logo-sehatq
logo-kementerian-kesehatan
SehatQ for Corporate
TokoObatArtikelTindakan MedisDokterRumah SakitPenyakitChat DokterPromo
Kesehatan Mental

Mengenal Mekanisme Fight or Flight Sebagai Respons Diri Terhadap Bahaya

open-summary

Fight or flight adalah respons tubuh saat menghadapi bahaya yang membuat kita memilih antara melawan (fight) atau berlari (flight). Tubuh yang mendeteksi ancaman akan membuat perubahan hormon dan fisiologis sehingga kita pun berpikir cepat untuk mempertahankan diri.


close-summary

31 Agt 2020

| Arif Putra

Ditinjau oleh dr. Reni Utari

Fight or flight adalah mekanisme respons tubuh saat menghadapi stres – dengan memilih antara melawan (flight) atau lari (flight)

Resposn fight or flight secara instan akan menyebabkan terjadinya perubahan hormonal dan fisiologis

Table of Content

  • Fight or flight sebagai respons terhadap bahaya
  • Beberapa contoh reaksi fight or flight
  • Bagaimana mekanisme fight or flight terjadi?
  • Saat fight or flight perlu dikendalikan
  • Catatan dari SehatQ

Sejak zaman dahulu kala, manusia sudah terlatih untuk memiliki insting bertahan hidup dalam menghadapi ancaman dan bahaya. Mekanisme melindungi diri saat adanya bahaya ini dikenal dengan mekanisme fight or flight – dan memicu terjadinya perubahan fisiologis di dalam tubuh. Apa saja perubahan yang terjadi sebagai akibat adanya respons fight or flight?

Advertisement

Fight or flight sebagai respons terhadap bahaya

Sesuai namanya, fight or flight adalah mekanisme tubuh saat menghadapi ancaman dan bahaya yang membuat kita ingin melawan (fight) atau berlari dan pergi (flee/flight). Fight or flight menjadi jenis respons stres yang membantu kita untuk  mengenali ancaman - di mana semua sistem tubuh akan bekerja agar kita bisa bertahan hidup.

Respons stres tersebut secara instan akan menyebabkan terjadinya perubahan hormonal dan fisiologis. Perubahan tersebut kemudian akan membuat kita bisa bertindak cepat untuk melindungi diri. Sehingga tak salah, mekanisme fight or flight menjadi insting kita agar bisa bertahan hidup (survival instinct). 

Perubahan fisiologis yang kita alami dapat beragam, termasuk detak jantung menjadi cepat, meningkatnya aliran darah ke otot utama, atau kemampuan pendengaran yang meningkat. Persepsi tubuh terhadap rasa sakit pun bisa berkurang saat menghadapi ancaman tertentu. 

Selain fight or flight, adakalanya kita berdiam diri saat stres dan ancaman datang. Kondisi ini disebut dengan freeze atau imobilitas reaktif (imobilitas atentif). Kondisi freeze juga melibatkan beragam perubahan fisiologis. Hanya saja, kita cenderung akan diam sambil memikirkan strategi selanjutnya. 

Fight or flight maupun freeze cenderung menjadi reaksi yang otomatis terjadi. Keputusan tersebut seringkali tidak kita sadari sehingga kita tak mampu mengontrolnya.

Beberapa contoh reaksi fight or flight

Salah satu reaksi fight or flight muncul dalam keadaan dijambret
Mengeluarkan semprotan merica saat dijambret merupakan reaksi fight or flight

Berikut ini beberapa contoh skenario yang membuat tubuh mengeluarkan reaksi fight or flight:

  • Menginjak rem dengan cepat ketika mobil atau motor di depan Anda tiba-tiba berhenti
  • Merasa takut saat berpapasan dengan anjing yang menggeram di jalanan
  • Merasa  tidak aman saat berjalan di tempat yang sepi
  • Berdiam diri dan tidak mengeluarkan suara saat melihat ular di kamar mandi rumah

Bagaimana mekanisme fight or flight terjadi?

Fight or flight dimulai di amigdala, bagian otak yang berperan dalam mengenali rasa takut. Saat adanya bahaya, amigdala akan meresponsnya dengan mengirim sinyal ke hipotalamus. Hipotalamus kemudian akan merangsang sistem saraf otonom. 

Sistem saraf otonom terdiri atas sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Sistem saraf simpatis bertugas dalam respons fight or flight. Sementara itu, sistem saraf parasimpatis bertugas dalam pengendalian respons freeze. Hasil reaksi yang keluar nantinya akan bergantung pada sistem mana yang mendominasi saat adanya bahaya. 

Saat adanya rangsangan terhadap sistem saraf otonom, tubuh akan melepas hormon kortisol dan hormon adrenalin. Pelepasan hormon tersebut akan menimbulkan perubahan fisiologis saat kita dihadapkan dengan bahaya. Perubahan tersebut, misalnya:

  • Perubahan denyut jantung. Jantung akan berdetak lebih cepat untuk membawa oksigen ke otot utama tubuh. Dalam kondisi freeze, detak jantung dapat meningkat maupun melambat.
  • Laju pernapasan. Pernapasan menjadi meningkat untuk mengirimkan lebih banyak oksigen ke darah. Dalam respons freeze, kita cenderung akan menahan napas atau membatasi pernapasan.
  • Penglihatan. Penglihatan perifer akan meningkat sehingga kita dapat memerhatikan benda-benda di sekeliling. Pupil juga akan membesar dan membiarkan cahaya lebih banyak masuk - sehingga membantu kita melihat lebih jelas.
  • Pendengaran. Kemampuan pendengaran akan meningkat.
  • Darah. Darah akan mengental dan meningkatkan elemen tubuh yang berperan dalam pembekuan. Kondisi ini mempersiapkan tubuh apabila terjadi cedera.
  • Kulit. Kulit akan mengeluarkan lebih banyak keringat atau mungkin menjadi dingin. Kita juga mungkin akan terlihat pucat atau merinding.
  • Tangan dan kaki. Saat aliran darah meningkat ke otot utama, tangan dan kaki akan menjadi dingin.
  • Persepsi nyeri. Fight or flight membuat tubuh mengurangi persepsi terhadap rasa sakit.

Baca Juga

  • Dampak Buruk Berdebat di Media Sosial untuk Kesehatan
  • Cara Mengendalikan Kecemasan di Tengah Pandemi Corona
  • Smiling Depression, Sebuah Depresi di Balik Senyuman Penderitanya!

Saat fight or flight perlu dikendalikan

Fight or flight sejatinya sudah ada di diri manusia sejak zaman dahulu kala. Mekanisme ini krusial saat kita menghadapi ancaman dan bahaya yang mengancam keselamatan, seperti gigitan hewan buas. 

Hanya saja, respons fight or flight saat ini bisa muncul saat kita menghadapi hal yang tidak ‘mengancam nyawa’, seperti pada orang yang mengalami fobia tertentu atau ‘sesederhana’ stres yang melanda saat berangkat bekerja dan berangkat ke sekolah pada beberapa individu.

Stres individual seperti ini bisa disebabkan oleh trauma di masa lalu atau memiliki gangguan kecemasan. Trauma yang memantik rasa stres dan fight or flight tersebut juga dapat beragam, seperti kekerasan di masa kecil, kecelakaan dalam berkendara, atau pelecehan seksual dan pemerkosaan.

Agar stres tak sampai mengganggu aktivitas Anda, diperlukan beberapa strategi untuk bisa pulih dan mengendalikannya. Beberapa cara yang bisa dicoba, yaitu:

  • Melakukan teknik relaksasi, seperti meditasi, yoga, tai chi, dan menerapkan teknik pernapasan dalam
  • Beraktivitas fisik untuk mengendalikan hormon stres dan meningkatkan hormon kebahagiaan seperti endorfin
  • Menjaga hubungan baik dengan sahabat dan anggota keluarga

Catatan dari SehatQ

Fight or flight adalah mekanisme respons tubuh saat menghadapi stres – dengan memilih antara melawan (flight) atau lari (flight). Mekanisme ini dimiliki manusia sejak zaman dahulu kala untuk melindungi diri. Namun, adakalanya fight or flight terjadi pada pemicu stres yang tidak ‘mengancam nyawa’.

Advertisement

streshormonsaluran pernapasanjantung berdebar

Referensi

Bagikan

Artikel Terkait

Diskusi Terkait di Forum

Advertisement

logo-sehatq

Langganan Newsletter

Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.

Metode Pembayaran

Bank BCABank MandiriBank BNIBank Permata
Credit Card VisaCredit Card Master CardCredit Card American ExpressCredit Card JCBGopay

Fitur

  • Toko
  • Produk Toko
  • Kategori Toko
  • Toko Merchant
  • Booking
  • Promo
  • Artikel
  • Chat Dokter
  • Penyakit
  • Forum
  • Review
  • Tes Kesehatan

Perusahaan

Follow us on

  • FacebookFacebook
  • TwitterTwitter
  • InstagramInstagram
  • YoutubeYoutube
  • LinkedinLinkedin

Download SehatQ App

Temukan di APP StoreTemukan di Play Store

Butuh Bantuan?

Jam operasional: 24 Jam

Hubungi Kami+6221-27899827

© SehatQ, 2023. All Rights Reserved