Cara memarahi anak yang benar di antaranya melakukan time-out, mencabut haknya di rumah, mengajari cara menyelesaikan masalah, hingga mendengarkan anak. Hati-hati, membentak atau berperilaku keras terhadap si kecil dapat menyebabkan perubahan perkembangan otak hinga memperparah perilaku buruk si buah hati.
2023-03-19 01:00:29
Ditinjau oleh dr. Anandika Pawitri
Ada banyak cara memarahi anak yang benar tanpa kekerasan
Table of Content
Memarahi anak adalah hal yang dianggap wajar. Terkadang, orangtua perlu bersikap tegas agar si kecil dapat berperilaku baik dan mematuhi peraturan di rumah.
Advertisement
Meski begitu, Anda juga harus menahan diri saat memarahi si kecil. Hindari berteriak apalagi menggunakan kekerasan fisik saat mendisiplinkan anak. Sebab, hal ini bisa berdampak buruk bagi kesehatan mentalnya.
Maka dari itu, mari kita simak berbagai cara memarahi anak yang benar tanpa kekerasan.
Menurut sebuah studi yang dimuat jalam jurnal Child Development, berteriak dan memukul saat memarahi anak dapat menjadi senjata makan tuan bagi orangtua. Alih-alih mendisiplinkan anak, kebiasaan ini malah bisa membuatnya semakin berperilaku buruk.
Terdapat beberapa cara memarahi anak yang baik dan efektif untuk dicoba tanpa kekerasan, di antaranya:
Memarahi anak dengan berteriak justru merupakan cara yang tidak efektif. Ada kecenderungan anak justru ingin melawan karena tidak ada koneksi sebelum melakukan koreksi.
Ketika merasa marah, akan lebih baik jika Anda duduk sejajar dan lihat mata anak. Sampaikan apa kesalahan dan konsekuensi dari perbuatannya sehingga ia bisa paham.
Ketika anak sering berteriak atau marah-marah saat sesuatu tidak berjalan sesuai ekspektasinya, cobalah refleksi diri Anda.
Apakah Anda pernah melakukan hal serupa di depan anak? Ingat, si kecil adalah sosok yang lihai merekam segala sesuatu di hadapannya sekaligus menirukannya.
Jika jawabannya iya, coba kendalikan dulu emosi. Setidaknya, jangan tunjukkan kemarahan atau kekesalan – pada hal apa pun – di depan anak. Cari distraksi ketika Anda merasa ingin marah sehingga tidak meluapkannya di hadapan anak.
Saat anak dianggap berulah, coba komunikasikan apa yang ia rasakan. Tanyakan dengan perlahan, apa yang membuat anak melakukan kesalahan itu? Upayakan agar ia tetap merasa nyaman – bukannya takut – menyampaikan perasaannya.
Siapa tahu, ternyata pemicu anak melakukan kesalahan adalah hal yang tak disangka Anda sebagai orangtua. Mungkin ia ingin membantu, tetapi yang terjadi justru tanpa sengaja merusak.
Ketimbang memarahi anak dengan berteriak yang hanya akan membuat Anda dan anak kian berjarak, cobalah lakukan validasi emosi.
Ini adalah cara untuk mengakui dan memberi wadah bagi anak akan emosi apa yang sedang ia rasakan. Biarkan anak merasakan segala emosi yang muncul.
Kemudian, ketika emosi anak sudah tervalidasi, sampaikan mengapa Anda merasa marah. Jelaskan dengan bahasa sederhana sebab akibat dari perbuatan yang ia lakukan.
Tutup dengan melakukan afirmasi positif dan mengulang bahwa Anda bertindak tegas karena sayang kepadanya. Hal ini juga dianggap sebagai cara memperbaiki mental anak yang sering dimarahi.
Tidak ada koreksi yang efektif, termasuk memarahi anak, tanpa adanya koneksi atau kedekatan antara anak dan orangtua.
Lakukan tindakan sesuai dengan bahasa cinta, entah itu sentuhan, quality time, kata-kata, dan lainnya. Lewat koneksi yang terbangun, koreksi saat memarahi anak pun akan lebih mudah diterima olehnya.
Ketika anak melakukan kesalahan dan orangtua memarahi anak, bedah apa saja opsi yang tersedia. Contohnya ketika kakak mendorong adiknya, sampaikan bahwa ada cara lain untuk menyuruh adiknya minggir, misalnya dengan berkata atau memintanya bergeser.
Atau, ketika anak melempar bola hingga merusak barang di dalam rumah, paparkan bahwa ada pilihan lain untuk melempar bola di luar ruangan. Jelaskan perbedaan konsekuensi antara dua perilaku itu sehingga anak bisa paham konsep sebab akibatnya.
Time-out adalah salah satu cara mendisiplinkan anak yang efektif. Metode ini dilakukan dengan cara membawa anak ke dalam ruangan, menjauhkannya dari berbagai hal yang menyenangkan, dan melarangnya untuk berinteraksi dengan orangtua atau siapa pun.
Dikutip dari Very Well Family, time-out dapat mengajarkan anak cara untuk menenangkan diri sehingga ia dapat menyelesaikan masalahnya.
Setelah time-out selesai, orangtua juga disarankan untuk memandu dan menasihati anak untuk tidak mengulangi perilaku buruknya lagi.
Orangtua mungkin sering menyesal setelah memarahi anak. Agar hal ini tak terjadi, cobalah cari cara lain yang lebih efektif, seperti mencabut hak anak di rumah.
Misalnya, anak memiliki hak untuk bermain handphone, menonton televisi, hingga bermain dengan teman di luar rumah. Selama ia dihukum, cabutlah berbagai hak tersebut.
Saat anak sudah belajar dari kesalahan dan ingin memperbaiki perilakunya, kembalikan berbagai haknya.
Salah satu cara paling ampuh untuk mengatasi perilaku buruk anak adalah mengajarkan cara menyelesaikan masalah dan mengelola emosi. Sebab, bentakan dan kekerasan bukanlah cara yang tepat untuk menghadapi anak pemarah.
Berteriak dan memukul juga bukan cara untuk mengatasi perilaku buruk. Sebaliknya, kebiasaan tersebut justru bisa memperparah perilaku buruk anak.
Saat anak sudah bisa menyelesaikan masalahnya dengan baik, ia diharapkan dapat memperbaiki perilaku buruknya.
Dikutip dari situs Parents, cara memarahi anak yang efektif dan tidak melukai hatinya adalah meluapkan amarah dengan positif dan singkat.
Pasalnya, memarahi anak dengan banyak teriakan dan kalimat yang terlalu panjang dapat membuat anak kesulitan untuk mengerti apa yang Anda maksud.
Cobalah untuk gunakan kalimat yang lebih singkat dan ulangi kalimat tersebut supaya anak paham apa maksud Anda.
Misalnya, "Anakku, jangan memukul adikmu. Adikmu kesakitan jika kamu terus memukulnya." Selain itu, Anda juga bisa mengatakan, "Jangan melompat di kasur, nanti kamu bisa terjatuh dan terluka. Jangan melompat lagi, ya."
Mengutip situs Today's Parent, salah satu cara menghadapi anak pemarah dan tak disiplin adalah menjaga ketegasan Anda sebagai orangtua.
Dalam beberapa kasus, anak dapat tetap berperilaku buruk ketika sudah dimarahi. Namun, Anda tidak boleh kalah oleh anak. Tunjukkan rasa simpati Anda namun tetap bersikap tegas. Selain itu, pastikan anak tahu bahwa Anda bersungguh-sungguh dengan apa yang Anda katakan kepadanya.
Cara ini diharapkan dapat membuat anak lebih mau mengerti dan mau memperbaiki perilaku buruknya.
Terdapat beberapa dampak buruk yang dapat terjadi akibat sering memarahi anak balita, seperti:
Otak anak yang sering dimarahi dapat merasakan dampak buruk. Dilansir dari Medicine Net, anak-anak yang sering dimarahi memiliki perbedaan pada bagian otak yang memproses suara dan bahasa saat dilihat menggunakan magnetic resonance imaging (MRI).
Dampak anak sering dimarahi dan dibentak selanjutnya adalah memperparah perilaku buruk pada anak.
Membentak dan memarahi anak memang dianggap sebagai solusi cepat untuk mendisiplinkan anak. Namun, kebiasaan ini malah bisa membuat anak semakin berperilaku buruk di masa depan.
Psikis anak yang sering dimarahi juga bisa terganggu karena bentakan dan kekerasan fisik yang diterima dapat menyakiti hatinya. Alhasil, masalah psikologis seperti depresi dan gangguan kecemasan bisa terjadi pada anak.
Tidak hanya kesehatan mental, dampak memarahi anak juga dinilai bisa merugikan kesehatan fisik si kecil.
Sebab, jika anak sering dimarahi, ia bisa menjadi stres. Jika dialami secara berkepanjangan, stres bisa meningkatkan risiko berbagai penyakit ketika anak beranjak dewasa.
Dampak memarahi anak tidak hanya dirasakan oleh si kecil, tapi juga orangtua. Saat Anda sudah merasa frustrasi akibat perilaku buruk anak, memarahinya malah bisa memperparah frustrasi yang Anda rasakan.
Salah satu dampak anak sering dimarahi dan dipukul adalah membuat si kecil merasa tak dihargai. Menurut Joseph Shrand, seorang instruktur psikiatri di Harvard Medical School, berteriak adalah salah satu cara tercepat untuk membuat seseorang merasa bahwa dirinya tak dihargai.
Dampak membentak anak remaja yang perlu diwaspadai adalah rusaknya hubungan antara orangtua dan anak. Sebab, berteriak tidak akan menimbulkan rasa empati.
Faktanya, berteriak dapat membuat anak remaja merasa 'terpisah' dari orangtuanya.
Tidak hanya meningkatkan risiko berbagai penyakit, nyeri kronis di masa depan juga bisa terjadi akibat anak sering dimarahi.
Menurut sebuah penelitian yang dirilis dalam Journal of Clinical Psychology
Baca Juga
Oleh karena itu, bagi Anda orangtua yang selalu menyalahkan anak dan memarahinya dengan kekerasan, cobalah cari cara yang lebih positif untuk mendisiplinkan si kecil. Hal ini dilakukan agar kesehatan fisik dan mental anak tetap terjaga.
Jika Anda ingin bertanya seputar kesehatan anak, jangan ragu untuk bertanya dengan dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ secara gratis. Unduh di App Store atau Google Play sekarang juga.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Terdapat banyak cara meningkatkan daya ingat anak secara alami, seperti mencoba permainan kartu, melibatkan pancaindra saat mengingat, hingga menumbuhkan pemikiran kritis pada anak.
Agar anak mampu memakai dua bahasa dengan baik alias bilingual, terdapat sejumlah tips yang dapat dilakukan orangtua, di antaranya rajin membaca buku, mendengarkan lagu, berbincang dalam bahasa asing, hingga mengikutsertakan anak dalam kursus bahasa asing.
Ciri-ciri anak autis, antara lain jarang tersenyum, melakukan interaksi, maupun berceloteh.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Anandika Pawitri
Dijawab oleh dr. Denny Sutanto
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved