Megalomania atau delusions of grandeur adalah gangguan kejiwaan yang berhubungan dengan kekuasaan. Penderitanya tidak dapat membedakan antara apa yang nyata dan tidak sehingga, membuatnya merasa memiliki kekuasaan, dan sulit untuk berpikir secara kritis.
2 Mei 2023
Ditinjau oleh dr. Anandika Pawitri
Megalomania adalah penyakit mental yang membuat penderitanya merasa haus kekuasaan
Table of Content
Delusions of grandeur atau biasa disebut sebagai megalomania adalah penyakit mental yang membuat penderitanya merasa haus kekuasaan. Penyakit kejiwaan ini merupakan gangguan mental yang serius pasalnya, penderita megalomania ini tidak dapat membedakan antara apa yang nyata dan tidak. Akibatnya, penderita megalomania menganggap dirinya memiliki kekuasaan, kecerdasan, dan kekayaan yang tidak sesuai dengan keadaannya.
Advertisement
Kondisi ini juga membuat penderitanya membesar-besarkan suatu kejadian. Bahkan penderitanya, sering kali menganggap tinggi tentang dirinya sendiri. Contohnya, penderita delusions of grandeur akan menganggap dirinya sosok yang kaya raya, seorang penemu yang hebat, atau artis terkenal. Dapat dikatakan bahwa megalomania adalah seseorang yang self-centered atau selalu memprioritaskan diri mereka dan menganggap rendah orang disekelilingnya yang mengarah kepada eksploitasi.
Baca Juga
Faktanya peneliti tidak tahu persis apa yang menjadi faktor utama penyebab gangguan megalomania. Umumnya kondisi ini dapat menjadi gejala penyakit mental lainnya seperti, bipolar, demensia, dan skizofrenia. Berikut faktor penyebab megalomania:
Dari ciri-ciri di atas dapat dibilang bahwa megalomania merupakan bagian dari narsisme. Pasalnya, orang dengan kondisi ini ingin semua hal berpusat pada dirinya sendiri. Bentuk dari egosentris ini sebenarnya juga turut dirasakan oleh orang normal, namun hal itu dapat terjadi setelah apa yang mereka pikirkan sesuai dengan kenyataan. Misalnya, seseorang yang narsis dan merasa dirinya cantik akan semakin narsis ketika bahwa pada kenyataannya ia memang memiliki wajah yang cantik. Namun tidak demikian dengan penderita megalomania.
Kasus parah dari penderita megalomania mereka dapat menganggap dirinya adalah sosok pemimpin agama. Hal ini dikarenakan superioritas yang cenderung mengarah ke dalam dirinya sendiri tanpa melihat kenyataan yang ada. Bahkan untuk memperkuat pernyataannya, mereka tidak ragu untuk menantang orang yang menganggapnya salah.
Demi memenuhi egosentrisnya, mereka dapat membelokkan kenyataan dan sangat mempertahankan ide-ide yang dimiliki. Saat menyampaikan ide, ia juga membatasi dengan syarat dan bukti nyata yang bertentangan dengan ide yang disampaikan. Oleh karena itu, penderita megalomania lebih suka berkumpul bersama orang-orang yang cenderung tidak lebih pintar darinya.
Cukup sulit untuk mendapatkan pengobatan untuk gangguan delusi ini karena, penderitanya cenderung tidak menyadari bahwa dirinya memiliki gangguan kejiwaan, atau mungkin penderitanya akan menolak saat ingin menjalani perawatan. Adapun upaya yang dapat dilakukan, yaitu:
Dokter akan meresepkan obat untuk gejala psikotik dan depresi yang disesuaikan dengan suasana hati. Namun, upaya ini tidak dapat mengatasi gangguan megalomania sepenuhnya.
Beberapa jenis terapi bicara dapat membantu meringankan delusions of grandeur. Dengan melakukan terapi mental ini penderita megalomania dapat mengenali dirinya sendiri, merubah perilaku, dan mengatasi narsisme.
Baca Juga
Jika Anda berpikir memiliki gangguan delusi seperti ciri-ciri diatas, Anda perlu tahu bahwa Anda tidak sendiri, ada orang yang juga mengalami gangguan mental tersebut. Anda bisa mencari bantuan dengan berbicara dengan orang terdekat atau konsultasi ke dokter untuk membantu meringankan kesehatan mental Anda.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Cara menikmati hidup dapat dilakukan lewat hal-hal kecil seperti membaca buku, berkebun, membuat kue, menyendiri hingga banyak bersyukur atas apa yang dimiliki.
Ciri-ciri anak depresi dapat ditandai dengan tampak murung, mudah marah, menarik diri dari pergaulan, hingga nafsu makan berubah. Kondisi ini harus segera diatasi karena bisa mengganggu kehidupan anak sehari-hari.
Konflik dapat terjadi pada siapapun juga baik dalam hubungan, pertemanan, keluarga, pekerjaan ataupun lingkungan. Sayangnya, tak semua orang dapat mengatasi konflik yang tengah dialaminya dengan baik. Lantas, bagaimana cara mengatasi konflik yang sebaiknya dilakukan?
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Stasya Zephora
Dijawab oleh dr. R. H. Rafsanjani
Dijawab oleh dr. Dwiana Ardianti
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved