IVA test dan pap smear sama-sama bertujuan untuk mendeteksi kanker serviks. Bedanya, tingkat akurasi tes pap smear lebih tinggi, namun IVA test mampu lebih cepat mendeteksi penyakit.
2023-03-30 10:17:19
Ditinjau oleh dr. Karlina Lestari
IVA test dan pap smear, dua metode berbeda untuk ketahui kondisi serviks
Table of Content
IVA test dan pap smear adalah pemeriksaan untuk melihat kondisi vagina dan mendeteksi keberadaan sel kanker pada leher rahim (serviks).
Advertisement
Pemeriksaan (skrining) ini penting bagi setiap perempuan. Sebab, data dari KPKN Kemenkes melaporkan kanker serviks adalah jenis kanker kedua terbanyak yang diidap penduduk Indonesia.
KPKN Kemenkes juga memprediksi jumlah penderita baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100 ribu penduduk. Dalam setiap tahun, muncul 40 ribu kasus kanker serviks.
Kedua tes ini memiliki tujuan yang sama, yaitu mendeteksi risiko kanker seviks sejak dini. Namun, Secara umum ada empat perbedaan utama pada IVA test dan pap smear, dari proses hingga hasil akhirnya.
Hasil tes IVA dan pap smear dapat menentukan tindakan selanjutnya, baik itu pencegahan kanker serviks maupun pengobatan kanker serviks. Skrining dengan IVA test dan pap smear pun mampu menekan risiko kematian akibat kanker serviks.
Komite Penanggulangan Kanker Nasional Kementerian Kesehatan (KPKN Kemenkes) menganjurkan skrining dengan IVA atau pap smear bisa dilakukan sejak usia 20 tahun sampai 74 tahun.
Studi pada Journal of Lower Genital Tract Disease menemukan, memulai skrining pertama sebelum usia 25 tahun mampu mencegah risiko kanker di masa akan datang.
Masing-masing tes memiliki perbedaan keuntungan. Dalam hal ini, keuntungan yang didapat pun menyesuaikan dengan kebutuhan setiap para wanita.
IVA test adalah singkatan dari inspeksi visual asetat. Melansir World Health Organization (WHO), tes IVA memeriksa kondisi leher rahim dengan mengoleskan asam asetat 3%-5%.
Saat skrining IVA test, asam asetat dioles ke serviks. Hal ini bertujuan untuk melihat proses peralihan bentuk cairan ke padat (koagulasi) pada protein yang ditemukan di permukaan leher rahim. Hal yang diamati saat IVA test adalah perubahan bentuk protein pada permukaan serviks.
Tes IVA biasanya dapat menunjukkan yang perlu diamati adalah adanya bercak putih (acetowhite) dan padat pada dinding rahim. Hasil tes IVA bisa dilihat segera secara kasat mata dalam pencahayaan ruang yang baik.
Sementara itu, pap smear adalah pemeriksaan dengan cara mengumpulkan sampel sel dari leher rahim. Berdasarkan paparan National Cancer Institute, sampel sel serviks didapat dengan cara memasukkan alat bernama spekulum agar leher rahim dapat terlihat.
Selanjutnya, petugas kesehatan mengambil sel serviks dengan pengeruk atau sikat khusus. Sampel sel serviks dimasukkan ke dalam botol berisi pengawet cair.
Nantinya, sampel sel leher rahim ini dibawa ke laboratorium dan diuji apakah ada tanda-tanda perubahan sel yang mengarah ke pertumbuhan kanker.
Baca Juga
WHO menyatakan IVA test dan pap smear merupakan prosedur yang aman, cepat, dan dapat diandalkan untuk mendeteksi kanker serviks. Perbedaannya adalah IVA test cenderung lebih murah dibanding pap smear.
Perbedaan pada IVA test dan pap smear juga dilihat dari hasilnya.
Pada IVA test, jika kondisi serviks tidak bermasalah, maka tidak ditemukan bercak putih pada leher rahim setelah dioles asam asetat. Hal ini dikarenakan pada serviks yang normal, dinding permukaannya mengandung protein yang sangat rendah.
Sementara jika hasil menunjukkan adanya bercak putih yang padat sesaat setelah dioles asam asetat, maka hal itu bisa menandakan prakanker serviks. Semakin padat dan semakin banyak bercak putih, semakin tinggi derajat prakankernya.
Ada tiga jenis hasil yang bisa dibaca dari hasil IVA test. Tiga kategori hasil IVA test, yaitu:
Sementara itu, menurut American Cancer Society, ada tiga kategori hasil tes pap smear, yaitu:
Perbedaan IVA test dan pap smear lainnya adalah soal jadwal pemeriksaan ulang.
Pap smear perlu diulang per tiga tahun sekali. Hal ini pun hanya berlaku jika pap smear yang dilakukan hanya untuk mengecek sel yang ada pada serviks, bukan mengecek virus penyebab kanker serviks, Human papilomavirus.
Di sisi lain, IVA test tidak perlu diulang. Jadi, jika hasil IVA test pertama Anda negatif, tidak perlu dites lagi beberapa tahun mendatang.
Perbedaan lainnya yang bisa dilihat dari IVA test dan pap smear adalah kecepatan dan seberapa akurat hasil tes.
Penelitian yang diterbitkan pada Journal of Mid-Life Health menunjukkan, IVA test lebih sensitif daripada pap smear. Penelitian ini menemukan, IVA test 89% lebih sensitif daripada pap smear, yang hanya sebesar 52 persen.
Artinya IVA test mampu lebih cepat mendeteksi penyakit. Meski demikian, hasil pap smear dinilai lebih akurat daripada IVA test.
Riset ini juga menunjukkan akurasi pap smear bisa mencapai 93% sementara IVA test hanya mencapai 87 persen.
IVA test dan pap smear memiliki empat perbedaan yang kentara. IVA test lebih unggul dalam soal kecepatan mendeteksi penyakit, sementara hasil pap smear lebih akurat.
Hal yang bisa digarisbawahi adalah pemeriksaan IVA dan pap smear sama-sama baik untuk mendeteksi risiko kanker serviks.
Mendeteksi kanker sedini mungkin berguna untuk Anda menentukan langkah ke depan, apakah harus melakukan tindakan pencegahan atau pengobatan lebih lanjut.
Jika Anda sedang mempertimbangkan antara IVA test dan pap smear, tidak ada salahnya konsultasi dulu dengan dokter melalui chat di aplikasi kesehatan SehatQ agar lebih yakin.
Download sekarang di Google Play dan Apple Store.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Sunat perempuan terus menjadi perdebatan. WHO mengelompokkan prosedur tersebut menjadi empat tipe, yang keseluruhannya membuat klitoris robek atau klitoris terpotong.
Pernahkah Anda mendengar suara seperti kentut, saat melakukan hubungan seks? Bisa jadi itu adalah kondisi queefing atau kentut vagina, yang terjadi saat udara terperangkap di dalam vagina.
Pencegahan kanker serviks atau kanker leher rahim bisa dilakukan dengan vaksin HPV, rutin pap smear, serta tes HPV, berhenti merokok, dan melakukan hubungan seksual dengan aman. Kanker ini paling sering disebabkan oleh infeksi virus HPV akibat perilaku seks risiko tinggi.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Dwiana Ardianti
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved