Dampak perceraian terhadap anak di antaranya mengganggu kesehatan mental, mengundang perilaku buruk, hingga penurunan nilai akademis di sekolah.
21 Mar 2022
Ditinjau oleh dr. Reni Utari
Dampak perceraian terhadap anak bisa menurunkan performa akademisnya
Table of Content
Perceraian tidak hanya berdampak buruk pada pasangan suami dan istri saja, tapi juga anak-anak. Perpisahan kedua orangtua dinilai dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan mental dan fisik anak. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai dampak perceraian terhadap anak, berikut adalah penjelasan yang bisa Anda simak.
Advertisement
Saat hubungan pernikahan berada di ujung tanduk, perceraian kerap dipertimbangkan sebagai jalan keluarnya.
Namun, tidak jarang ada pasangan yang ingin bercerai tapi kasihan anak. Kehadiran anak dapat membuat perceraian terasa semakin berat bagi kedua belah pihak.
Perceraian kemungkinan meninggalkan sejumlah dampak bagi kehidupan anak. Berikut adalah berbagai potensi efek perceraian bagi anak yang perlu diperhatikan.
Terlepas dari usia dan jenis kelamin, anak korban perceraian orangtua memiliki risiko yang tinggi untuk mengalami gangguan mental.
Sebagian anak korban perceraian memang mampu melakukan penyesuaian dan bisa pulih beberapa bulan kemudian. Namun, tak sedikit pula yang mengalami depresi dan gangguan kecemasan.
Dampak perceraian terhadap anak dapat menyebabkan perilaku eksternalisasi.
Dibandingkan dengan anak-anak dengan keluarga utuh, anak korban perceraian sangat rentan terhadap perilaku eksternalisasi atau masalah perilaku yang ditujukan pada lingkungan luar.
Beberapa contoh perilaku eksternalisasi adalah:
Selain itu, perceraian orangtua menempatkan anak pada risiko terhadap konflik dengan anak-anak lain seusianya.
Selain rentan berperilaku tidak baik terhadap lingkungan luarnya, anak korban perceraian juga berisiko terhadap tindakan berbahaya yang mengancam kesehatannya. Beberapa kemungkinan perilaku berisiko tersebut adalah:
Menurut ahli, anak yang orangtuanya memutuskan bercerai saat ia berusia 5 tahun atau kurang, berisiko untuk menjadi aktif secara seksual sebelum menginjak usia 16 tahun.
Selain itu, anak-anak yang berpisah dari ayah mereka, juga berpotensi melakukan seks berganti-ganti pasangan selama masa remaja.
Penurunan prestasi di sekolah dianggap bisa terjadi akibat perceraian bagi anak. Menurut ahli, anak yang menghadapi perceraian orangtuanya yang dikabarkan dengan tiba-tiba, memiliki masalah pada prestasi belajar di sekolah.
Apabila anak sudah memperkirakan bahwa orangtuanya akan bercerai, kemungkinan dampaknya mungkin tidak separah kasus pertama.
Dampak perceraian terhadap pendidikan anak ini tentu perlu diperhatikan guna menjaga nilai akademisnya di sekolah.
Dampak perceraian terhadap anak selanjutnya adalah perasaan bersalah. Perasaan anak yang orangtuanya bercerai memang bisa terganggu. Dilansir dari Family Means, anak dapat merasa bersalah saat kedua orangtuanya berpisah.
Sebab, anak-anak dapat berpikiran bahwa mereka yang biang keladi di balik perceraian orangtuanya. Tekanan dari perasaan bersalah ini dapat mengundang depresi, stres, dan masalah kesehatan lainnya.
Tidak hanya kesehatan mental anak saja yang terdampak dari perceraian, tapi juga kesehatan fisiknya. Anak korban perceraian dianggap lebih berisiko mengidap penyakit karena beberapa faktor, salah satunya kesulitan tidur di malam hari.
Kurang tidur dapat mengundang sejumlah masalah kesehatan, mulai dari kenaikan berat badan berlebih hingga melemahnya sistem imun.
Ketika orangtua bertengkar, anak-anak dapat mengalami disonansi kognitif dan konflik loyalitas. Hal ini membuat mereka merasa terjebak di tengah dan tidak tahu apakah harus berpihak pada Anda atau pasangan.
Anak-anak dapat menunjukkan ketidaknyamanan dengan lebih sering mengalami sakit perut atau sakit kepala. Kondisi tersebut juga dapat mempengaruhi perkembangannya.
Konflik loyalitas menjadi lebih menonjol seiring bertambahnya usia. Pada akhirnya, hal ini dapat mengarah pada pemutusan hubungan total dengan salah satu orangtua.
Anak-anak dapat menarik dirinya dari lingkungan sosial akibat perceraian orangtua. Si kecil kemungkinan tidak lagi semangat untuk bertemu teman-teman atau menghadiri acara sekolahnya.
Dampak perceraian terhadap anak ini terjadi karena ada banyak perasaan yang mereka rasakan di dalam dirinya sehingga menyebabkan rasa cemas dan malu untuk bersosialisasi.
Menurut berbagai studi yang diulas dalam jurnal Population and Development Review, dampak orangtua bercerai bagi anak dianggap bisa membuatnya mengalami hal yang sama di masa depan.
Pasalnya, perpisahan kedua orangtuanya dapat mengubah sikap anak terhadap hubungan. Mereka mungkin kurang tertarik untuk memiliki hubungan jangka panjang yang berkomitmen saat mereka beranjak dewasa.
Terdapat beberapa dampak perceraian bagi psikologis anak, salah satunya bisa membuat anak mudah marah.
Dalam beberapa kasus, emosi anak menjadi tak terkontrol saat kedua orangtuanya bercerai. Hal ini berpotensi membuat amarah di dalam diri anak membara.
Amarah ini dapat diluapkan kepada kedua orangtuanya, diri mereka sendiri, teman-teman, atau orang lain. Tidak hanya itu, dampak perceraian bagi anak juga dinilai bisa membuat si kecil menjadi mudah murah.
Dampak orangtua bercerai bagi anak juga dapat membuat anak kesulitan beradaptasi.
Saat kedua orangtua bercerai, kemungkinan anak dapat dihadapkan dengan situasi, keluarga, lingkungan atau orangtua baru. Situasi ini dapat menuntut anak untuk beradaptasi dengan cepat.
Belum lagi kalau anak harus pindah ke sekolah baru karena ikut dengan orangtua tirinya. Kondisi ini bisa menuntut anak untuk beradaptasi dengan teman-teman dan lingkungan baru yang masih asing untuknya.
Hal inilah yang terkadang membuat orangtua ingin bercerai tapi kasihan anak.
Baca Juga
Komitmen kedua orangtua terhadap anak tetap dibutuhkan meski Anda berdua memutuskan untuk bercerai. Dampingi anak dalam melalui momen pahit ini supaya mereka bisa terhindar dari berbagai dampak negatifnya.
Berikut adalah cara yang bisa Anda lakukan untuk membantu anak menghadapi perceraian dan mengantisipasi dampak yang lebih parah.
Dampak perceraian terhadap anak tidak boleh diabaikan begitu saja. Doronglah mereka untuk menyampaikan setiap perasaannya mengenai perceraian Anda dan pasangan.
Meminta anak untuk jujur dapat membuatnya merasa lebih lega. Anda juga dapat mencoba memahami perasaan anak.
Sampaikan pada anak bahwa perasaan sedih dan marah yang mereka rasakan merupakan hal yang wajar. Misalnya, Anda dapat menyampaikan bahwa Anda dan pasangan sangat memahami perasaan yang muncul dalam hatinya.
Anda dapat menawarkan bantuan agar anak merasa lebih baik. Ada kemungkinan bahwa mereka tidak tahu bantuan yang bisa Anda berikan sehingga memberikan ide juga dianjurkan.
Pastikan untuk selalu memberikan perhatian kepadanya. Jangan sampai anak merasa kesepian sehingga mereka mencari perhatian dari orang lain. Luangkan waktu untuk anak ketika mereka membutuhkan Anda.
Walau kesedihan dan kemarahan si kecil dapat menjadi wajar, dampak perceraian terhadap anak bisa saja tidak kunjung hilang.
Pada titik ini, Anda disarankan untuk mencari bantuan ahli, seperti psikolog maupun psikiater. Terapi dan layanan pendukung lainnya juga mungkin direkomendasikan.
Terapi tersebut bisa berupa terapi individual bagi anak maupun terapi keluarga untuk menyampaikan perubahan dalam dinamika keluarga Anda.
Meski Anda dan pasangan sudah berpisah, pastikan pada anak bahwa Anda tetap bisa menjadi pendengar yang baik baginya.
Jelaskan pada anak bahwa mereka bisa meluapkan keluh kesahnya kepada diri Anda. Jangan lupa untuk mendengarkan unek-uneknya tanpa menghakimi.
Walaupun gagal dalam mempertahankan pernikahan, Anda tetap harus menjadi orangtua yang baik untuk anak.
Perceraian tidak boleh dijadikan sebagai alasan untuk memutuskan hubungan Anda dengan anak-anak. Tetaplah menjadi sosok ayah dan ibu bagi mereka.
Hadirlah di setiap acara-acara penting anak, seperti ulang tahun, hari kelulusan, hingga pernikahan mereka. Bagaimana pun juga, Anda adalah orangtuanya meski secara hukum hubungan Anda dan pasangan sudah bercerai.
Jangan lupa juga untuk terus membimbing dan membantu anak jika mereka memiliki kesulitan di dalam hidupnya.
Sebaiknya, Anda tidak terjebak dalam perasaan ingin cerai tapi kasihan anak. Sebab, hal tersebut tetap dapat mempengaruhi keutuhan rumah tangga Anda. Apalagi jika Anda sering bertengkar di depan anak, hal itu bisa menyakitinya.
Tentu bukan hal yang mudah menjadi anak korban perceraian orangtua. Namun, komunikasi positif, kehangatan orangtua, dan tingkat konflik yang rendah dapat membantu anak menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut.
Hubungan yang sehat ini akan membantunya mengembangkan harga diri yang lebih tinggi dan kinerja akademik yang lebih baik setelah perceraian.
Ketakutan akan pengabaian, dan kekhawatiran tentang masa depan bisa menyebabkan anak mengalami kecemasan.
Namun, membantu anak merasa dicintai, aman, dan terlindungi tidak hanya dapat mengurangi kecemasan, tetapi juga dapat mengurangi risiko masalah kesehatan mental yang mungkin terjadi padanya.
Baca Juga
Jangan lupa juga untuk terus membimbing dan membantu mereka jika anak memiliki kesulitan di dalam hidupnya.
Jika Anda memiliki pertanyaan seputar kesehatan anak, jangan ragu untuk bertanya dengan dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ secara gratis. Unduh di App Store atau Google Play sekarang juga.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Umumnya kejang akan berhenti dalam hitungan menit. Sebagai cara mengatasi kejang, pastikan untuk membaringkannya dan tunggu sampai kejang berhenti. Ketahui penanganan lengkapnya!
Sebisa mungkin orangtua selalu kompak dalam menyampaikan pesan dan menjalankan rutinitas untuk balita. Karena jika tidak konsisten, anak pun akan sulit mempelajari dan menjalani kebiasaan baik dalam aktivitas sehari-hari.
Teori belajar sosial adalah teori yang menekankan pentingnya mengamati, mencontoh, dan meniru perilaku, sikap serta reaksi emosional orang lain. Konsepnya ada tiga, mulai dari belajar lewat observasi, pentingnya kondisi mental dalam pembelajaran, hingga mempelajari sesuatu tak menjamin perubahan perilaku.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Lizsa Oktavyanti
Dijawab oleh dr. Anandika Pawitri
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved