Kapan anak siap untuk masuk sekolah? Pertanyaan ini perlu dijawab dengan mempertimbangkan aspek-aspek kesiapan sekolah anak, seperti motorik, kognitif, sosial-emosional, dan kemandirian. Selain itu, usia anak juga perlu dipertimbangkan.
20 Apr 2023
Ditinjau oleh dr. Karlina Lestari
Kesiapan sekolah anak perlu dipertimbangkan orangtua
Table of Content
“Wah.. kamu sudah lancar berhitung dan membaca ya, Dek. Sudah siap dong buat masuk SD?” celetuk seorang ibu yang sedang mengajarkan anaknya belajar.
Advertisement
Kalimat di atas mungkin seringkali Anda dengar di lingkungan sekitar. Anak yang sudah bisa membaca, menulis, dan berhitung biasanya dianggap sudah pintar dan siap untuk masuk Sekolah Dasar (SD).
Namun, jika hal tersebut masih menjadi acuan utama untuk menetapkan kesiapan sekolah anak, maka sangatlah disayangkan karena aspek-aspek yang lain kerapkali tidak diperhatikan.
Perlu Anda ketahui bahwa kesiapan anak untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SD bukan hanya dilihat dari kelancarannya membaca atau berhitung. Melainkan terdapat banyak aspek yang harus Anda lihat dalam kesiapan sekolah anak, seperti:
Contoh kasus tentang kesiapan sekolah pada anak terjadi pada Ameylia (disamarkan). Di usianya yang masih 5 tahun 10 bulan, Ameylia sudah bisa membaca, berhitung, dan menulis kata. Namun, pada kemampuan lain, seperti konsentrasi, daya tahan, regulasi emosi, serta kemandirian masih belum terlihat dengan baik. Ketika memiliki suatu keinginan, hal tersebut harus dipenuhi, jika tidak ia dapat menyakiti orang lain (memukul, menendang).
Perilaku yang terjadi pada Ameylia dapat menjadi kendala jika anak masuk ke jenjang Sekolah Dasar (SD). Oleh sebab itu, aspek-aspek tersebut harus dioptimalkan terlebih dahulu sehingga anak benar-benar siap untuk bersekolah.
Mengenai kapan anak masuk sekolah, anak baru diwajibkan melanjutkan pendidikan di jenjang SD pada usia 7 tahun, sebab pada usia tersebut anak dianggap sudah matang.
Hal ini sesuai dengan aturan pemerintah yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 6 ayat (1) yang berbunyi: “Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.”
Selain itu, menurut teori perkembangan dari Piaget, pada usia 7 tahun, perkembangan kognitif anak berada pada level operasional konkret dan mulai menggunakan operasi mental serta berpikir untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Pada level operasional konkret anak mampu:
Namun, banyak orangtua yang memasukkan anaknya ke Play Group sejak dini (sekitar usia 2-3 tahun), kemudian dilanjutkan ke Taman Kanak-kanak (TK) sehingga ketika anak berusia 5 tahun, orangtua merasa khawatir dan berpikir bahwa anaknya terlalu tua jika belum dimasukkan ke SD.
Padahal jika usia anak masih atau berada di bawah usia 5 tahun, ada baiknya orangtua mempertimbangkan terlebih dahulu dan memeriksa kembali apakah kemampuan anak di seluruh aspek perkembangannya sudah benar-benar matang untuk melanjutkan pendidikan ke SD.
Jangan sampai orangtua merasa kesiapan sekolah anak sudah matang, namun kenyataannya masih ada aspek-aspek yang perlu dioptimalkan kembali pada anak.
Tes kesiapan masuk SD perlu dilakukan untuk mengetahui kematangan pada anak dengan cara melakukan penilaian dalam beberapa aspek yang telah disebutkan sebelumnya.
Hal ini dapat dilakukan dengan bantuan profesional dari psikolog yang akan mewawancarai orangtua mengenai perkembangan anak, informasi dari guru di TK, dan observasi serta interaksi langsung dengan anak.
Selain itu, dapat pula dilakukan tes inteligensi untuk mengetahui kemampuan kognitif anak. Dengan demikian, nantinya dari tes kesiapan masuk SD ini dapat diperoleh informasi mengenai perkembangan diri anak dan rekomendasi apakah anak dapat dikatakan sudah matang untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SD atau tidak.
Pada umumnya, anak sudah matang atau siap untuk sekolah pada usia 6 atau 7 tahun. Terkecuali bagi anak yang memiliki permasalahan, seperti hambatan kognitif, masalah tumbuh kembang, atau sebagainya, maka perlu mendapat penanganan khusus terlebih dulu.
Akan tetapi, perlu Anda ketahui juga bahwa secara individu tingkat kematangan pada anak tentunya berbeda-beda. Hal ini dapat dipengaruhi oleh:
Penilaian keseluruhan aspek pada tes kesiapan masuk SD sangatlah diperlukan sehingga tidak hanya satu aspek saja yang dinilai. Jika anak dikatakan sudah matang/siap masuk SD, namun masih ada catatan mengenai beberapa aspek yang belum matang/siap, maka orangtua perlu bekerja sama dengan pihak sekolah untuk mengoptimalkan aspek yang masih kurang tersebut.
Misalnya, jika pada aspek kemandirian anak masih belum siap, maka tugas untuk orangtua di rumah adalah memberikan peran bagi anak agar bisa mandiri dengan memberinya tugas sehari-hari di rumah, seperti membawakan baju kotor seluruh anggota keluarga ke keranjang cucian setiap hari.
Hal ini dapat menjadi kebiasaan yang menumbuhkan kemandirian dan tanggung jawab pada diri anak. Saat di sekolah, guru juga dapat memberikan peran bagi anak di kelas, misalnya bertugas untuk memimpin doa di pagi hari. Dengan begitu kesiapan sekolah anak bisa semakin matang.
Sejak dini, orangtua memang perlu memerhatikan aspek perkembangan anak dan menentukan pembelajaran yang sesuai dengan usia, potensi serta kemampuan yang dimiliki oleh anak.
Dengan begitu, anak dapat merasakan bahwa belajar adalah hal yang menyenangkan dan menarik, seperti halnya kegiatan bermain. Selain itu, anak juga dapat lebih siap dari segala aspek untuk bersekolah ketika usianya sudah cukup.
Di sisi lain, Anda tidak boleh selalu melayani anak sampai ia tidak bisa melakukan apa-apa karena sudah biasa dibantu. Ajarkan anak untuk mulai mandiri sehingga ketergantungan anak terhadap orangtua berkurang.
Orangtua juga harus siap melepas anak untuk bersekolah. Jika takut untuk melepas anak bersekolah atau justru tidak bertanggung jawab akan hal tersebut berarti Anda belum siap menyekolahkan anak.
Jadi, ketika anak sudah menunjukkan tanda kesiapan sekolah dan usianya cukup, pastikan Anda juga siap untuk melepasnya bersekolah. Selain itu, rencanakan dengan matang persiapan anak masuk SD, misalnya lokasi sekolah, biaya sekolah, atau kurikulum pembelajaran.
Penulis:
Finda Diftrianita, M.Psi.
Psikolog Anak RS AZRA Bogor
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Disleksia pada anak dapat ditandai dengan sulit belajar membaca, memiliki masalah dalam membentuk kata, hingga lama menyelesaikan tugas yang mengharuskannya membaca atau menulis.
Membekali anak dengan pengetahuan Covid-19 jadi salah satu hal yang harus orang tua lakukan agar sekolah di tahun ajaran baru saat pandemi jadi lebih tenang.
Kekerasan di sekolah dapat mengganggu proses belajar anak. Namun, ada beberapa cara mengatasi kekerasan di sekolah yang bisa Anda lakukan, seperti berbicara secara terbuka pada anak hingga ikut terlibat di sekolah.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved