logo-sehatq
logo-kementerian-kesehatan
Forum
Kehamilan

Mengenal Retensio Plasenta, Komplikasi Persalinan yang Mengancam Nyawa Ibu

open-summary

Retensio plasenta adalah kondisi ketika plasenta tidak bisa keluar dari rahim setelah proses persalinan. Komplikasi ini dapat menyebabkan pendarahan hebat yang mengancam jiwa ibu.


close-summary

Ditinjau secara medis oleh dr. Karlina Lestari

16 Jun 2020

Retensio plasenta adalah tertinggalnya seluruh atau sebagian plasenta di dalam rahim setelah bayi dilahirkan

Retensio plasenta dapat menyebabkan pendarahan berlebih bila ari-ari masih tertinggal di dalam tubuh ibu setelah melahirkan

Table of Content

  • Penyebab retensio plasenta
  • Hal yang dapat terjadi akibat retensio plasenta
  • Bagaimana cara mengatasi retensio plasenta?

Setiap ibu hamil tentu menginginkan proses persalinan yang lancar. Sayangnya, kemungkinan komplikasi persalinan bisa saja terjadi, termasuk retensio plasenta. Retensio plasenta adalah tertinggalnya seluruh atau sebagian plasenta di dalam rahim setelah bayi dilahirkan.

Advertisement

Umumnya, plasenta atau ari-ari akan keluar dari rahim secara alami dalam waktu 30 menit setelah melahirkan. Retensio plasenta pun dapat menyebabkan pendarahan berlebih, infeksi, bahkan mengancam jiwa ibu sehingga tak boleh diabaikan. 

Penyebab retensio plasenta

Retensio plasenta termasuk komplikasi langka yang hanya memengaruhi sekitar 2-3% persalinan yang terjadi. Terdapat tiga penyebab retensio plasenta yang perlu ibu ketahui, yaitu: 

1. Placenta adherens

Rahim berhenti berkontraksi atau tak cukup berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta. Akibatnya, plasenta pun tetap melekat dengan longgar pada dinding rahim. Ini menjadi retensio plasenta yang paling umum terjadi.

2. Trapped placenta

Plasenta keluar dari rahim, namun terperangkap di belakang leher rahim. Ini umumnya terjadi karena serviks mulai menutup sebelum plasenta dikeluarkan sehingga terjebak di belakangnya.

3. Plasenta akreta

Plasenta akreta adalah plasenta yang tumbuh terlalu dalam di dinding rahim, umumnya karena kelainan pada lapisan rahim. Hal ini membuatnya lebih sulit dikeluarkan, bahkan bisa menyebabkan pendarahan hebat.

Ibu lebih berisiko mengalami retensio plasenta jika bayi lahir prematur. Sebab kemungkinan plasenta dirancang untuk tetap berada di tempatnya selama 40 minggu. Selain itu, kelahiran pertama dan penggunaan syntocinon dalam waktu yang lama untuk menginduksi atau mempercepat persalinan juga dikaitkan dengan retensio plasenta.

Hal yang dapat terjadi akibat retensio plasenta

Ketika plasenta atau ari-ari tetap berada di dalam tubuh, wanita akan menunjukkan gejala sehari setelah melahirkan. Gejala retensio plasenta yang mungkin terjadi, antara lain:

  • Demam
  • Keluarnya cairan berbau busuk dari vagina yang mengandung banyak jaringan
  • Pendarahan hebat yang terus berlanjut
  • Kram dan nyeri perut parah

Karena retensio plasenta terjadi setelah melahirkan bayi, maka tak akan ada dampak pada si Kecil. Akan tetapi, kondisi ini sangat berisiko bagi ibu. Jika plasenta tak juga dikeluarkan, pembuluh darah tempat melekatnya organ tersebut akan terus mengalami pendarahan. 

Rahim juga tak akan bisa menutup dengan benar, sehingga menimbulkan risiko kehilangan darah yang parah, bahkan mungkin disertai infeksi. Dalam banyak kasus, pendarahan yang berlebih bisa mengancam jiwa.

Baca Juga

  • Waspadai, Ini Penyakit Setelah Melahirkan Normal yang Mungkin Terjadi
  • Posisi Tidur yang Direkomendasikan Setelah Melahirkan Normal dengan Jahitan
  • Cara Mengejan yang Benar Saat Melahirkan Normal agar Bayi Cepat Keluar

Bagaimana cara mengatasi retensio plasenta?

Mengatasi retensio plasenta tentu saja dengan mengeluarkan seluruh atau sebagian plasenta yang masih tertinggal di rahim. Adapun cara mengatasi retensio plasenta yang dapat dilakukan, meliputi:

  • Mengeluarkan dengan tangan. Dokter akan mengeluarkan plasenta secara manual dengan memasukkan tangan ke dalam rahim. Akan tetapi, metode ini dapat meningkatkan risiko infeksi.
  • Menggunakan obat-obatan. Dokter juga dapat memberi obat-obatan untuk mengendurkan rahim atau membuatnya berkontraksi sehingga memudahkan tubuh untuk mengeluarkan plasenta. Namun, obat-obatan ini bisa berpengaruh terhadap produksi ASI.
  • Menyusui. Dalam beberapa kasus, menyusui juga bisa membantu mengeluarkan plasenta secara efektif. Sebab menyusui dapat merangsang tubuh melepaskan hormon yang mendorong rahim berkontraksi.
  • Buang air kecil. Dokter mungkin akan menyarankan Anda untuk buang air kecil sebab kandung kemih yang penuh terkadang bisa mencegah keluarnya plasenta.
  • Operasi. Prosedur ini merupakan pilihan terakhir karena berisiko menyebabkan komplikasi. Melalui operasi, dokter akan mengangkat seluruh atau sebagian plasenta yang masih tertinggal.

Selalu konsultasikan pada dokter untuk mendapat penanganan yang tepat. Jangan sampai kondisi ini diabaikan dan malah akan membahayakan diri Anda. Sementara, jika Anda berisiko mengalami retensio plasenta atau pernah mengalami sebelumnya, diskusikanlah kekhawatiran tersebut dengan dokter kandungan Anda sebelum melahirkan agar bisa mempersiapkan persalinan dengan baik.

Advertisement

persalinanpendarahan pasca melahirkanretensi plasentaplasenta

Ditulis oleh Dina Rahmawati

Referensi

Bagikan

Artikel Terkait

Diskusi Terkait di Forum

Advertisement

logo-sehatq
    FacebookTwitterInstagramYoutubeLinkedin

Langganan Newsletter

Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.

Perusahaan

Dukungan

Butuh Bantuan?

Jam operasional:
07:00 - 20:00 WIB

Hubungi Kami+6221-27899827

© SehatQ, 2023. All Rights Reserved