Kasus obesitas di Indonesia terus bertambah. Tak jarang, kondisi ini merenggut nyawa penderitanya. Lantas, apa alasan di balik obesitas yang mematikan?
Ditinjau secara medis oleh dr. Reni Utari
14 Jul 2023
Obesitas dapat memicu berbagai masalah kesehatan hingga kematian
Table of Content
Kasus obesitas di Indonesia kian merebak. Tak jarang, kondisi ini menyebabkan timbulnya berbagai masalah kesehatan hingga merenggut nyawa penderitanya, seperti yang terjadi belakangan ini.
Advertisement
Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2018, 1 dari 5 anak usia sekolah (20%), 1 dari 7 remaja (14,8%), dan 1 dari 3 orang dewasa (35,5%) di Indonesia mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. Sayangnya, bahaya obesitas kurang menjadi perhatian meski bisa memicu berbagai penyakit bahkan kematian.
Contohnya saja, pria paruh baya asal Tangerang, Cipto Raharjo, yang memiliki berat badan mencapai 200 kilogram. Ia harus dievakuasi ke RSUD Kota Tangerang karena sudah tidak bisa beraktivitas secara normal.
Sementara, pemuda bernama Muhammad Fajri dengan bobot 300 kilogram, menghembuskan napas terakhirnya setelah dibawa ke RSCM untuk mendapat perawatan.
Sebelumnya, seorang wanita obesitas di Palangkaraya, Titi Wati, yang memiliki berat badan mencapai 200 kilogram juga wafat setelah mengalami komplikasi penyakit akibat obesitas. Lantas, apa alasan di balik obesitas yang mematikan?
Obesitas dapat meningkatkan risiko kematian dini dengan menyebabkan berbagai masalah kesehatan pada penderitanya. Beberapa di antaranya meliputi:
Diabetes tipe 2 adalah penyakit yang terjadi ketika kadar gula darah terlalu tinggi. Sekitar 8 dari 10 penderitanya mengalami obesitas.
Pasalnya, sel-sel lemak di sekitar pinggang mengeluarkan hormon dan zat lain yang memicu peradangan. Hal ini membuat tubuh menjadi kurang responsif terhadap insulin serta mengubah cara tubuh memproses lemak dan karbohidrat. Akibatnya, kadar gula darah menjadi tinggi dan terjadilah penyakit kencing manis.
Seiring waktu, tingginya gula darah dapat menyebabkan penyakit jantung, stroke, gangguan ginjal, masalah mata, hingga kerusakan saraf.
Obesitas dikaitkan dengan hipertensi atau tekanan darah tinggi. Kondisi ini terjadi ketika darah mengalir melalui pembuluh darah dengan kecepatan lebih besar dari biasanya.
Hipertensi dapat membebani jantung, merusak pembuluh darah, hingga meningkatkan risiko serangan jantung, stroke, penyakit ginjal, serta kematian.
Menurut sejumlah penelitian ada hubungan langsung antara kelebihan berat badan dan penyakit jantung koroner.
Dilansir dari Harvard School of Public Health, orang yang kelebihan berat badan memiliki risiko 32% lebih tinggi terkena penyakit jantung koroner daripada orang dengan bobot kisaran normal. Sementara, risiko penyakit ini pada orang dengan obesitas sekitar 81% lebih tinggi.
Efek kelebihan berat badan terhadap tekanan darah dan kolesterol menyumbang sekitar 50% peningkatan risiko penyakit jantung koroner.
Stroke adalah kondisi terputusnya suplai darah ke otak akibat pecahnya pembuluh darah di otak atau leher. Penyakit ini dapat merusak jaringan otak, hingga membuat penderitanya tidak dapat berbicara atau menggerakkan anggota tubuh.
Kelebihan berat badan dan obesitas dikaitkan dengan peningkatan risiko stroke iskemik secara progresif. Tekanan darah tinggi, kolesterol, serta diabetes tipe 2 diyakini menjadi perantara efek obesitas terhadap stroke.
Obesitas merupakan pemicu utama sleep apnea. Gangguan tidur ini menyebabkan pernapasan seseorang terhenti sementara selama beberapa kali selama ia tidur.
Sleep apnea dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan lain, seperti hipertensi, penyakit kardiovaskuler, diabetes tipe 2, dan kematian dini.
Kelebihan berat badan atau obesitas juga dikaitkan dengan sindrom metabolik. Sindrom ini adalah sekelompok kondisi yang ditandai dengan hipertensi, kadar gula darah tinggi, kadar trigliserida tinggi, kadar kolesterol baik yang rendah, serta terlalu banyak lemak di sekitar pinggang.
Sindrom metabolik bisa meningkatkan risiko penderitanya untuk mengalami penyakit jantung, diabetes, dan stroke.
Perlemakan hati adalah kondisi ketika organ hati terlalu banyak menyimpan lemak. Penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan hati yang parah, sirosis, atau gagal hati yang bisa mengakibatkan kematian.
Obesitas dapat meningkatkan risiko osteoarthritis dengan memberi tekanan berlebih pada sendi dan tulang rawan. Kondisi ini bisa memicu rasa sakit, bengkak, serta berkurangnya kemampuan gerak sendi penderita.
Kondisi ini kemudian membuat orang dengan obesitas makin tidak ingin bergerak. Akibatnya, tingkat obesitas yang dialaminya bisa makin parah.
Obesitas bisa memicu penyakit ginjal dan mempercepat perkembangannya. Ketika mengalami kondisi ini, ginjal biasanya telah rusak dan tidak dapat menyaring darah sebagaimana mestinya.
Obesitas juga dapat meningkatkan risiko diabetes dan tekanan darah tinggi, yang merupakan penyebab penyakit ginjal yang paling umum.
Risiko kanker tertentu, meliputi kanker kerongkongan, pankreas, usus besar, anus, payudara, endometrium, dan ginjal, dapat meningkat pada orang yang mengalami obesitas. Namun, hubungan antara obesitas dan kanker tidak sejelas diabetes atau penyakit kardiovaskuler.
Dengan berbagai risiko masalah kesehatan yang ditimbulkan obesitas, hal itu bisa menyebabkan kematian pada penderita. Untuk mencegahnya, pastikan Anda untuk menjaga berat badan dalam kisaran yang normal dengan mengonsumsi makanan sehat dan rutin berolahraga.
Advertisement
Ditulis oleh Dina Rahmawati
Referensi
Artikel Terkait
Kementerian Kesehatan Indonesia mengeluarkan panduan protokol kesehatan 6M+1S dalam menghadapi kualitas udara yang buruk. Pengimbauan ini dilakukan agar masyarakat terhindar dari dampak polusi udara.
29 Agt 2023
Infark miokard akut adalah nama lain dari serangan jantung. Penyakit ini berbahaya dan bisa mengancam nyawa. Agar lebih wasapada, Anda perlu mengenali gejalanya berikut ini dengan baik.
20 Jan 2020
Terlambat menstruasi adalah masa menstruasi yang tidak datang lebih dari 35 hari. Umumnya ini adalah pertanda kehamilan jika Anda melakukan hubungan seksual sebelumnya.
18 Jun 2019
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Dijawab oleh dr. R. H. Rafsanjani
Dijawab oleh dr. R. H. Rafsanjani
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved