Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) bisa melakukan transplantasi paru untuk mengatasi efek dari PPOK. Salah satunya adalah kisah Emil Olson yang berhasil mengatasi penyakitnya dengan transplatasi paru. Namun, transplantasi paru memiliki beberapa risiko, misalnya tubuh menolak paru yang didonorkan.
Ditinjau secara medis oleh dr. Anandika Pawitri
13 Jun 2019
PPOK merupakan penyakit yang merusak paru-paru dan transplantasi paru bisa menjadi harapan untuk hidup secara normal
Table of Content
Apa yang terjadi jika sewaktu-waktu Anda berhenti bernapas? Inilah ketakutan yang selalu dirasakan oleh penderita penyakit paru obstruktif kronis atau PPOK. Bila PPOK sudah begitu parah, dokter akan merekomendasikan penderita untuk menjalani transplantasi paru-paru.
Advertisement
PPOK merupakan sekumpulan penyakit yang menimbulkan peradangan yang berpotensi menghalangi pernapasan. PPOK yang paling umum ditemui adalah emfisema dan bronkitis kronis.
Baca Juga
Emil Olson adalah salah satu penderita PPOK emfisema yang berhasil mengatasi penyakitnya dengan transplantasi paru. Pria berusia 62 tahun di Amerika Serikat ini awalnya tidak bisa berjalan lebih dari dua menit dengan kecepatan 1,6 kilometer per jam di atas treadmill.
Emil berusaha meningkatkan ketahanannya saat berjalan untuk dapat memenuhi persyaratan mengikuti transplantasi paru, yang berarti Emil harus bisa berjalan di atas treadmill selama minimal enam menit.
Setelah tiga bulan berlalu, Emil akhirnya berhasil berjalan selama lebih dari enam menit. Setelahnya, Emil mencoba mencari tahu mengenai transplantasi paru dan mengajukan diri untuk mengikutinya.
Setelah sembilan hari menunggu, Emil berhasil mendapatkan donor paru dan mampu berjalan 1,6 kilometer per hari dan bahkan sebanyak 9,6 kilometer sampai 12,8 kilometer per hari. Emil sebagai penerima transplantasi paru sudah tidak membutuhkan tangki oksigen sehari-harinya.
Transplantasi paru diperlukan untuk meningkatkan kemampuan bernapas penderita dan membuat penderita bisa beraktivitas kembali. Penelitian di tahun 2015 merekomendasikan agar penderita melakukan operasi transplantasi paru untuk kedua paru dan tidak hanya satu saja.
Penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian lain di tahun yang sama yang juga menyatakan bahwa transplantasi paru untuk kedua paru akan lebih meningkatkan fungsi paru penderita.
Penelitian ini juga mendapati bahwa peningkatan fungsi paru pada penderita PPOK yang menerima transplantasi paru akan terus bertahan hingga lima tahun pada pasien dengan indeks skor BODE di atas tujuh.
Kisah Emil bisa menjadi inspirasi dan motivasi bagi penderita PPOK untuk dapat beraktivitas secara normal kembali. Oleh karenanya, sebelum mengajukan diri, para penderita perlu mengetahui persyaratan untuk mengikuti transplantasi paru.
Penderita PPOK yang bisa mengikuti transplantasi paru ganda harus berusia di bawah 60 tahun dan jika ingin mengikuti transplantasi paru untuk satu paru saja, maka penderita harus berusia di bawah 65 tahun.
Selain itu, masih terdapat persyaratan lain yang harus dimiliki oleh penderita PPOK yang ingin mengikuti transplantasi paru. Memiliki kemungkinan hidup selama kurang dari dua tahun adalah salah satu persyaratannya.
Persyaratan lainnya adalah, penderita memiliki kadar karbon dioksida (hypercapnia) yang berlebih dalam darah dan penurunan kadar darah yang mengandung oksigen, memiliki kapasitas paru (FEV1) kurang dari 20 persen, serta memiliki skor indeks BODE di bawah tujuh.
Tidak hanya dari segi medis saja, tetapi penderita PPOK yang ingin mengikuti transplantasi paru harus termotivasi untuk menjalani olahraga, terapi fisik, berhenti merokok, dan menjalani gaya hidup sehat yang harus dilakukan sebelum maupun sesudah transplantasi paru.
Penderita PPOK yang pernah mengikuti bedah paru bisa menjalani transplantasi paru asalkan memenuhi semua persyaratan yang telah dicantumkan.
Transplantasi paru memang bisa menjadi harapan bagi penderita PPOK, tetapi terdapat banyak risiko saat transplantasi paru dilakukan. Apalagi, bedah transplantasi paru bukanlah bedah dalam skala kecil, tetapi merupakan bedah dalam skala besar.
Risiko terbesar saat menjalani proses transplantasi paru adalah tubuh yang menolak organ paru yang ditransplantasikan. Penolakan ini terjadi ketika sistem imun mendeteksi dan mengklasifikasikan paru pendonor sebagai ancaman yang mengakibatkan kegagalan organ paru yang ditransplantasi.
Risiko selanjutnya yang mungkin terjadi adalah komplikasi akibat penggunaan obat pencegahan penolakan organ atau immunosuppressant.
Obat tersebut bekerja dengan cara menurunkan sistem imun yang mengecilkan risiko tubuh untuk menolak organ paru yang ditransplantasikan. Namun, penurunan sistem imum dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi.
Risiko lain yang bisa timbul adalah kerusakan ginjal, perdarahan dan penggumpalan darah, masalah perut, osteoporosis, kanker akibat penggunaan immunosuppressant, dan sebagainya.
Baca Juga
Penderita harus selalu berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menjalani transplantasi paru, karena transplantasi paru memiliki banyak risiko yang harus dipertimbangkan. Selain itu, penderita juga mungkin perlu mengonsumsi obat untuk menekan sistem imun seumur hidup.
Bila Anda sudah memutuskan untuk melakukan transplantasi paru, selalu ikuti instruksi yang diberikan dokter untuk mengurangi dampak negatif seusai operasi dan meminimalisasi risiko dari transplantasi paru.
Advertisement
Ditulis oleh Anita Djie
Referensi
Artikel Terkait
Terdapat berbagai teori mengenai asal usul virus corona baru yang menjadi penyebab penyakit Covid-19. Namun, ternyata ada kemungkinan jika virus corona berasal dari hewan berikut ini.
7 Apr 2020
Asidosis respiratorik atau pernapasan bisa meningkatkan kadar asam dalam darah. Bisa menjadi kondisi darurat medis, Anda perlu menjaga kesehatan paru-paru dengan baik.
27 Des 2022
Stadium kanker paru non-small cell dibagi menjadi 5 tahap, yaitu stadium 0 hingga stadium 4. Pada stadium 0, sel abnormal sudah berkembang namun belum berubah menjadi sel kanker dan belum menyebar ke kelenjar getah bening.
19 Jul 2023
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Dijawab oleh dr. Farahdissa
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved