memiliki fase yang membuat ia memiliki hasrat pada ibunya. Konsep kontroversial ini dicetuskan tahun 1899 dan cukup dikritik dalam keilmuan psikologi. Namun, sebagai pengetahuan, tak ada salahnya Anda memahami bagaimana anak mengembangkan psikoseksualnya.
21 Mei 2020
Ada banyak cara untuk memperkuat hubungan ibu dan anak perempuan, seperti menjaga komunikasi, mengajaknya bermain, hingga makan bersama di meja.
3 Mei 2019
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Anandika Pawitri
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved