Meski konsepnya belum familiar, robot seks atau sexbot terus berkembang begitu nyata. Seperti halnya boneka seks, hanya saja sex robot atau sexbot ini penampakannya benar-benar realistis. Namuh kehadirannya dapat memberikan efek negatif terhadap mental manusia
Ditinjau secara medis oleh dr. Anandika Pawitri
7 Jun 2020
Kehadiran sex robot dapat menimbulkan penyimpangan seksual
Table of Content
Meski konsepnya belum familiar, robot seks atau sexbot terus berkembang begitu nyata. Seperti halnya boneka seks, hanya saja sex robot atau sexbot ini penampakannya benar-benar realistis. Bahkan, robot seks bisa dibuat sesuai kebutuhan dan selera pemiliknya.
Advertisement
Tak jarang, teknologi memungkinkan robot seks dilengkapi dengan teknologi Artificial Intelligence (AI) dan bisa berbincang-bincang sederhana. Harganya tentu saja tidak terjangkau. Lebih jauh lagi, ada banyak kontroversi seputar robot seks karena dianggap lebih banyak risiko ketimbang manfaatnya.
Robot seks atau sexbot masih menuai kontroversi. Para penciptanya mengklaim bahwa robot seks tidak berbahaya sama sekali. Bahkan, adanya robot seks ini bisa mencegah terjadinya pelecehan seksual dengan memastikan hasrat seksual pemiliknya “terpenuhi”.
Itulah sebabnya, robot seks didesain tidak terbatas gender. Bukan hanya untuk laki-laki saja, tapi juga perempuan. Namun benarkah klaim ini sepadan dan didukung dengan bukti ilmiah?
Tim peneliti dari NHS London dan King’s College London berkolaborasi untuk menjawabnya. Mereka adalah Chantal Cox-George dan Susan Bewley yang mengumpulkan database segala informasi terkait klaim benarkah robot seks memiliki therapeutic effect.
Didukung dengan riset komprehensif dan diskusi bersama pakar lain, hingga kini tak ada bukti bahwa sexbot berdampak pada kesehatan mental seseorang. Di sisi lain, beberapa keuntungan dari memiliki robot seks yang disebutkan dalam hasil penelitian mereka di antaranya:
Klaim yang ada saat ini adalah bahwa sex robot mereduksi keinginan pemiliknya untuk terlibat dalam sex trafficking atau sex tourism. Sementara untuk parameter seks lebih aman, ini karena robot seks lebih aman dari bakteri ketimbang bergonta-ganti pasangan yang rentan menjadi media penularan infeksi menular seksual.
Baca Juga
Lebih jauh lagi, ada klaim bahwa sexbot dapat memberi kepuasan bagi orang yang mengalami kondisi tertentu sehingga tidak bisa menikmati seks, seperti disfungsi ereksi, tidak memiliki pasangan, penuaan, atau kondisi medis lainnya.
Meski demikian, belum tentu realitanya selaras dengan ekspektasi. Bisa saja, yang terjadi justru sebaliknya. Pertimbangannya adalah:
Berbeda dengan pasangan yang memiliki nafsu dan perasaan antara kedua belah pihak, ini tidak bisa dimiliki robot secanggih apapun. Dikhawatirkan, hal ini justru membuat keintiman mustahil terwujud karena tidak ada perasaan yang saling membalas.
Dari penelitian Cox-George dan Bewley, disebutkan bahwa ada potensi robot seks menyembuhkan pedofil atau mantan pelaku kekerasan seksual. Sayangnya, konsep ini juga masih kabur. Penampakan robot yang tanpa cela berisiko menyebabkan pemiliknya kecanduan dengan konsep semacam itu.
Selain potensi menyebabkan kecanduan, memiliki robot seks juga bisa menggeser persepsi yang semula dianggap normal dan atraktif dari pasangan. Tubuh robot seks dibuat sedemikian rupa hingga bisa menyebabkan distorsi ketika dibandingkan dengan manusia normal.
Dari beberapa riset komprehensif itu, ditarik kesimpulan bahwa terlalu cepat apabila melibatkan robot seks dalam dunia medis. Baik itu untuk terapi karena belum ada pengujian secara empiris bahwa penggunaan robot seks benar-benar bisa berpengaruh terhadap kesehatan mental seseorang ke arah positif.
Belum adanya regulasi terkait perdagangan robot seks ini membuat kreatornya bebas menyisipkan skenario apapun, bahkan yang mewadahi orang dengan penyimpangan seksual. Sebut saja robot yang dibuat seakan-akan sedang diperkosa hingga didesain layaknya anak-anak, diperuntukkan bagi pedofil.
Robot seks didesain bisa mengingat semua hal tentang pemiliknya. Hal favorit, hal yang dibenci, pengalaman, hingga ke detil terkecil. Pada kondisi tertentu, bisa saja keberadaan robot seks ini membuat seseorang asyik sendiri hidup dalam gelembungnya dan semakin menarik diri dari interaksi sosial nyata.
Baca Juga
Adanya teknologi robot semakin memudahkan segalanya. Namun ketika berhubungan dengan sexbot, risikonya lebih tinggi ketimbang klaim-klaim manfaatnya.
Jangan sampai adanya robot seks menjadi pelarian dari kehidupan nyata atau hubungan dengan orang sesungguhnya. Konsep bahwa robot seks sama baiknya seperti berinteraksi dengan manusia lain seharusnya tidak dinormalisasi. Terlebih, manusia tidak akan pernah sepadan dibandingkan dengan robot secanggih dan semahal apapun.
Advertisement
Ditulis oleh Azelia Trifiana
Referensi
Artikel Terkait
Cara memperbaiki mood yang mudah adalah memeluk orang tersayang sambil menceritakan hal yang dirasakan. Anda pun bisa mulai rutin berolahraga untuk menjauhkan bad mood setiap hari.
8 Mar 2022
Pendidikan seksual atau edukasi seksual merupakan informasi penting yang perlu didapatkan oleh anak. Sebagai bagian dari pola asuh yang baik, orang tua perlu terlibat dalam pendidikan anak, termasuk urusan pendidikan seksual.
25 Apr 2023
Hipogonadisme pada pria adalah kondisi di mana testis tidak mampu memproduksi hormon seks pria (testosteron), sperma, atau keduanya. Gejala kondisi ini akan didasari oleh usia pasien.
13 Sep 2023
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Dijawab oleh dr. Dwiana Ardianti
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved