Pfeiffer syndrome adalah kondisi yang menyebabkan menyatunya bagian tulang atas tengkorak terlalu dini. Hal ini mengakibatkan adanya kelainan pada kepala dan wajah bayi saat dilahirkan. Kenali penyebab, gejala, dan penanganan Pfeiffer syndrome di sini.
Ditinjau secara medis oleh dr. Reni Utari
11 Feb 2020
Pfeiffer syndrome memiliki 3 jenis, yakni Tipe I, II, dan III. Ketiganya memiliki gejala yang berbeda.
Table of Content
Pfeiffer syndrome adalah kondisi medis yang sangat langka. Hanya 1 dari 100 ribu bayi yang terlahir dengan kondisi ini. Pfeiffer syndrome terjadi saat tulang tengkorak, tulang tangan dan kaki janin terlalu cepat menyatu di dalam rahim akibat mutasi gen. Seperti apa penyebab, gejala, dan penanganannya?
Advertisement
Saat masih di dalam rahim sang ibu, bagian atas tulang tengkorak bayi belum utuh. Hal ini memberikan ruang untuk pertumbuhan dan perkembangan otak.
Nantinya, bagian atas tengkorak ini baru akan menyatu setelah kepala bayi mencapai ukuran penuh.
Pfeiffer syndrome terjadi akibat menyatunya bagian atas tulang tengkorak yang terlalu dini. Hasilnya, tulang tengkorak tidak dapat mengembang saat otak tumbuh, sehingga memengaruhi kepala dan wajah bayi.
Selain itu, Pfeiffer syndrome juga terjadi karena adanya kesalahan pada gen yang mengontrol pertumbuhan dan matinya sel-sel tertentu.
Ada tiga tipe Pfeiffer syndrome, yang memiliki gejalanya masing-masing:
Pfeiffer syndrome tipe 1 adalah yang paling ringan dan umum terjadi. Bayi pengidap Pfeiffer syndrome tipe 1 akan menunjukkan beberapa gejala fisik, tapi fungsi otaknya masih normal.
Berikut ini adalah gejala Pfeiffer syndrome tipe 1:
Bayi dengan kondisi Pfeiffer syndrome tipe 1 bisa hidup hingga dewasa dengan sedikit masalah.
Pfeiffer syndrome tipe 1 disebabkan oleh mutasi pada gen FGFR1 atau FGFR2 yang menjadi bagian dari perkembangan tulang bayi. Jika ayah atau ibunya memiliki mutasi gen ini, maka sang anak berisiko terkena Pfeiffer syndrome sebanyak 50%.
Pfeiffer syndrome tipe 2 memiliki gejala yang mengancam nyawa, karena lebih parah dari tipe 1. Berikut ini adalah gejala-gejalanya:
Pfeiffer syndrome tipe 2 mengharuskan sang anak dioperasi, agar bisa bertahan hidup hingga dewasa.
Pfeiffer syndrome tipe 3 dianggap lebih berat dibandingkan tipe 1 dan 2, karena mengancam nyawa. Sebab, Pfeiffer syndrome tipe 3 bisa membuat sang anak mengalami masalah pada organ penting seperti paru-paru dan ginjal.
Dari segi gejala, Pfeiffer syndrome tipe 3 hampir sama seperti tipe 2, hanya saja tidak ada gejala bentuk kepala “daun semanggi”.
Beberapa operasi dibutuhkan sepanjang hidup pengidap, agar bisa bertahan hidup hingga dewasa.
Dalam sebuah penelitian, Pfeiffer syndrome tipe 2 dan 3 terjadi karena adanya mutasi gen FGFR2.
Selain itu, Pfeiffer syndrome tipe 2 dan 3 juga bisa terjadi jika sang ayah sudah lanjut usia (lansia). Sebab, sperma pria lansia lebih cenderung bermutasi, dibandingkan pria yang lebih muda.
Dengan bantuan teknologi ultrasound, dokter biasanya sudah bisa mendiagnosis Pfeiffer syndrome saat bayi masih berada di dalam kandungan. Dokter akan melihat adanya penggabungan tulang tengkorak yang terlalu dini, dan gejala lain yang terlihat di jari tangan dan kaki.
Jika ada gejala yang terlihat, dokter akan melakukan diagnosis saat bayi dilahirkan. Jika gejalanya dianggap ringan, dokter baru akan mendiagnosis sang anak setelah beberapa bulan atau tahun ke depan.
Terakhir, dokter akan meminta orangtua dan anak untuk menjalani tes genetik. Hal ini dilakukan untuk melihat keberadaan gen FGFR dan “pembawa” gen tersebut.
Setelah bayi pengidap Pfeiffer syndrome berusia 3 bulan, dokter akan merekomendasikan operasi untuk membentuk tulang tengkorak dan menghilangkan tekanan pada otak.
Dalam operasi ini, tengkorak akan direkonstruksi ulang agar terbentuk lebih simetris, sehingga otak memiliki ruang untuk tumbuh.
Setelah proses penyembuhan operasi telah usai, dokter juga akan menyarankan prosedur operasi untuk menangani gejala Pfeiffer syndrome pada rahang, wajah, tangan, atau kaki. Hal ini dilakukan agar sang anak dapat bernapas dan menggunakan kaki serta tangannya dengan baik.
Baca Juga
Bagi penderita Pfeiffer syndrome tipe 1, tumbuh dewasa bukanlah hal yang mustahil. Pengidap Pfeiffer syndrome tipe 1 masih bisa bermain dengan anak lain, bersekolah, dan tumbuh hingga dewasa dengan kondisi Pfeiffer syndrome. Sebab, Pfeiffer syndrome tipe 1 masih memungkinkan untuk ditangani dengan operasi, terapi fisik, serta rencana operasi jangka panjang.
Namun, penderita Pfeiffer syndrome tipe 2 dan 3 tidak seberuntung mereka yang didagnosis Pfeiffer syndrome tipe 1. Sebab, gejala Pfeiffer syndrome tipe 2 dan 3 bisa berdampak pada kemampuan bernapas, bergerak, dan berpikir anak.
Itulah sebabnya, deteksi dini untuk Pfeiffer syndrome bisa membantu penderitanya hidup hingga dewasa, walaupun masih ada gejala ringan yang menyertai.
Advertisement
Ditulis oleh Fadli Adzani
Referensi
Artikel Terkait
Mimisan merupakan hal yang sering terjadi pada anak. Biasanya, mimisan pada anak disebabkan oleh keteledoran saat bermain. Daun sirih menjadi salah satu cara alami mengatasi mimisan pada anak. Zat tannin yang dikandung daun sirih berperan sebagai agen pembekuan darah. Namun, daun sirih harus dicuci bersih sebelum digunakan.
15 Mei 2019
Penyebab benjolan di kepala dapat meliputi berbagai kondisi, seperti cedera kepala, rambut yang tumbuh ke dalam, hingga folikulitis. Bagaimana cara mengatasi berbagai kondisi ini?
4 Agt 2023
Bayi yang terinfeksi akan menunjukkan ciri-ciri tetanus dalam hitungan hari atau bulan. Beberapa ciri tetanus, antara lain kejang otot di rahang dan sulit mengunyah.
4 Jul 2019
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Dwiana Ardianti
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Dijawab oleh dr. Dwiana Ardianti
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved