Beberapa rumah sakit dan dokter memilih posisi litotomi atau mengangkang karena memberi akses lebih mudah baik ke ibu maupun bayi. Padahal, kontraksi bisa berlangsung jauh lebih menyakitkan bahkan menyulitkan proses persalinan.
Ditinjau secara medis oleh dr. Anandika Pawitri
24 Mei 2021
Posisi mengangkang saat melahirkan justru bisa menyulitkan persalinan
Table of Content
Di benak Anda, apa yang terlintas ketika membayangkan ruang bersalin dengan konsep konvensional? Ibu hamil akan diminta berada di posisi litotomi, yaitu berbaring dengan kedua lutut ditekuk dan diletakkan di penyangga. Kini, posisi ini sudah banyak ditinggalkan karena banyak risiko komplikasi menyertai.
Advertisement
Beberapa rumah sakit dan dokter memilih posisi ini karena memberi akses lebih mudah baik ke ibu maupun bayi. Padahal, kontraksi bisa berlangsung jauh lebih menyakitkan bahkan menyulitkan proses persalinan.
Umumnya, ibu hamil akan diminta berada di posisi litotomi ketika memasuki tahap kedua persalinan yaitu saat mengejan. Padahal, posisi ini hanya memudahkan dokter saja, bukan sang ibu.
Sebuah studi pada tahun 2016 membandingkan beberapa jenis posisi persalinan. Posisi litotomi ini membuat kontraksi lebih menyakitkan. Tak hanya itu saja, ada beragam risiko lain yang menyertai:
Saat berada di posisi litotomi, sirkulasi darah bisa terganggu karena tubuh ibu berbaring sepenuhnya. Ini berkaitan pula dengan supine hypotension syndrome, yaitu bahaya tidur telentang bahkan sejak usia kehamilan 20 minggu. Ketika tekanan darah drop, besar kemungkinan kontraksi terasa jauh lebih nyeri.
Selain itu, jelas bahwa posisi kedua kaki bertumpu di penyangga ini hanya memudahkan dokter dan tenaga medis. Tidak ada keuntungan bagi ibu yang harus mengejan di saat tenaganya sudah terkuras sejak proses kontraksi berlangsung.
Logikanya, secara alami proses mengeluarkan bayi akan jauh lebih mudah ketika searah dengan gravitasi. Itulah mengapa di era modern semakin banyak rumah sakit menggunakan birthing beds hingga posisi squat agar proses persalinan kian lancar.
Sementara pada posisi litotomi, justru ibu harus mengejan dan mengeluarkan bayi dengan arah melawan gravitasi. Berat badan bayi justru tidak membantu membuka serviks.
Episiotomi adalah prosedur menggunting jaringan antara vagina dan anus (perineum). Tujuannya agar bayi lebih mudah dilahirkan. Kemungkinan terjadinya episiotomi lebih besar apabila ibu berada dalam posisi litotomi.
Selain itu, studi pada tahun 2012 juga menemukan bahwa kemungkinan terjadinya robekan atau ruptur perineum pun lebih tinggi. Ini semua dibandingkan dengan lebih rendahnya risiko cedera perineum saat melahirkan dalam posisi squat atau berbaring ke samping.
Berdasarkan data, posisi berbaring litotomi lebih rentan memerlukan persalinan lewat metode C-section. Selain itu, ada pula kemungkinan penggunaan forceps atau alat serupa sendok besar untuk membantu mengeluarkan bayi. Ini adalah risiko apabila dibandingkan dengan posisi squat.
Sebuah studi terhadap 100.000 kasus persalinan menemukan bahwa posisi ini meningkatkan risiko terjadinya cedera otot sphincter. Alasannya, tentu karena tekanan terlalu besar. Otot ini idealnya bertugas untuk mengendalikan aliran urine.
Sekalinya cedera, dampaknya bisa berlangsung jangka panjang mulai dari inkontinensia tinja, nyeri, rasa tidak nyaman, hingga disfungsi seksual.
Meski ada beberapa risiko dari posisi litotomi, terkadang dokter tetap merekomendasikan posisi ini demi keamanan ibu dan bayi. Ini sangat berkaitan dengan posisi bayi di jalan lahir.
Oleh sebab itu, tak ada salahnya mendiskusikan posisi saat bersalin bersama dengan dokter spesialis kandungan. Lakukan sejak masih melakukan antenatal care secara berkala di saat hamil.
Anda juga perlu tahu kebijakan pihak rumah sakit. Apakah sudah mengadopsi sistem yang lebih modern atau masih menggunakan ranjang bersalin dengan bentuk litotomi? Ini bisa menjadi pertimbangan sebelum memutuskan akan melahirkan di mana.
Baca Juga
Sama seperti posisi litotomi saat bersalin, operasi lain dengan posisi semacam ini juga memiliki beberapa risiko. Dua jenis komplikasi paling utama adalah acute compartment syndrome dan cedera saraf.
Acute compartment syndrome terjadi ketika ada tekanan di area spesifik tubuh. Ini dapat mengganggu sirkulasi darah sehingga fungsi jaringan di sekitarnya terganggu.
Terlebih, posisi litotomi mengharuskan kedua kaki berada lebih tinggi dari jantung dalam waktu cukup lama. Umumnya, ACS ini bisa terjadi pada operasi yang berlangsung lebih dari 4 jam.
Sementara cedera saraf bisa terjadi apabila saraf terlalu meregang akibat posisi kurang tepat. Umumnya ini akan terjadi pada saraf di paha, punggung bagian bawah, dan tungkai.
Ibu hamil punya wewenang untuk tahu posisi persalinan seperti apa yang akan dijalaninya kelak. Ini harus menjadi salah satu pertimbangan krusial ketika menyusun birth plan.
Jika ingin tahu lebih lanjut alternatif dari posisi litotomi saat persalinan, tanyakan langsung pada dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ. Download sekarang di App Store dan Google Play.
Advertisement
Ditulis oleh Azelia Trifiana
Referensi
Artikel Terkait
Syarat induksi persalinan belum tentu dapat dilakukan oleh semua ibu hamil. Syaratnya adalah usia kehamilan ibu, ketuban pecah dini, hingga kondisi kehamilan ibu.
29 Sep 2020
Sebenarnya, ibu hamil boleh berpuasa selama kondisi ibu dan janin sehat serta diizinkan oleh dokter. Malah, ada manfaat puasa bagi ibu hamil jika dilakukan dengan benar.
17 Mar 2023
Pada kondisi kehamilan berisiko tinggi, ibu hamil mungkin disarankan untuk melakukan pemeriksaan USG fetomaternal. Pemeriksaan ini dperuntukkan bagi ibu hamil dengan kondisi seperti kehamilan kembar.
18 Apr 2023
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved