Psikotropika adalah zat ataupun obat yang dapat memicu halusinasi, ilusi, gangguan berpikir, perubahan perasaan secara tiba-tiba, hingga kecanduan pada penggunanya.
13 Jul 2022
Ditinjau oleh dr. Reni Utari
Obat golongan psikotropika bisa untuk pengobatan namun rawan buat kecanduan
Table of Content
Tahukah Anda apa yang dimaksud dengan psikotropika? Penggunaannya sering kali disalahgunakan sehingga bisa menyebabkan efek kecanduan bahkan kematian.
Advertisement
Penyalahgunaan obat-obatan tersebut juga dapat membuat Anda terancam hukuman penjara. Supaya tidak keliru, simak penjelasan berikut ini.
Pengertian psikotropika adalah zat ataupun obat yang dapat memicu halusinasi, ilusi, gangguan berpikir, perubahan perasaan secara tiba-tiba, hingga kecanduan pada penggunanya. Obat ini bekerja dengan cara menurunkan fungsi otak dan merangsang susunan saraf pusat.
Jika digunakan dalam dosis yang tepat, psikotropika dapat membantu mengatasi beragam kondisi atau masalah kesehatan. Namun, karena risiko konsumsi dan efek samping yang cukup besar, obat ini tidak dapat dibeli secara bebas dan harus menggunakan resep dokter.
Psikotropika biasanya digunakan untuk mengobati kondisi yang berkaitan dengan kejiwaan. Sayangnya, tidak sedikit pengguna yang mengonsumsi obat-obatan tersebut tanpa izin dokter.
Perasaan senang dan ketenangan yang muncul sebagai efeknya sering kali disalahgunakan. Padahal hal tersebut bisa menyebabkan kecanduan, ketergantungan, bahkan kematian jika sudah parah.
Di Indonesia, obat psikotropika dibagi menjadi empat golongan. Masing-masing golongan memiliki ciri khas dan jenis-jenisnya sendiri.
Jenis obat yang masuk ke setiap golongan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia terbaru yaitu Nomor 23 tahun 2020 tentang Penetapan dan Perubahan Penggolongan Psikotropika.
Berikut adalah penjelasan dari jenis-jenis psikotropika yang perlu Anda ketahui.
Obat yang masuk sebagai psikotropika golongan 1 memiliki kemungkinan tinggi menyebabkan kecanduan.
Selain itu, obat yang masuk ke dalam golongan ini termasuk sebagai obat-obatan terlarang yang penyalahgunaannya akan dijerat sanksi hukum.
Psikotropika golongan 1 bukanlah obat yang digunakan untuk pengobatan, melainkan murni obat terlarang dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
Penyalahgunaannya bisa menyebabkan halusinasi dan membuat perasaan berubah secara drastis. Jika kecanduan yang terjadi sudah tergolong parah, maka penggunaan obat ini bisa mengarah pada kematian.
Contoh psikotropika golongan I adalah:
Nama populer yang digunakan untuk menyebut obat-obatan golongan ini, antara lain ekstasi, DOM, dan LSD.
Obat atau zat psikotropika golongan 2 juga bisa memicu kecanduan, tapi tidak separah golongan I.
Golongan obat ini dapat digunakan untuk pengobatan, tetapi hanya dengan pengawasan ketat dokter.
Contoh psikotropika golongan 2 adalah amineptina, metilfenidat, sekobarbital, etilfenidat, etizolam, dan diclazepam.
Baca Juga: Perbedaan Narkotika dengan Psikotropika yang Perlu Diketahui
Psikotropika golongan 3 bisa menimbulkan kecanduan tingkat sedang, di bawah golongan 1 dan 2. Obat ini sering digunakan dalam dunia medis untuk mengobati berbagai penyakit.
Jika digunakan tidak sesuai dengan dosis yang tepat, obat golongan ini juga bisa menyebabkan kerja sistem di tubuh menurun drastis. Bahkan pada kondisi penyalahgunaan yang parah, bisa menyebabkan kematian.
Contoh obat psikotropika golongan 3 adalah amobarbital, butalbital, flunitrazepam, glutetimida, katina, pentazosina, pentobarbital, dan siklobarbital.
Psikotropika golongan 4 memiliki risiko kecanduan paling rendah dibandingkan dengan golongan lainnya.
Meski begitu, bukan berarti obat ini aman untuk digunakan sembarangan. Anda tetap memerlukan resep dari dokter karena dosisnya harus diatur dengan ketat.
Ada 62 jenis obat dan zat yang masuk dalam golongan ini. Beberapa contoh psikotropika golongan 4 adalah diazepam, lorazepam, alprazolam, klobazam, ketazolam, fenobarbital, etil amfetamina, metiprilon, dan nitrazepam.
Obat-obatan golongan psikotropika dapat digunakan untuk mengatasi berbagai kondisi medis. Obat ini bekerja dengan cara mengatur kadar zat kimia di otak atau yang biasa disebut sebagai neurotransmiter, seperti dopamine, norepinefrin, dan serotonin.
Obat yang legal umumnya digunakan sebagai antidepresan, anticemas, antipsikotik, hingga stimulan.
Akan tetapi, sedikit saja penyalahgunaan dosis terjadi, maka efek samping yang muncul bisa berdampak sangat buruk.
Dalam dunia medis, berikut adalah beberapa kondisi yang dapat diatasi dengan penggunaan psikotropika:
Setelah mengonsumsi obat ini, kadar neurotransmiter di otak akan berubah untuk menyesuaikan kondisi dan meredakan gejala.
Perlu diketahui bahwa obat psikotropika tidak digunakan untuk benar-benar menyembuhkan penyakit-penyakit di atas.
Kelompok obat tersebut akan bekerja untuk meredakan gejala, sehingga Anda dapat menjalani aktivitas sehari-hari sekaligus menerima terapi psikologis lain dengan baik.
Baca Juga
Sama seperti obat-obatan yang ada, obat golongan psikotropika juga bisa menyebabkan efek samping.
Berikut adalah dampak psikotropika yang dapat terjadi:
Dalam dosis yang tepat, obat golongan ini dapat mengatur emosi dan suasana hati. Namun, dampak yang dihasilkan bisa menjadi sebaliknya jika digunakan secara berlebihan.
Misalnya, orang yang sudah kecanduan akan kesulitan untuk menangis meski perasaannya sedang benar-benar sedih.
Selain itu, penyalahgunaan obat-obatan psikotropika dapat menimbulkan:
Pemakai dapat mengalami perubahan persepsi dan merasakan halusinasi yang berlebihan. Hal ini bisa memicu mereka melakukan hal yang berbahaya tanpa disadari, misalnya melompat dari gedung tinggi.
Psikotropika juga dapat bekerja sebagai stimulan, yang jika digunakan secara berlebihan, akan mengganggu kerja organ menjadi lebih berat.
Orang yang kecanduan akan merasa lemas apabila belum mengonsumsi obat tersebut sehingga rantai candu sulit diputus.
Berfungsi sebagai obat antidepresan, efek tenang yang dihasilkan psikotropika bisa membuat penggunanya tidur lebih nyenyak.
Namun, jika dipakai berlebihan, bukan tidak mungkin penggunanya akan tidur terus-menerus hingga sulit bangun alias tidak sadarkan diri.
Oleh sebab itu, bahaya psikotropika ini harus dihindari.
Baca Juga: Macam-Macam Zat Adiktif dan Bahayanya bagi Tubuh
Mengenai perbedaan narkoba dan psikotropia, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2009, dijelaskan bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintesis.
Zat ini bisa memicu penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi hingga menghilangkan rasa nyeri, dan menyebabkan ketergantungan.
Sementara itu, psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis yang bukan narkotika. Zat tersebut bisa memberi pengaruh selektif pada susunan saraf pusat sehingga menyebabkan perubahan khas pada perilaku dan aktivitas mental.
Di sisi lain, zat adiktif juga berbeda. Bahan adiktif adalah zat atau bahan lainnya yang bukan narkotika ataupun psikotropika, tetapi mempengaruhi kerja otak dan bisa menimbulkan ketergantungan. Misalnya, rokok, kelompok alkohol, thinner atau zat lainnya.
Setelah memahami perbedaannya, diharapkan Anda menjauhi penggunaannya secara sembarangan.
Untuk berdiskusi lebih lanjut seputar obat golongan psikotropika dan penggunaannya dalam dunia kedokteran, tanyakan langsung pada dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ. Download sekarang di App Store dan Google Play.
Advertisement
Referensi
Artikel Terkait
Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) dalam obat sirup bersifat racun bagi tubuh dan telah dilarang peredarannya oleh BPOM dan WHO. Kedua zat ini diketahui menjadi penyebab kematian 66 anak di Gambia, Afrika.
Siklotimia adalah gangguan suasana hati yang mirip dengan bipolar dan membuat penderitanya mengalami fluktuasi mood, seperti rasa sedih dan gejala depresi.
OCD adalah obsessive compulsive disorder. Meski merupakan suatu penyakit, OCD lebih sering disematkan sebagai predikat dalam percakapan sehari-hari, untuk orang yang terlalu rapi atau bersih. Padahal, penyakit OCD tidak sesederhana itu.
Diskusi Terkait di Forum
Dijawab oleh dr. R. H. Rafsanjani
Dijawab oleh dr. Liliani Tjikoe
Dijawab oleh dr. Dwiana Ardianti
Advertisement
Jadi orang yang pertama tahu info & promosi kesehatan terbaru dari SehatQ. Gratis.
© SehatQ, 2023. All Rights Reserved