Kekerasan seksual pada anak dapat ditandai dengan menunjukkan pengetahuan atau perilaku seks yang tak sesuai dengan usianya, menarik diri dari keluarga maupun teman, hingga sulit berkonsentrasi dalam belajar.
18 Mei 2020
Ditinjau oleh dr. Karlina Lestari
Anak yang mengalami kekerasan seksual cenderung menarik diri
Table of Content
Kekerasan seksual pada anak sangat memprihatinkan. Dalam pemberitaan di media massa, begitu marak terjadi kasus pelecehan seksual pada anak.
Advertisement
Akan tetapi, anak cenderung takut untuk melapor sehingga orangtua kerap tak menyadari hal yang memprihatinkan tersebut. Meski begitu, terdapat tanda-tanda kekerasan seksual pada anak yang dapat orangtua perhatikan.
Kekerasan seksual pada anak adalah keterlibatan seorang anak dalam segala bentuk aktivitas seksual yang terjadi sebelum anak mencapai batas usia tertentu di mana orang dewasa, anak lain yang usianya lebih tua, atau orang yang dianggap memiliki pengetahuan lebih memanfaatkan anak tersebut untuk kesenangan seksual atau aktivitas seksual.
Pelaku pelecehan seksual anak biasanya merupakan orang yang dikenal si korban. Baik anak laki-laki maupun anak perempuan dapat menjadi korban kekerasan seksual. Namun, anak perempuan lebih cenderung mengalaminya.
Pada pertengahan tahun 2020, data kekerasan seksual pada anak yang berasal dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) mencatat bahwa ada 1.848 kasus kekerasan seksual pada anak.
Setelah membahas pengertian kekerasan seksual pada anak, Anda juga harus memahami bentuk-bentuknya. Berikut adalah bentuk kekerasan seksual yang bisa terjadi pada anak:
Sodomi merupakan bentuk kekerasan seksual di mana alat kelamin pelaku masuk ke anus korban. Tindakan ini bisa melukai fisik maupun psikis anak. Pelaku sodomi bisa berasal dari orang terdekat yang harus Anda waspadai.
Pemerkosaan adalah penetrasi dengan pemaksaan tanpa persetujuan korban. Bentuk kekerasan seksual ini dapat mengakibatkan cedera fisik serta trauma emosional dan psikologis pada anak.
Pencabulan merupakan perbuatan tak senonoh yang melecehkan anak. Tindakan ini dapat mencakup banyak hal, seperti menyentuh area intim korban hingga memaksa korban melihat atau memegang organ intim pelaku.
Incest adalah kekerasan seksual di mana korban dan pelaku memiliki hubungan darah. Perbuatan tersebut dilarang dalam agama maupun hukum. Selain itu, perilaku ini bisa meningkatkan risiko cacat lahir jika terjadi kehamilan.
Penyebab kekerasan seksual pada anak dapat terjadi akibat pengaruh pornografi, obat-obatan terlarang, mengalami masalah mental, atau memiliki historis pernah menjadi korban.
Beberapa faktor juga dapat meningkatkan risiko pelecehan anak, yaitu kemiskinan, pengasuhan dan perlindungan orangtua yang tidak maksimal, kurangnya pengetahuan mengenai pelecehan seksual, hingga kondisi anak dengan keterbelakangan mental atau disabilitas.
Orangtua jangan mudah mempercayakan anak pada orang lain. Sebab, bisa jadi orang tersebut memiliki niat yang buruk.
Pelecehan anak tentu tidak boleh diabaikan. Berikut contoh kasus pelecehan seksual pada anak yang harus orangtua waspadai:
Korban kekerasan seksual pada anak sering kali tak menceritakan kekerasan yang dialaminya karena berpikir bahwa itu merupakan kesalahannya atau telah diyakinkan oleh pelaku bahwa hal tersebut normal untuk dilakukan dan cukup menjadi rahasia saja.
Selain itu, anak juga dapat disuap atau diancam oleh pelaku. Bahkan mungkin pelaku memberitahu si anak bahwa orang-orang tak akan mempercayai apa yang dikatakannya.
Hal tersebut membuat anak khawatir akan berada dalam masalah sehingga memilih memendamnya.
Akan tetapi, terdapat tanda-tanda yang bisa orangtua perhatikan bila buah hati menjadi korban pelecehan seksual pada anak, antara lain:
Dampak pelecehan seksual pada anak bisa menyebabkan kerusakan fisik dan emosional yang serius baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Dalam jangka pendek, anak-anak dapat mengalami masalah kesehatan, seperti cedera fisik, infeksi menular seksual, dan kehamilan yang tak diinginkan.
Sementara, dalam jangka panjang, dampak kekerasan seksual pada anak membuatnya lebih mungkin terkena depresi, kecemasan, gangguan makan, gangguan stres pasca trauma (PTSD), fobia pada hubungan seks atau terbiasa dengan kekerasan sebelum melakukan hubungan seks.
Selain itu, korban pelecehan anak juga lebih cenderung melukai diri sendiri, melakukan tindakan kriminal, penyalahgunaan narkoba atau alkohol, bahkan bunuh diri. Jadi, seluruh anggota masyarakat harus menggalakan stop kekerasan seksual pada anak.
Dalam mencegah kekerasan seksual pada anak, orangtua harus bertanggung jawab untuk memastikan anak memiliki hubungan dan lingkungan yang aman dan stabil.
Selain itu, pengasuhan orangtua juga harus dilakukan dengan baik, jangan sampai mengabaikan anak bahkan membiarkannya sendirian dengan orang yang mungkin saja dapat menjadi pelaku kekerasan seksual. Ingatlah bahwa orang terdekat juga bisa saja memiliki niatan yang buruk.
Sebisa mungkin selalu pantau anak, dan jalin komunikasi yang baik dengannya sehingga ia tak akan segan untuk membicarakan apa pun yang ia rasakan atau pikirkan. Bahkan anak juga akan lebih terbuka dan merasa diberi perlindungan oleh Anda.
Ketika Anda mencurigai terjadi pelecehan seksual terhadap anak, ajak anak untuk berbicara dan bujuklah ia untuk mengatakannya dengan jujur.
Jika anak telah mengaku, segeralah melapor pada pihak yang berwajib dan bawa anak ke psikolog untuk mendapat pendampingan yang tepat. Beradalah selalu di sisinya dan beri dukungan yang tiada henti agar trauma anak bisa membaik.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Peran keluarga dalam proses sosialisasi dan pendidikan anak dinilai sangat krusial. Keluarga berfungsi untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan, seperti kasih sayang, perlindungan, sosialisasi, dan pendidikan.
Akibat anak sering dipukul dan dimarahi dapat menimbulkan berbagai masalah pada fisik maupun mentalnya. Kondisi ini bisa menyebabkan ia mengalami luka atau cedera, meniru tindakan kekerasan, hingga kematian.
Anak usia prasekolah adalah anak berusia 3-6 tahun. Pada masa ini, perkembangan sosial dan kognitif si kecil mengalami peningkatan sehingga ia bisa berkomunikasi dengan lebih baik dan memiliki rasa ingin tahu.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Stasya Zephora
Dijawab oleh dr. R. H. Rafsanjani
Dijawab oleh dr. Lizsa Oktavyanti
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved