Mengonsumsi vitamin setelah kemoterapi bisa menjadi salah satu cara penangangan pasien kanker yang sedang mengikuti terapi. Namun pastikan, konsumsi vitamin berdasarkan anjuran dokter. Karena bisa jadi mengonsumsi vitamin secara sembarangan malah memunculkan masalah baru.
29 Jul 2021
Ditinjau oleh dr. Anandika Pawitri
Selalu konsultasi ke dokter untuk menentukan jenis vitamin yang boleh dikonsumsi
Table of Content
Salah satu penanganan untuk kanker bisa berupa terapi radiasi dan kemoterapi. Terkadang muncul pertanyaan, perlukah mengonsumsi vitamin setelah kemoterapi? Satu-satunya orang yang bisa menjawab pertanyaan ini dengan pasti adalah onkolog, dokter spesialis kanker.
Advertisement
Sebaiknya, jangan pernah mengonsumsi suplemen atau vitamin apapun tanpa lampu hijau dan supervisi dari dokter. Sebab, ini bisa menjadi bumerang berbahaya bagi pasien kanker.
Ada banyak alasan mengapa dokter mungkin tidak merekomendasikan konsumsi suplemen vitamin atau mineral tertentu. Beberapa alasan yang mendasari hal ini di antaranya:
Alasan paling utama mengapa dokter tidak merekomendasikan vitamin setelah kemoterapi adalah karena efeknya bisa saja berlawanan dengan terapi radiasi atau kemoterapi. Sebagai contoh, antioksidan yang ada dalam suplemen berperan dalam menetralkan zat radikal bebas sekaligus melindungi sel.
Sayangnya, peran ini justru dapat melindungi sel-sel kanker. Proses kemoterapi jadi tidak efektif karena tidak bisa membunuh sel kanker sebagai target utama.
Dalam sebuah studi yang dipublikasikan pada tahun 2019 lalu, perempuan yang telah menopause dan mengonsumsi suplemen antioksidan saat kemoterapi membuktikannya. Sebanyak 64% lebih rentan meninggal dunia akibat kanker payudara. Kemungkinan sel kanker tumbuh kembali juga tinggi.
Pasien yang mengonsumsi vitamin setelah kemoterapi – terutama perokok aktif – menunjukkan hasil pengobatan lebih buruk. Sebagai contoh, suplemen vitamin C menurunkan efektivitas kemoterapi dari 30% menjadi 70% pada pasien leukemia.
Beberapa bentuk interaksi antara vitamin C dengan kemoterapi adalah dengan mengganggu proses membunuh sel kanker. Intinya, proses kemoterapi bisa terganggu dan tidak optimal karena pasien mengonsumsi vitamin.
Sangat mungkin terjadi interaksi antara vitamin yang dikonsumsi dengan pengobatan kanker. Sebagai contoh, vitamin E berpotensi meningkatkan risiko pendarahan pada pasien yang mengonsumsi obat pengencer darah.
Selain itu, vitamin B7 atau biotin juga bisa mengganggu pengujian kadar logam untuk hasil laboratorium. Terkadang, biotin ini ada dalam kombinasi suplemen vitamin lainnya.
Ada banyak cara alami seperti mengonsumsi jenis makanan tertentu yang dianggap dapat menurunkan risiko kanker. Contohnya konsumsi sayur dan buah tinggi betakaroten dapat menurunkan risiko kanker paru.
Berlawanan dengan hal itu, konsumsi suplemen betakaroten justru meningkatkan risiko pasien mengalami kanker paru. Hal yang sama berlaku pada kanker prostat, dalam kaitannya dengan konsumsi vitamin E yang justru meningkatkan risikonya.
Terkadang, mengonsumsi vitamin setelah kemoterapi justru dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit lain. Mungkin risiko menderita kanker lain seperti kanker paru, usus, atau prostat menurun. Namun di sisi lain, risiko menderita diabetes justru meningkat.
Untuk amannya, jika ingin meningkatkan asupan vitamin dan mineral selama menjalani pengobatan kanker, utamakan sumbernya dari makanan. Dahulukan sumber yang alami sebelum mengonsumsi vitamin atau suplemen apapun.
Sebagian besar dokter meyakini bahwa antioksidan yang diperoleh tubuh secara alami dari makanan tidak akan mengancam efektivitas penanganan kanker.
Di sisi lain, dokter bisa saja merekomendasikan konsumsi vitamin setelah kemoterapi pada kondisi tertentu. Beberapa contohnya adalah ketika terjadi:
Efek samping yang umum muncul dari kemoterapi adalah mual dan hilang nafsu makan. Artinya, kemungkinan mengalami kekurangan nutrisi juga sangat mungkin terjadi. Siapa tahu, konsumsi vitamin setelah kemoterapi dapat membantu mengurangi sindrom cachexia.
Ini adalah sindrom ketika berat badan turun drastis, hilang massa otot, hingga berkurangnya nafsu makan yang terjadi pada 50% pasien kanker stadium akhir. Bakan, sindrom cachexia ini menyumbang 20% kematian akibat kanker.
Sayangnya, terlepas dari minyak ikan yang bisa membantu, belum ada temuan suplemen atau vitamin efektif untuk meredakan sindrom ini.
Pada dasarnya, kemungkinan muncul kanker susulan pada survivor kanker tetap ada. Oleh sebab itu, konsumsi suplemen antioksidan diharapkan dapat mengurangi kemungkinan itu. Sebagai contoh, konsumsi selenium dapat menurunkan risiko mengalami kanker paru, usus, atau prostat.
Namun tetap perlu diingat bahwa di sisi lain, kemungkinan mengalami diabetes juga meningkat. Belum ada suplemen atau vitamin yang menunjukkan hasil konsisten dalam hal ini.
Masih menuai kontroversi, apakah konsumsi suplemen antioksidan dapat menurunkan atau justru meningkatkan efek beracun dari kemoterapi. Namun harapannya adalah konsumsi suplemen bisa meningkatkan kualitas hidup pasien selama menjalani terapi.
Harapan lain datang dari studi pada tahun 2009 ini yang menemukan bahwa konsumsi vitamin bisa memperpanjang usia pasien kanker. Sebanyak 76% pasien hidup lebih lama, dengan rata-rata sekitar lima bulan. Namun, sayangnya studi ini masih sangat kecil cakupannya yaitu pada 41 pasien saja.
Partisipan studi ini mengonsumsi suplemen coenzyme Q10, vitamin A, C, E, selenium, asam folat, dan juga betakaroten bagi pasien kanker paru. Selain itu, asam lemak omega-3 juga disebut bisa meredakan sindrom yang muncul bersamaan dengan kanker stadium akhir.
Baca Juga
Menariknya, ada perkecualian pada konsumsi vitamin D yang dokter kerap memberi izin konsumsinya. Sebab, kekurangan vitamin D dapat meningkatkan risiko jenis kanker tertentu. Di sisi lain, tercukupinya vitamin D bisa menurunkan risiko kanker payudara dan kanker usus.
Hasil paling dramatis terlihat pada pasien kanker usus. Orang yang vitamin D-nya tercukupi 76% lebih jarang meninggal dunia akibat kanker. Namun, tetap perlu diskusi dengan dokter sebelum memutuskan mengonsumsinya.
Penjelasan di atas hanyalah bayangan tentang apa risiko dan manfaat konsumsi vitamin setelah kemoterapi. Jika sudah mendapat izin pun, ikuti dosisnya. Jangan memaksakan konsumsi berlebihan dengan anggapan dapat menduplikasi manfaatnya.
Untuk berdiskusi lebih lanjut seputar konsumsi suplemen bagi pasien kanker, tanyakan langsung pada dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ. Download sekarang di App Store dan Google Play.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Bakteri pada keringat bisa menjadi pemicu utama bau badan. Selain itu, ada faktor penyebab bau badan lainnya yang sebaiknya Anda ketahui.
Tidak semua orang bisa berdiam diri di rumah, untuk mencegah virus corona (Covid-19). Ada yang masih harus beraktivitas di luar rumah demi mendapatkan nafkah. Lantas, “peraturan” apa saja yang harus dipatuhi agar tak tertular virus corona?
Hormon oksitosin adalah hormon yang berfungsi saat seseorang merasakan jatuh cinta. Tak hanya itu, oksitosin juga berperan dalam organ reproduksi dan saat Anda berhubungan seks.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Veranita
Dijawab oleh dr. Veranita
Dijawab oleh dr. Veranita
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved