Selective mutism adalah gangguan kecemasan parah yang dapat membuat anak 'bisu' pada situasi tertentu. Gejalanya beragam, mulai dari terlihat gugup, malu, hingga terlihat kaku. Untuk mengatasinya, dokter dapat merekomendasikan terapi perilaku kognitif hingga terapi perilaku.
Ditinjau secara medis oleh dr. Reni Utari
4 Feb 2022
Selective mutism dapat menyebabkan seorang anak menjadi pemalu.
Table of Content
Pernahkah Anda melihat si kecil cenderung diam saat berada di luar rumah atau lingkungan sekolah? Jika hal ini sering terjadi, Anda harus mewaspadai adanya selective mutism atau mutisme selektif pada anak.
Advertisement
Mari kita kenali lebih jauh mengenai apa itu selective mutism, tanda-tanda, penyebab, beserta cara mengatasinya.
Selective mutism adalah gangguan kecemasan parah yang membuat seseorang menjadi ‘bisu’ pada situasi sosial tertentu, misalnya saat bermain dengan teman-temannya di sekolah atau saat berjumpa dengan saudara jauh yang jarang sekali bertemu.
Menurut National Health Service (NHS), mutisme selektif adalah kondisi medis yang dapat berdampak pada 1 dari 140 anak. Gangguan kecemasan parah ini dinilai lebih sering terjadi pada anak perempuan atau anak yang sedang belajar bahasa kedua.
Anak dengan selective mutism tetap bisa aktif berbicara di rumah, terutama saat dikelilingi oleh orang-orang yang dekat dengannya, seperti orangtua dan saudara kandung.
Namun, ketika ia berhadapan dengan situasi sosial di luar rumah, anak dengan selective mutism akan langsung diam seribu bahasa.
Mutisme selektif umumnya mulai terlihat saat anak menginjak usia 2-4 tahun. Anda mungkin akan menyadari tanda-tanda awal gangguan ini saat si kecil berinteraksi dengan orang di luar keluarganya.
Gejala utama dari selective mutism dapat terlihat saat anak menjadi kaku secara tiba-tiba dengan ekspresi wajah yang datar dan menghindari kontak mata ketika harus berbincang dengan orang asing.
Selain itu, anak dengan mutisme selektif bisa merasakan hal-hal berikut ini:
Beberapa anak dengan selective mutism masih bisa berkomunikasi dengan orang asing menggunakan gerakan tubuh, seperti mengangguk saat ingin mengucapkan "ya" dan menggelengkan kepalanya saat ingin mengatakan "tidak".
Namun, anak dengan mutisme selektif yang parah akan menghindari berbagai macam komunikasi, baik dalam bentuk verbal, tulisan, bahkan gestur. Jika tidak segera ditangani, selective mutism dapat terbawa hingga sang anak beranjak dewasa.
Tidak ada penyebab tunggal dari selective mutism. Para peneliti masih berusaha untuk mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan gangguan ini, seperti:
Perlu diketahui, selective mutism dipercaya juga bisa diturunkan dari orangtua.
Dikutip dari Cedars Sinai, terdapat beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko selective mutism pada anak.
Pertama, riwayat keluarga dapat membuat anak menderita mutisme selektif, terutama jika ada anggota keluarga lain yang mengidap kondisi gangguan kecemasan.
Selain itu, sebuah kejadian traumatis di dalam hidup anak pun dinilai dapat meningkatkan risiko selective mutism.
Mutisme selektif adalah kondisi medis yang dapat didiagnosis oleh dokter. Untuk melakukannya, dokter akan bertanya tentang riwayat medis dan gejala yang muncul pada anak.
Selain itu, orangtua juga perlu menjelaskan tentang perkembangan bahasa, laporan akademis di sekolah, dan pendapat guru terkait si kecil guna membantu dokter dalam mendiagnosis selective mutism.
Dalam beberapa kasus, orangtua akan diminta untuk merekam kegiatan anak di rumah supaya dokter dapat melihatnya.
Tidak hanya itu, dokter dapat melakukan observasi pada anak ketika ia sedang berada di sekolah atau rumah.
Beberapa pemeriksaan kesehatan mungkin juga bisa dilakukan, seperti pemeriksaan telinga, bibir, lidah, hingga rahang. Dokter juga dapat merekomendasikan anak untuk menjalani pemeriksaan neurologis dan tes pendengaran.
Hal ini dilakukan untuk mencari tahu apakah ada kondisi medis lain, seperti skizofrenia, yang dapat membuat anak jadi pendiam.
Selective mutism dapat disembuhkan dengan penanganan yang tepat. Namun, semakin tua usia pengidap gangguan ini, semakin lama juga proses penanganannya. Inilah pentingnya membawa anak dengan mutisme selektif ke dokter sedini mungkin.
Selain itu, efektivitas dari penanganan selective mutism akan ditentukan oleh faktor-faktor lain, di antaranya:
Pengobatan selective mutism akan fokus untuk meredakan rasa cemas yang dirasakan oleh anak saat ingin berbicara, bukan memperbaiki cara anak berbicara.
Untuk menangani masalah ini, berikut adalah beberapa cara mengatasi mutisme selektif yang bisa dilakukan secara medis.
Dukungan keluarga dan lingkungan sekitar berperan penting bagi anak dengan selective mutism. Maka dari itu, ciptakanlah lingkungan yang positif dengan mengikuti tahap-tahap di bawah ini:
Terapi perilaku kognitif dapat membantu anak dengan selective mutism untuk fokus terhadap bagaimana mereka berpikir tentang diri sendiri, lingkungan sekitarnya, dan orang lain.
Untuk anak-anak, terapi perilaku kognitif dapat membekali anak dengan cara ampuh untuk menghadapi mutisme selektif. Terapis juga akan membantu anak untuk mengerti tentang gangguan kecemasan dan dampaknya pada tubuh serta perilaku.
Terapi perilaku didesain untuk membantu pasien agar bisa membiasakan diri melakukan perilaku yang diinginkannya. Nantinya, pasien akan dibantu untuk mengganti kebiasaan buruk dengan yang baik.
Tidak hanya itu, terapis juga akan membantu pasien untuk mengalahkan rasa takutnya secara bertahap.
Stimulus fading dilakukan dengan membantu pasien selective mutism untuk berbicara dengan orangtuanya, tanpa ada orang lain di sekitar.
Setelah itu, akan ada orang asing yang masuk ke dalam ruangan dan ikut berbicara dengan pasien mutisme selektif. Secara perlahan, orangtua akan pergi meninggalkan ruangan untuk membiarkan si anak berbicara dengan orang asing tersebut.
Desensitisasi adalah teknik yang bisa membantu penderita selective mutism mengurangi sensitivitasnya terhadap respons orang lain yang baru mendengarkan suaranya. Teknik ini dapat dilakukan dengan mengirimkan pesan suara dan video.
Jika penderita gangguan ini menunjukkan respons positif saat menggunakan pesan suara dan video, nantinya ia akan dibantu untuk menggunakan percakapan telepon atau video secara langsung.
Beberapa anak yang sudah dewasa atau remaja bisa mengalami depresi akibat gangguan kecemasan. Jika ini kasusnya, dokter dapat merekomendasikan obat-obatan.
Dokter umumnya akan memberikan obat antidepresan untuk meredakan rasa cemas di dalam diri penderita selective mutism, terutama jika berbagai terapi tidak menunjukkan hasil positif.
Meski demikian, obat-obatan tidak boleh menggantikan peran terapi dalam mengatasi selective mutism. Berbagai macam terapi, seperti terapi perilaku dan terapi perilaku kognitif, juga tetap dibutuhkan.
Selain berkonsultasi dengan ahli medis dan menjalani pengobatan, terdapat beberapa tips yang dapat dicoba orangtua untuk membantu anak-anak yang mengidap selective mutism, seperti:
Orang lain yang ada di sekitar anak, seperti guru atau teman-temannya, mungkin dapat marah dan merasa frustrasi ketika berhadapan dengan anak yang menderita selective mutism.
Sebagai orangtua, Anda perlu membantu orang-orang di sekitar anak untuk mengerti tentang mutisme selektif. Hal ini dilakukan supaya mereka dapat sabar dalam menghadapi anak.
Ketika berada di lingkungan sosial, jangan memaksa penderita mutisme selektif untuk berbincang dengan orang asing.
Agar anak tetap memiliki kegiatan yang menyenangkan selama berada di luar rumah, carilah aktivitas lain yang tak melibatkan komunikasi, misalnya bermain puzzle, menggambar, atau membaca buku favoritnya.
Hukuman dinilai tidak efektif dalam mengatasi mutisme selektif. Lebih baik, orangtua memberikan anak pujian atau hadiah saat ia menunjukkan keberanian untuk berbicara dengan orang asing di sekitar.
Memberikan tekanan pada anak selective mutism untuk berbicara hanya dapat meningkatkan rasa cemas yang dirasakan oleh si kecil. Alhasil, ia semakin tidak mau berbicara.
Daripada memberikan tekanan, orangtua lebih disarankan untuk fokus menunjukkan dukungan pada anak.
Baca Juga
Selective mutism adalah gangguan kecemasan parah yang dapat membuat anak tidak bisa berbicara pada situasi sosial tertentu. Jika tidak segera ditangani, maka dampak buruknya dapat terasa hingga dewasa.
Jika anak Anda menunjukkan gejala-gejala selective mutism, jangan ragu untuk bertanya dengan dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ secara gratis. Unduh di App Store atau Google Play sekarang
Advertisement
Ditulis oleh Fadli Adzani
Referensi
Artikel Terkait
Manfaat sosialisasi bagi kesehatan, antara lain : memberi dampak positif pada fungsi otak, bangun pola hidup lebih sehat, mengurangi stres, dan menjaga kesehatan mental.
16 Agt 2019
Apakah Anda memiliki sikap optimis? Jika iya, berbahagialah! Manfaat optimis tidak hanya berdampak pada kesehatan mental saja, tapi juga kesehatan fisik.
1 Des 2020
Menjaga kesehatan mental bisa dilakukan dengan cara sederhana. Anda bisa mencontoh cara selebriti Maudy Ayunda dalam memelihara kesehatan mental.
18 Feb 2022
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved