Gizi buruk pada anak dapat terjadi akibat berbagai faktor, seperti rendahnya asupan makanan, hingga gangguan pencernaan. Kondisi tersebut bisa mengganggu pertumbuhan anak.
2023-03-21 19:29:15
Ditinjau oleh dr. Reni Utari
Gizi buruk pada anak dapat terjadi akibat rendahnya asupan makanan
Table of Content
Gizi buruk pada anak adalah kondisi di mana anak tidak menerima nutrisi penting yang cukup, untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Padahal nutrisi penting yang cukup, dapat membuat anak menjalani hidup yang sehat, dan bebas penyakit.
Advertisement
Gizi buruk adalah kondisi serius yang terjadi ketika anak kekurangan gizi atau atau malah kelebihan konsumsi makanan dan minuman, tanpa menerima nutrisi penting.
Terdapat dua kelompok gizi buruk pada anak, yaitu undernutrition (stunting, wasting, dan underweight), serta overnutrition (overweight dan obesitas).
Dalam kasus gizi buruk, WHO memperkirakan, secara global sekitar 41 juta anak berusia di bawah 5 tahun mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. Sementara itu, sekitar 159 juta anak terkena stunting, dan 50 juta anak mengalami wasting.
Sayangnya, tidak semua orangtua menyadari tanda gizi buruk pada anak. Untuk membantu mengidentifikasinya, berikut adalah ciri-ciri anak gizi buruk yang harus diwaspadai:
Itulah beberapa ciri-ciri gizi buruk pada anak. Malnutrisi pada anak dapat menyebabkan pertumbuhan tidak berjalan optimal, terjadi masalah kesehatan jangka pendek ataupun panjang, luka atau penyakit susah sembuh, risiko infeksi tinggi dan berulang, hingga sulit fokus di sekolah.
Gizi buruk dapat disebabkan oleh berbagai kondisi lingkungan maupun medis. Berikut adalah penyebab gizi buruk yang dapat terjadi pada anak.
Kurangnya asupan makanan yang cukup, dapat menyebabkan anak tidak mendapat nutrisi yang diperlukan.
Selain itu, bahan makanan yang sulit dicerna pun, dapat membuat anak kehilangan nafsu makan, sehingga tidak mendapat asupan nutrisi yang cukup.
Pola makan yang buruk juga bisa memicu kurang gizi pada anak karena makan secara tidak teratur.
Sejumlah gangguan mental, seperti depresi, bulimia, dan anoreksia, dapat menjadi faktor penyebab gizi buruk pada anak.
Anak dengan kondisi kesehatan mental ini, tidak dapat mengikuti kebiasaan makan yang benar. Jika dibiarkan, masalah ini dapat menyebabkan anak mengalami gizi buruk.
Orangtua yang tidak mampu meninggalkan rumah untuk membeli makanan atau sulit menyiapkan makanan, dapat meningkatkan risiko anak kurang gizi atau gizi buruk.
Tidak tersedianya makanan, tentunya akan membuat anak kesulitan dalam mendapatkan nutrisi penting bagi tubuhnya.
Jika tubuh anak tidak dapat menyerap nutrisi dengan baik, maka ia berisiko mengalami gizi buruk. Gangguan pencernaan seperti penyakit Crohn, diare atau muntah, dapat menyebabkan hilangnya nutrisi penting.
Tak hanya itu, kondisi lambung yang bermasalah seperti maag kronis, dapat mengakibatkan anak kesulitan makan sehingga dianggap menjadi penyebab gizi buruk.
Kurang atau bahkan tidak adanya asupan ASI, dapat memicu terjadinya bayi gizi buruk. ASI merupakan nutrisi penting bagi si kecil, karena berperan penting dalam pertumbuhan dan membantu sistem kekebalan tubuh tetap kuat.
Anak yang tidak melakukan cukup aktivitas fisik juga bisa mengalami gizi buruk. Sebab, kurangnya aktivitas fisik dapat memperlambat proses pencernaan dan menyebabkan kelebihan berat badan atau obesitas, yang mengarah pada gizi buruk.
Sanitasi dan kebersihan air yang buruk dapat menyebabkan penyebaran penyakit menular, misalnya diare pada anak-anak, yang juga merupakan penyebab gizi buruk.
Berdasarkan data UNICEF, dehidrasi diare merenggut 2,2 juta nyawa anak balita di negara-negara berkembang pada setiap tahunnya.
Tak boleh diabaikan, gizi buruk sangat rentan dialami oleh anak-anak. Perlu dipahami, gizi buruk akan berisiko lebih tinggi terjadi pada anak-anak dengan tiga kondisi berikut ini:
Anak-anak yang tinggal, seperti di wilayah Afrika Sub-Sahara atau Asia Selatan, berisiko terkena gizi buruk. Sebab, anak-anak di wilayah tersebut, kesulitan mendapatkan makanan sehat dan memadai.
Anak yang hidup dalam kemiskinan atau keluarga berpenghasilan rendah, tentu kurang atau bahkan tidak dapat menyediakan cukup asupan makanan bergizi. Akibatnya, anak berisiko mengalami gizi buruk.
Yang harus selalu diperhatikan, anak-anak mengalami peningkatan kebutuhan nutrisi. Sehinga jika kebutuhan tersebut tidak dipenuhi, anak berisiko lebih tinggi terhadap gizi buruk.
Untuk menghindari terjadinya gizi buruk, berilah anak Anda asupan makanan yang bergizi. Gizi yang diberikan tidak boleh kurang ataupun lebih, sehingga harus seimbang.
Meskipun gizi buruk pasti membuat para orangtua merasa cemas, Anda masih bisa membantunya untuk kembali normal dengan menerapkan pola hidup sehat yang baru.
Kementerian Kesehatan RI membagi cara mengatasi gizi buruk pada anak yang terbagi dalam tiga fase berikut.
Fase stabilisasi adalah keadaan dimana kondisi klinis dan metabolisme anak belum sepenuhnya stabil. Pada fase ini, dibutuhkan waktu sekitar 1-2 hari untuk memulihkannya, atau bahkan bisa lebih tergantung dari kondisi kesehatan anak Anda.
Tujuan dari fase stabilisasi adalah untuk memulihkan fungsi organ-organ yang terganggu dan agar pencernaan anak kembali normal. Pada fase ini, anak akan disarankan untuk memberi formula khusus berupa F 75 atau modifikasinya:
Fase stabilisasi untuk mengatasi gizi buruk pada anak ini bisa Anda lakukan dengan cara berikut:
Pemberian formula khusus bisa Anda lakukan secara sedikit demi sedikit, tetapi dalam frekuensi yang sering.
Cara menangani gizi buruk pada anak ini bisa membantu mencegah kadar gula darah rendah (hipoglikemia) dalam tubuh, serta tidak membebankan saluran pencernaan, hati, maupun ginjal.
Pemberian formula khusus bisa dilakukan selama 24 jam penuh bagi balita gizi buruk. Apabila diberikan setiap 2 jam sekali, berarti ada 12 kali pemberian susu. Jika diberikan setiap 3 jam sekali, berarti ada 8 kali pemberian susu.
Bila anak Anda bisa menghabiskan porsi yang makan yang Anda sediakan, pemberian formula khusus bisa diberikan setiap 4 jam sekali, atau sama dengan 6 kali pemberian makanan.
Jika anak Anda masih menyusui ASI, pemberian ASI bisa dilakukan setelah anak mendapatkan formula khusus.
Sebaiknya, gunakan cangkir dan sendok daripada botol susu, meskipun anak masih bayi. Selain itu, gunakan alat bantu pipet tetes untuk anak apabila kondisinya sangat lemah.
Fase transisi merupakan masa ketika perubahan pemberian makanan tidak menimbulkan masalah untuk kondisi anak. Fase transisi biasanya berlangsung dalam waktu 3-7 hari dengan pemberian susu formula khusus berupa F 100 atau modifikasinya.
Kandungan di dalam susu formula F 100, adalah:
Fase transisi dapat Anda lakukan dengan cara sebagai berikut:
Fase rehabilitasi merupakan masa ketika nafsu makan anak sudah mulai kembali normal dan sudah bisa diberikan makanan agak padat melalui mulut.
Namun, jika anak belum sepenuhnya bisa makan secara oral, pemberiannya bisa dilakukan melalui selang makanan (NGT). Fase ini umumnya akan berlangsung selama 2-4 minggu sampai indiktor status gizin BB/TB-nya bisa mencapai -2 SD dengan memberikan F 100.
Dalam fase transisi, pemberian F 100 dapat Anda lakukan dengan menambah volumenya setiap hari. Hal ini bisa Anda lakukan hingga anak tidak mampu lagi menghabiskan porsinya.
F 100 merupakan energi total yang dibutuhkan anak untuk tumbuh sehat, dan berguna untuk pemberian makanan di tahap selanjutnya. Porsi menu makanan anak yang teksturnya padat bisa mulai ditambah secara bertahap dengan mengurangi pemberian F 100.
Pencegahan gizi buruk harus dilakukan sejak dini oleh para orangtua. Dalam hal ini, orangtua merupakan pondasi yang kuat agar gizi buruk tidak dialami oleh generasi berikutnya.
Berikut adalah berbagai cara mencegah gizi buruk pada balita dan anak.
Jika Anda ingin bertanya lebih lanjut seputar gizi buruk pada anak atau malnutrisi pada balita, tanyakan langsung pada dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ. Download sekarang di App Store dan Google Play.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Manfaat daun kelor untuk anak tidak lepas dari beragam nutrisi dan mineral yang terkandung di dalamnya. Beragam potensi manfaat yang bisa didapatkan, mulai dari meningkatkan kekebalan tubuh, menambah energi, hingga menjaga kesehatan mata.
Beda anak speech delay dan autis dapat dideteksi dari beberapa aspek, mulai dari kemampuan menggunakan kata, bentuk komunikasi, hingga merespons reaksi.
Terdapat sejumlah ciri-ciri korban bullying yang perlu diketahui oleh orangtua, guru, dan masyarakat umum, mulai dari sering mengalami mimpi buruk, turunnya nafsu makan, malas dan takut berangkat sekolah, hingga munculnya luka pada tubuh yang tak jelas penyebabnya.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Stasya Zephora
Dijawab oleh dr. Dwiana Ardianti
Dijawab oleh dr. Stasya Zephora
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved