Sebuah video yang diunggah viral setelah orang di dalamnya mengatakan ia mengidap tiktok syndrome. Meski ini hanyalah sindiran, tapi kecanduan media sosial harus tetap diwaspadai.
Ditinjau secara medis oleh dr. Reni Utari
24 Jun 2020
Beredar video remaja mengklaim dirinya terkena tiktok syndrome
Table of Content
Belum lama ini beredar sebuah video dari laman akun instagram bernama Kesarnst yang membahas soal TikTok syndrome. Di video tersebut, sang pemilik akun, yaitu Kesar mengaku bahwa dirinya telah terkena TikTok syndrome, karena tidak lagi bisa mengontrol gerakan tubuhnya yang terus-menerus melakukan gerakan-gerakan dance a la aplikasi tersebut.
Advertisement
Lantas, apakah TikTok syndrome benar-benar bisa terjadi? Jika melihat dari caption dan tagar yang dibuat oleh akun Kesarnst dalam video yang diunggahnya, kondisi ini sebenarnya hanya merupakan sindiran halus untuk orang-orang yang terlalu banyak menggunakan TikTok. Jadi, penyakit tersebut tidak benar-benar ada.
Meski begitu, sindiran ini tidak sepenuhnya salah. Sebab, kondisi kecanduan media sosial itu nyata adanya dan kian hari, semakin banyak orang yang mengalaminya. Sayangnya, belum banyak yang menyadari akan bahaya kecanduan media sosial.
Hingga saat ini, belum ada kondisi kejiwaan ataupun penyakit lain yang secara resmi dinamakan TikTok syndrome. Namun, video yang diunggah oleh Kesar, bisa membuka diskusi yang menarik seputar penggunaan medial sosial yang saat ini sudah menjadi bagian sehari-hari banyak orang, terutama para remaja.
Banyak sisi positif yang bisa didapat oleh para pengguna media sosial, baik itu TikTok, Instagram, Twitter, maupun Facebook. Beberapa di antaranya bisa dijadikan sebagai sumber informasi yang cepat, mudah diakses, sarana silaturahmi, bahkan ladang mencari rezeki.
Namun, di balik sisi gemerlap dan keseruan konten media sosial, juga tersimpan sisi negatif yang harus diwaspadai para penggunanya, yaitu kecanduan. Ya, kecanduan media sosial nyata adanya dan ini bisa terjadi pada siapapun yang menggunakannya secara berlebihan.
Memang berdasarkan penelitian, belum ada kasus kecanduan media sosial yang membuat pengidapnya bergerak secara tiba-tiba sesuai gerakan dance yang sering mereka lihat.
Namun, menurut sebuah riset yang dilakukan oleh Harvard University, penggunaan media sosial bisa memicu aktifnya bagian otak yang efeknya menyerupai dampak penggunaan bahan-bahan yang membuat kecanduan. Saat bagian otak ini aktif, maka dopamin atau hormon kebahagiaan pun akan keluar.
Merasa bahagia saat membuka media sosial memang bukan hal yang salah jika Anda masih bisa membatasinya. Sayangnya, tidak sedikit orang yang kemudian menyalahgunakan media sosial sebagai pelarian utama ketika merasa stres, kesepian, atau depresi.
Lama-kelamaan, orang tersebut akan terus-menerus menggunakan sosial media sebagai salah satu cara untuk menutupi ketidakpuasannya terhadap hal-hal yang terjadi di dunia nyata.
Pada tahap yang parah, penggunanya akan terjerumus sepenuhnya dalam kehidupan di dunia maya dan meninggalkan pekerjaan, sekolah, hingga hubungan dengan orang-orang terdekatanya di dunia nyata.
Selain kecanduan, penggunaan media sosial berlebih bisa membuat orang yang mengalaminya merasakan berbagai gangguan psikologis, mulai dari gangguan kecemasan, depresi, kesepian, hingga attention deficit hiperactivity disorder (ADHD).
Perasaan fear of missing out atau FOMO juga sering terjadi, membuat pengguna media sosial sering tidak berkonsentrasi pada pekerjaan atau tugasnya sehari-hari, karena terlalu sering mengecek notifikasi atau konten terbaru.
Maka dari itu, Anda perlu mengenali ciri kencanduan media sosial di bawah ini agar bisa segera memulai usaha untuk menghentikannya.
Ada beberapa cara yang bisa Anda lakukan untuk mengurangi kemungkinan kecanduan media sosial ataupun TikTok syndrome jika suatu saat kondisi ini benar-benar ada, yaitu:
Baca Juga
Dengan ada atau tidaknya TikTok syndrome, Anda diharapkan tetap mewaspadai kemungkinan munculnya kecanduan media sosial. Batasi waktu penggunaan aplikasi-aplikasi tersebut dan usahakan untuk hanya mengambil sisi positif dari penggunaan media sosial.
Advertisement
Ditulis oleh Nina Hertiwi Putri
Referensi
Artikel Terkait
Fobia merupakan gangguan kecemasan yang menyebabkan seseorang memiliki ketakutan berlebihan dan terkesan tidak masuk akal terhadap situasi tertentu.
25 Apr 2023
Mata sakit setelah menatap layar gadget atau komputer dapat dicegah dengan mudah. Namun jika rasa sakit itu tak juga hilang, periksakan mata ke dokter.
6 Jul 2020
Vandalisme adalah aksi merusak yang umumnya merugikan lingkungan atau fasilitas umum. Tindakan ini juga bisa berdampak buruk pada diri pelaku.
24 Sep 2023
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved